25 | Deep Love

389 57 81
                                    

Newyn Island

Bruk!

"Ahhkk—"

Suara derap langkah panik terdengar di kejauhan. Semakin lama semakin dekat disusul dengan gebrakan pintu yang dibuka. Menampakkan sosok Joong dengan raut panik yang terlihat jelas di wajah tampannya.

"Yang Mulia!" tanpa menunggu, Joong tampak menghambur ke arah lelaki mungil yang ia sebut yang mulia itu.

Gerutuan serta omelan kesal mengiringi kepala pelayan keluarga Panich, yang kini tengah membopong si lelaki cantik bersurai ash gray tersebut untuk kembali ke atas tempat tidur. Bukannya ringis kesakitan atau ucapan sesal, sosok mungil itu justru terkikik manis membuat Joong gemas karenanya.

"Aku hanya ingin cepat bisa menggunakan kedua kakiku, Joong. Aku rindu Zee."

Pria bernama Joong itu menghela nafas, sembari memakaikan selimut putih menutupi kedua kaki si mungil yang tak terbalut sehelai benang pun.

Joong benar-benar tahu seperti apa rasanya baru memiliki kaki. Terlebih jika kau adalah makhluk yang amat asing dengan pakaian. Sangat tak nyaman jika ada benda ekstra menempel di tubuhmu.

Karena itu, selama beberapa hari terakhir ia membiarkan Nunew mengenakan celana dalam yang ia belikan di hari pertama. Ia ingat bagaimana dengan kalap tangannya meraup sebanyak mungkin yang dapat ia temukan, dan menutupi bagian atas tubuh si Biru dengan pakaian Zee yang hampir semuanya mencapai batas paha Nunew.

Joong rasa tak ada salahnya. Pakaian-pakaian kebesaran itu sepertinya bisa membantu Nunew mengurangi rasa rindu terhadap si tinggi, dan Nunew juga tak butuh keluar kamar setidaknya sampai ia bisa berjalan.

Beruntung Joong, Nunew tidak terlalu rewel seperti ia dulu yang hanya mau mengenakan celana dalam selama beberapa bulan. Si mungil menurut saja dengan semua kata-katanya, ia hanya sesekali melempar pertanyaan penuh penasaran.

"Saya mengerti, Yang Mulia. Tetapi Tuan Besar juga tak akan senang jika anda memaksakan diri seperti ini. Saya dengar Tuan Besar akan keluar dari rumah sakit beberapa hari lagi."

Bukannya senang, Nunew justru mengerucutkan bibir dengan kesal sembari menghempaskan punggung pada tumpukan bantal di belakangnya. Sepasang iris biru itu beralih menatap ke luar jendela di mana deburan ombak serta hamparan samudra terlihat sejauh mata memandang.

Sudah hampir lima hari berlalu seperti ini. Kosong dan sepi tanpa sosok Zee di sampingnya. Masih teringat jelas di benak Nunew tentang hari itu. Hari yang selamanya akan ia simpan di buku-buku memori. Hari di mana, Zee hampir meregang nyawa di pelukannya

Masih terasa seperti nyata, bagaimana ia dengan panik membawa Zee berenang secepat mungkin kembali ke daratan. Tentu saja, Kreshor sempat membawa mereka melesat keluar dari Vriryn. Namun, hewan buas raksasa itu hanya mampu mencapai gerbang terakhir menuju kerajaan. Sosok besar itu bisa merasakan perbedaan air di atas sana yang sedikit lebih panas dari daerah tempatnya di dasar laut.

Nunew tak memiliki pilihan. Ia terlalu panik untuk meminta bantuan Plan atau lainnya. Sehingga ia tertinggal sendiri, membawa Zee selama sisa perjalanan mereka menuju daratan. Tangisannya pun tak berhenti, hingga jejak-jejak mutiara hitam mengambang di sekitar. Sungguh, Nunew merasa putus asa kala itu.

Ia memikirkan kemungkinan terburuk.

Bagaimana jika ia terlambat membawa Zee kembali?

Memang, seharusnya Nunew membawa Zee ke tabib terdekat. Namun, siren biru itu tahu jelas bagaimana cara kerja Elixir of The Blue Wave. Dan ia sama sekali buta mengenai waktu yang mengizinkan Zee untuk bernafas di bawah laut. Sehingga kembali ke daratan adalah pilihan yang ia ambil.

ECHOLUSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang