2. Black Flower Identity

69 4 0
                                    

Senyuman itu bukanlah senyum yang sama saat dia di atas panggung. Secepat mungkin kutinggalkan ruang kelas seni. Napasku terengah di setiap koridor. Tiba-tiba Ruxion sudah ada di depanku.

'Apa?! Bagaimana mungkin dia muncul begitu saja?!'

Jangan-jangan Ruxion juga memiliki kekuatan supranatural.

Aku berbalik arah ke koridor lain, tetapi Ruxion kembali menghadangku. Dia terus membuat teror hingga aku menemui jalan buntu tepat di ujung kamar mandi.

'Oh, tidak!'

Jantungku berdegup kencang. Ruxion terus mendekat. Kemudian, pintu pun terkunci dengan sendirinya.

'A-apa Ruxion yang melakukannya?!'

Sekarang kini aku tahu sihir atau kekuatan dalam jiwa yang sering kubaca dalam buku itu nyata.

Dia memukul dinding di sisi kanan dan kiri untuk menahanku.

"Ketemu kau, Kecoa Kecil!" Ruxion tersenyum smirk.

'Bagaimana ini? Aku tidak bisa lari lagi!'

Aku belum pernah melihat wajahnya semenyeramkan itu. Paras rupawan yang mampu menghentikan napas. Wajahnya berkilau dalam balutan seragam hitam dengan ornamen emas, tatapan mata yang merah tajam, juga percikan darah yang tersisa di bibirnya.

Semerbak mawar dari tubuh Ruxion menyebar memenuhi euforia. Aku memiliki firasat buruk, dengan jarak sedekat ini aku bisa mencium aroma parfumnya.

"K-kau benar-benar ... Vampir?!" ucapku kesulitan bernapas.

Sudut bibir Ruxion terangkat. "Bagaimana jika kau membuktikannya sendiri?"

'Itu bukan jawaban yang kuinginkan. Aku akan mati?'

"Kemarilah, akan kuperlihatkan dunia lain padamu."

Ruxion berdesis di telingaku.

"Dunia di balik kegelapan manusia yang sesungguhnya."

"Aargh!"

Dia menancapkan taringnya ke leherku begitu dalam. Aku bisa merasakan darahku memanas setiap hingga ke ubun-ubun. Aku tidak tahan lagi.

'Sa-sakit! Jadi ... Ruxion memang Vampir?!'

Ini seperti mustahil. Kupikir makhluk mistis itu hanya ada dalam cerita. Apa Ruxion berniat membunuhku sama seperti dia membunuh Yuzi.

"Le-lepaskan aku!" kucoba mendorongnya sekuat tenaga.

'Astaga, dingin sekali!'

Padahal tanganku menyentuh dadanya yang terbalut seragam. Namun, semakin kudorong semakin dia menghisap darahku lebih kuat.

Aku hampir di ambang batas, tubuhku ambruk dan dia menahan pinggangku dengan sebelah tangan agar aku tidak jatuh.

Sampai Ruxion melepas gigitannya dan memandangi darah yang mengalir dari leherku dengan dahi berkerut.

"Apa ini?!" Ruxion menyeka lubang bekas gigitannya.

"Aw!"

Aku merintih kesakitan.

"Hebat! Darah ini ..."

Napasku terengah. Kutatap redup matanya yang bergetar karena merasakan sensasi yang tidak kumengerti.

"Kumohon ... lepaskan aku ... Ruxion." pintaku lirih menahan sakit.

"Kenapa kau tidak mati? Padahal aku menghisap tepat di urat nadimu." Ruxion menatapku bingung.

Si dingin berwajah panas ini, ternyata begitu rupa sang Bunga Hitam dari dekat dengan jarak satu jengkal, dan dia sedang kebingungan. Sesaat aku terkecoh karena bersinggungan dengan sang idola.

"Kau bahkan tidak pingsan," lanjutnya.

"Kenapa kau mau membunuhku?"

Aku memberontak hampir menangis. Sayangnya air mata ini tidak bisa keluar lantaran rasa takut yang teramat dalam.

Ruxion semakin menatapku lapar. Dia membuka mulutnya hendak menggigitku lagi dan aku terpejam mengejang takut, tetapi dia justru tersenyum miring.

"Luar biasa!"

Mataku terbelalak.

"Ekspresi itu ... teruslah menangis dalam api ketakutan yang membakar jiwamu. Hahaha, akan kuberi kau rasa sakit yang lebih pedih dari kematian, Alicia." bisiknya tajam hingga menembus gendang telinga.

Aku terkejut.

'Bagaimana dia tau namaku?'

Dia menyeka kembali darahku yang mengalir dari leher dan menjilat jarinya.

"Kenapa darahmu terasa berbeda. Rasa manis yang memberikan penyiksaan ini ... aku suka. Aku ingin terus merasakannya. Aku menyukainya!" dia tersenyum semakin mengerikan.

'Tidak! Aku bisa mati sungguhan jika dia menggigitku lagi.'

"Dan wajah menderita itu ... aku sangat menyukainya. Mengapa baru sekarang aku memperhatikanmu? Kenapa aku tidak mencium aroma darahmu lebih awal?" kedua alis Ruxion semakin menyatu.

'Apa yang dia katakan? Dia senang melihat orang menderita?!'

"Kalau begitu kubiarkan kau tetap hidup." Ruxion terus menatapku dengan senyuman intens.

"Jadilah sumber makananku." Ruxion tersenyum smirk.

"Apa?! Tidak!!!"

Tolakku mendorong dada Ruxion dengan tenaga yang tersisa dan aku pergi sejauh mungkin dari sekolah. Aku terus berlari menyelamatkan diri.

"Kau tidak akan bisa lari dariku, Kecoa Kecil. Hahahaha!"

Gelak tawa Ruxion bergema dari kamar mandi.

'Aku tidak bisa berhenti bergetar. Tekanan darahku menjadi tidak stabil. Ruxion sangat kejam sekali. Aku tidak mau menjadi makanan Vampir.'

Apa semua orang tahu tentang hal ini. Apa anggota band miliknya juga mengetahui identitas asli Ruxion.

Ini pertama kalinya aku bertatap muka dengannya. Kupikir dia sepanas penampilannya yang tampan dan memikat jiwa. Kenyataannya Ruxion lebih dingin dari es hampir tak bernyawa. Benar, aku tidak bisa mendengar detak jantung Ruxion walau satu detik ketika dia menggigitku.

"Tolong! Seseorang tolong aku!"

Aku berlari menuju rumahku yang tidak jauh dari sekolah.

'Bagus! Aku bisa pulang! Aku selamat!'

Namun, jalanan terasa sepi dan sunyi seperti tanpa kehidupan. Matahari pun tertutup mendung yang sangat hitam.

'Ke mana perginya orang-orang? Aku butuh bantuan.'

Ketika aku sampai di depan rumah, Ruxion sudah lebih dulu tiba di sana.

'Hah?! Mustahil! Bagaimana bisa?!'

"Ru-Ruxion?!" pekikku panik.

Kakiku mundur menahan gejolak takut yang kian membara. Tidak bisa dihindari lagi, wajah itu seperti malaikat maut.

Dia menatapku dengan seringaian senang seolah aku makanan lezat.

"Sudah kubilang kau tidak bisa lari dariku, 'kan, Kecoa Kecil." seringaian Ruxion semakin meneror.

"Ku-kumohon pergi dari rumahku. Jangan dekati aku!" suaraku bergetar lagi.

"Hmm?"

Mendengar itu Ruxion berbalik melihat rumahku.

"Kau tinggal di ..." ucapannya menggantung dan ekspresinya terkejut.

"Rumah rongsokan?"

Black Flower'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang