"Kau tahu kan, bahwa manusia tidak memiliki pendengaran yang cukup tajam sepertimu. Jadi sebaiknya kau tidak protes berlebihan karena volumeku," ujar Zee. Suara beratnya beradu dengan angin malam yang tengah berhembus.
Decakan terdengar dari sosok lain yang berada di balik batu.
Benar, siapa lagi jika bukan Nunew. Si mungil itu sedang bersandar nyaman pada batu. Ekornya sesekali mengibas, menimbulkan bunyi kecipak kecil yang menenangkan. Setidaknya bagi si tinggi, sebagai tanda bahwa sosok biru cantik itu masih disana.
Seminggu sudah berlalu seperti kedipan mata sejak pertama kali Zee berkomunikasi dengan Nunew. Tidak banyak kemajuan, mereka masih berkomunikasi dengan batu hitam besar sebagai penghalang. Meskipun, semakin lama jarak mereka semakin dekat hanya terpisah sebuah batu tinggi menjulang yang mampu menutupi sang siren, sedang Zee berada di batu besar mendatar. Tepat berhadapan dengan batu tempat si 'Biru' bersembunyi.
Keduanya memang belum bisa menatap paras satu sama lain, saling melempar senyum serta menyalurkan emosi terpendam melalui binar tatapan mata. Tetapi, bagi si tinggi itu sudah cukup. Karena mendengar suara indah Nunew pun sudah menyenangkan.
Dari hal-hal kecil, keduanya mulai saling membuka diri. Membiarkan satu sama lain masuk untuk mengambil kepercayaan yang masih tersimpan rapat di kedalaman sebuah ego.
Dimulai dari hal kecil seperti nama, sang manusia dan sang siren akhirnya menjadi dekat tanpa disadari. Sungguh keduanya tidak menyangka hal tersebut akan terjadi dengan mudah.
Namun, baik Nunew maupun Zee dapat melihat seberkas aspek diri mereka pada satu sama lain. Sesuatu yang membuat mereka merasa senang saat bersama. Merasa bahwa tanpa berusaha keras, keduanya dapat mengerti maksud satu sama lain.
Setiap malam, saat semua yang berada di villa tertidur, Zee akan mengendap-endap keluar. Menuju sebuah batu besar tempat ia menghabiskan malam selama beberapa hari terakhir.
Hari kedua setelah pertemuan itu, Zee kira Nunew tak akan muncul. Sungguh ia tidak sengaja. Pria tampan itu hanya ingin menghirup udara segar, mungkin menyalakan sebatang rokok untuk menghilangkan stress. Sehingga tanpa berpikir sepasang kaki panjang itu melangkah memasuki lautan. Bagian bawah celana jeans nya basah, namun ia tidak peduli. Begitu saja, ia menghempaskan tubuh dan menyandar pada batu.
Matanya terpejam, mulutnya sibuk menghisap rokok, sedang telinganya siaga. Berjaga dan fokus mendengarkan tiap suara yang ada di sekitar. Namun malam itu agaknya cukup sunyi, tidak ada suara yang keluar dari harmoni yang diciptakan oleh alam. Hingga ia yakin bahwa Nunew tidak akan datang malam itu.
Tetapi Zee salah. Sepertinya Nunew menguasai kemampuan untuk berada di suatu tempat tanpa diketahui.
Si Biru cantik itu sudah berada di balik batu ketika ia datang.
'Selamat malam, manusia' adalah sapaan pertama yang ia dengar. Sempat membuatnya terlonjak sesaat, sebelum sang Chairman tertawa pelan karena panggilan itu.
Dari sanalah, kebiasaan itu terbentuk. Tanpa ada perjanjian, keduanya akan selalu datang mengunjungi satu sama lain.
Tiada kata terucap, tetapi janji dalam sebentuk isyarat terjalin, bahwa tiap malam adalah waktu mereka untuk bertemu. Tanpa dipastikan, Zee serta Nunew tahu bahwa satu sama lain pasti akan datang saat mereka disana.
Awalnya terasa canggung, Zee kira Nunew adalah si pemalu dan mungkin tidak banyak yang bisa mereka bicarakan. Mengingat dunia keduanya sangat berbeda. Tetapi lagi-lagi ia salah.
Nunew adalah sosok yang menyenangkan. Tampaknya pangeran lautan tersebut banyak belajar mengenai dunia manusia hingga berbicara dengan Nunew tidak terasa asing. Layaknya berbicara dengan seorang sahabat. Membuat Zee lupa bahwa sosok di balik batu itu tidak memiliki dua kaki, seperti dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ECHOLUST
FantasyTidak peduli seberapa dalam rasa cinta mereka, jika semesta memutuskan bahwa kebersamaan adalah mimpi yang mustahil, maka selamanya mereka akan terpisah oleh deburan ombak terakhir yang menyapu pesisir. Payau air laut dan kilauan pasir menjadi batas...