Dentuman petir di luar sana menemani seorang ayah dan anaknya yang kini sedang duduk di depan perapian. Baju basah mereka sudah berganti dengan yang kering serta lebih tebal. Selimut wol nyaman membungkus tubuh keduanya.
Sang anak tampak nyaman menyandarkan kepala pada lengan berotot sang ayah. Sedang yang paling tua di antara keduanya sedang berbaring pada bantal besar yang empuk. Tiada percakapan yang terjadi.
Tampaknya kejadian tadi masih memberikan efek terkejut yang cukup lama. Sehingga Zee sama sekali tak membuka suaranya sejak tadi.
"Daddy," bisik si kecil. Yang hanya dibalas gumaman oleh ayahnya.
Perasaan bersalah karena sudah membuat Daddy-nya khawatir sejak tadi menari-nari di kepala Charan. Ia terlalu takut untuk berucap, namun ia tahu bahwa sang Daddy tengah menunggu penjelasan darinya. Dan si kecil merasa, ini adalah saat yang tepat.
"Maafkan Charan karena pergi terlalu jauh."
Kedua kelopak Zee terpejam sebelum mengeratkan pelukan pada tubuh kecil putranya.
"Berjanjilah kau tidak akan melakukan itu lagi, Charan?"
"Emm, Ran berjanji Daddy," ujar anak itu.
Zee menghela nafas panjang, memutuskan untuk tidak memperpanjang masalah. Ia yakin Charan sudah cukup mendapatkan pelajarannya.
"Daddy."
"Hmm?"
"Kenapa Daddy tidak bercerita kalau memiliki teman secantik Nunew?"
Hening. Lidah Zee terasa kelu karena efek pertanyaan mengejutkan itu. Keterdiaman sang ayah bukannya membuat Charan diam. Melainkan ditangkap sebagai kesempatan untuk bertanya lebih jauh.
"Tetapi, Nunew mengatakan kalian sudah tidak berteman lagi. Kenapa Daddy harus berhenti berteman dengan Nunew? Dia sangat baik."
"Dia mengatakan itu?" lirih Zee.
Kepala Charan mengangguk mantap. Isyarat yang ternyata membuat hati sang ayah mencelos tanpa alasan yang jelas.
"Nunew bilang, Daddy hanya bermain-main. Aku tidak tahu apa maksudnya, tapi Nunew terlihat sedih. Kenapa Daddy membuat orang lain sedih?"
Zee kembali menghembuskan nafas lelah, kemudian menatap serius pada Charan yang kini tengah balik menatapnya.
"Charan, kau masih terlalu kecil untuk memahami semua ini. Tetapi, Nunew salah. Daddy.." hening kembali. Zee menarik nafas sesaat untuk melanjutkan. "Daddy tidak pernah bermain-main. Hanya saja semuanya tidak semudah itu"
Kening si kecil mengerut. Memang benar ia tidak benar-benar paham apa kata Zee. Dan semua itu terpancar jelas pada manik polosnya, hingga sang ayah dapat mudah membaca pancaran tersebut.
"Tidak perlu kau pikirkan. Yang pasti, Daddy masih berteman dengan Nunew," kekeh sang chairman.
Charan mengangguk, kemudian terkikik lucu. Ekspresi secerah mentari itu kembali. Membuat hati sang ayah terasa hangat.
"Daddy, lihat. Nunew memberiku ini. Ia bilang kembar dengan punya Daddy. Hanya saja warnanya berbeda."
Iris gelap Zee bergulir untuk menatap ke arah benda yang kini dipamerkan oleh si kecil dengan cara mengulurkan lengan. Disana, sebuah gelang mutiara putih mengkilat menghiasi pergelangannya. Secara reflek, si tampan ikut mengulurkan tangan untuk mensejajarkan kedua benda berbeda warna tersebut.
Degupan di dada kembali mendera Zee. Tiba-tiba saja rasa sesal menyusupi hati. Seharusnya ia tidak mencampakkan Nunew malam itu.
Bagaimana dengan bodoh ia mempertaruhkan hubungan mereka yang baru saja dimulai, seperti ini? Tidak ada jaminan bahwa ia akan melihat Nunew lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ECHOLUST
FantasyTidak peduli seberapa dalam rasa cinta mereka, jika semesta memutuskan bahwa kebersamaan adalah mimpi yang mustahil, maka selamanya mereka akan terpisah oleh deburan ombak terakhir yang menyapu pesisir. Payau air laut dan kilauan pasir menjadi batas...