15 | New World

340 51 86
                                    

Matahari tengah bersinar terang di puncak singgasananya. Siang itu, angin berhembus kencang. Alih-alih menimbulkan rasa sejuk, tiupan sang putaran udara terasa tak nyaman terpapar kulit. Hening melingkupi sepanjang pesisir pantai di pulau pribadi milik 'Panich' yang hingga kini tak bernama. Katakan saja sang pemilik terlalu sibuk dengan urusannya hingga memikirkan sebuah nama pun tak sempat.

Mungkin sang chairman berpikir, nama bukanlah hal penting mengingat hanya dirinya dan keluarga yang dapat mengunjungi tempat tersebut. Dan tidak ada orang lain yang benar-benar akan menginjakkan kaki disana selain sang chairman dan mereka yang diberi izin khusus. Sepi, adalah satu kata yang tepat untuk menggambarkan suasana pulau indah itu setiap harinya.

Tetapi ada yang berbeda siang itu. Meskipun di sepanjang perbatasan terlihat sepi, suara gema tawa dan cengkrama terdengar jelas di kejauhan. Jika diamati lebih dalam, ternyata suara tersebut berasal dari villa mewah yang berdiri megah di tengah pulau.

Pepohonan yang tumbuh mengitari bangunan tersebut seolah dapat meredam suara yang terdengar dari sana, namun tidak bagi sesosok lelaki mungil berekor biru. Yang kini menatap penasaran dari atas batu tempatnya bersandar. Cahaya matahari yang menyengat seolah tak ia rasakan. Matanya sibuk bergerak-gerak penasaran, seolah iris biru itu dapat menembus ratusan meter di depan sana.

Dari kejauhan, sosok itu bisa mendengar jelas suara bariton kesukaannya yang kini tengah tertawa. Menimbulkan sebuah senyuman cantik mengembang menghiasi parasnya yang juga menawan. Semalam, Zee berjanji akan menemuinya ketika matahari sudah berada di tengah singgasana. Namun hingga kini, Nunew masih dapat mendengar suara itu tengah bercengkrama dengan dua lainnya. Membuat sang siren yakin bahwa tidak ada tanda-tanda pria itu akan segera ke tempat pertemuan yang sudah dijanjikan.

"Kapan kira-kira semua barang pribadiku dipindahkan?"

Nunew kembali mendongak saat suara bariton familiar itu terdengar. Rasa penasaran sudah menekannya hingga ke ubun-ubun. Apakah Zee akan pergi ke suatu tempat?

"Sejujurnya kami masih tidak mengerti mengapa anda menjual mansion utama yang berada di daerah strategis, untuk pindah ke tempat yang lebih terpencil, Tuan Zeevan?"

Hening yang sempat menyapa beberapa detik membuat sang siren mengernyit. Seperti orang-orang yang berada di dalam villa sana, ia pun seolah menantikan jawaban si tampan yang tiba-tiba saja membuatnya penasaran.

"Jawabannya jelas. Aku menginginkan sebuah rumah yang terhubung langsung dengan danau. Mengingat tidak ada danau di sekitar Bangkok yang bisa kudirikan rumah, aku memilih sebuah rumah dengan lahan luas yang bisa kubangun danau. Karenanya, aku berharap pembangunan dapat segera dilakukan dalam waktu dekat."

"Tak kusangka anda seseorang yang amat menyukai air dan alam, tuan Zeevan."

Kekehan Zee terdengar, membuat senyuman lagi-lagi mengembang di wajah Nunew tanpa ia sadari.

"Bukan aku, tapi kekasihku. Jika aku ingin bersamanya, aku harus membuat 'lautku' sendiri untuknya."

Tawa hangat serta kekehan beberapa lelaki lain pecah setelah kalimat itu meluncur dari bibir sang chairman. Debaran jantung si Biru seolah berlomba dengan ledakan tawa para pria di kejauhan, ketika menyadari sang pujaan hati baru saja mengakui dirinya sebagai kekasih di hadapan manusia lain.

Lebih dari 24 jam telah berlalu sejak malam itu, namun angan Nunew masih tak dapat mempercayai bahwa ini semua nyata. Bahwa lelaki yang ia kira terlalu jauh untuk digapai, kini tengah mengulurkan tangan ke bawah untuk menggenggam erat milik sang siren. Bersama-sama berjuang untuk menyatukan dunia keduanya yang amat berbeda.

"Jadi, apakah anda sudah menentukan nama untuk mansion spesial tersebut, tuan Zeevan?"

"Benar, terima kasih sudah mengingatkanku." Zee berdehem pelan sebelum melanjutkan.

ECHOLUSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang