34. Aray Cahaya Bulan

13 0 0
                                    

Empat cangkir kopi tersaji di atas meja. Hanya Rui yang berjalan mengamati deretan koleksi benda-benda tajam.

Levi tersenyum santai menyeruput kopi.

"Jadi ... kenapa kau bisa mengetahui darah hewan-hewan itu?"

Bibirnya terlalu santai dalam berucap sehingga Rui tidak menyadarinya kesalahannya. Itu sama saja membuka jati dirinya. Umumnya manusia tidak bisa mengenali dari mana darah itu berasal.

Deritan tajam belati di dinding bersama dengan dentingan cangkir kopi yang diletakkan di meja.

"Kau sudah tau?" kata Rui.

Levi melirik Rui, "Ya!"

Mereka saling bertukar pandang sebelah sedetik kemudian waktu berhenti.

"Aray cahaya bulan!"

Langit menjadi malam. Levi mengangkat dan menurunkan tangannya menekan pada meja. Mereka bertiga kesakitan, tekanan udara dingin sedingin kekosongan malam buatan Levi terlalu kuat hingga tanah pun bergetar.

Namun, senyum Levi memudar saat Ruxion beralih menatapnya dengan mudah.

"Dasar lemah!"

Hanya satu jentikan jari, aray cahaya bulan hangus terbakar tanpa merubah kegelapan. Hanya saja tekanan itu sudah menghilang.

"Apa?!"

Dari wajahnya mengatakan itu mustahil.

Kerutan dahi Ruxion makin tajam dan tak ragu lagi membuka siapa dirinya. Taring dan mata itu begitu mengintimidasi.

"Lancang sekali kau! Beraninya menggunakan trik kecil padaku!"

Deru suara Ruxion menggema membuat seisi rumah gemetar.

Levi tercengang dan terdiam dengan mata merah yang sempurna.

"Ck, sadar dirilah! Kau bukan yang terkuat lagi, masih berani berlindung di tempatku?" senyum Levi remeh.

"Kau benar-benar kepala Vampir di gua itu." Rafael kesal dengan raut sedih.

"Darah bangsawan tidak bisa disembunyikan. Seharusnya kau tau itu," jawab Rui.

"Hahahaha, Alicia ... Alicia, kasihan sekali kau ditangkap orang-orang pecundang ini. Temanku yang malang."

Levi mengangkat tangannya.

"Percuma saja berlari, kalian tidak akan bisa sembunyi dari kami."

Atap rumah pun terbuka, dinding-dinding ambruk hanya dengan tekanan aray yang kembali dibuka. Pusaran langit pun terbentuk meliputi awan yang kian menghitam dan membuat sebuah formasi.

"Dia sengaja merusak rumahnya!" Rafael justru memperhatikan sekeliling.

"Hahahaha! Datanglah ... para pemburu immortal!"

Seruan Levi menekan amarah Ruxion. Lalu, formasi di langit itu bersinar layaknya cahaya bulan dan muncul para Vampir yang mengejar mereka dari segala arah.

"Kurang ajar!" rahang Ruxion bergetar.

Mereka dikepung, Rui dan Rafael saling memunggungi bersiap siaga. Sepertinya penyerangan akan berlanjut.

"Serahkan Eve!" Levi tersenyum puas.

Ruxion berdecak meremehkan, "Jika kau bisa."

Dia menunjukkan pembatas buku itu dan seketika Levi melepaskan araynya kemudian langsung menyerbu Ruxion demi mendapatkan pembatas tersebut.

Namun, Ruxion segera menyembunyikan pembatas buku tersebut ke dalam jari manis dan memejamkan mata sebentar.

'Kecoa Kecil, kau diamlah dulu di sana. Kami harus mengurus sedikit anjing liar. Jika kau berani keluar, akan kugantung tubuhmu di menara Black Flower's.'

"Hah!"

Napasku memburu hingga pantulan wajahku di sungai buram akan suara yang bergema di kepalaku dan cincin itu menyala.

"Ruxion?"

Kuusap cincin itu, tetapi tidak ada reaksi.

"Apa ... apa maksudnya berpesan seperti itu? Mereka dalam masalah?"

Hatiku panik, tetapi aku tidak boleh kacau.

"Apa terjadi sesuatu di rumah Levi?"

Ragaku makin tak bisa diam.

"Tunggu!"

Kutarik napas dalam dan menenangkan pikiran.

"Aku akan mendengarkannya. Menunggu sebentar ... di jurang tak berdasar ini."

Aku mendongak menatap ujung tebing yang tak terlihat. Itu benar-benar seperti menembus langit.

Dan yang kulakukan hanyalah membaca buku astronomi kembali. Namun, hal yang tak terduga terjadi.

Tiba-tiba tubuhku merasa kosong dan mataku tertutup. Dalam mata tertutup itu, aku dihadirkan dalam sebuah tempat, kabut yang sangat tebal di atas hamparan tanah.

'Alicia...'

Aku mengenali suara itu, tetapi aku tak berani membuka mata. Mungkin ini hanya ilusi yang dibuat oleh ingatan Eve.

'Bebaskan kutukanku, Alicia! Bebaskan! Bebaskan kutukanku! Bebaskan!'

Suara itu terngiang terlalu parah. Hampir meraja lela di sekujur tubuh.

Lalu, bayangan aneh berputar di kabut-kabut itu. Kemudian, menjadi nyata membuat kabutnya menghilang dan aku melihat Levi.

'Hahh!'

Napasku memburu di dalam bekapan ruang ingatan.

Dia Vampir.

'Tidak mungkin! Levi ... dia Vampir!'

Gemetar, seluruh tubuhku gemetar, panca indera ku dipaksa menyala. Dia terlihat sama persis seperti sosok yang berada di gua itu.

Ingatan Eve sedang berputar kembali, jadi tidak mungkin ini palsu.

Lalu, aku melihat seorang perempuan di belakang Levi. Dia sangat pekat dengan rambut merah dan manik mata yang sama. Dia tersenyum melihat Levi sedang menindas seseorang.

'Jangan-jangan ... dia Amari?!'

Jantungku semakin tak karuan. Aku harus tenang, tetapi tidak bisa. Semua ini mustahil. Hatiku runtuh setelah mengetahui sisi Levi yang sesungguhnya. Bahkan ini pertama kalinya aku melihat wujud Amari yang sesungguhnya.

Lalu, siapa yang ditindas di bawah kaki Levi. Seorang laki-laki dewasa yang hampir tua berlumuran darah dengan pakaian mewah yang kotor. Dia terlihat bijaksana di bawah penekanan dan hinaan.

Jantungku berdegup bagai ditempa gendang.

'Astaga! Apa dia ... Raja?!'

Amari sedang tertawa, Levi begitu keji terus menyiksa orang tua itu dengan beberapa pukulan, wajahnya sangat mengerikan, dan ini berada di atas jurang.

Mendadak pohon yang menyimpan jantung Amari muncul beserta gerhana bulan merah. Blood Moon membakar seluruh mata yang memandang. Kemudian, disusul ribuan Vampir di belakang Amari yang seperti habis berperang. Lalu, lautan darah menggenangi tanah. Ini adalah saat di mana aku mendapatkan pedang tulang.

'Aarrgghh!'

Sang Raja menjerit kesakitan saat Levi mengambil tulang belakangnya sehingga sang Raja menjadi lumpuh dan tak sadarkan diri. Tawa Amari jauh lebih puas dan Levi menyerahkan tulang itu pada Amari.

Namun, semua itu menghilang dan berubah menjadi penyerbuan di istana Black Flower's. Kurasa itu sebelum mereka menenangkan sang Raja karena Raja masih ada di sana.

Ingatan ini berurutan terbalik. Dan aku melihat sosok cantik yang dikelilingi cahaya suci dan mereka memanggilnya sang Darah Murni Eve.

Hatiku hampir dipalu. Dia bukan Vampir, melainkan bidadari, dan dia membantu pihak kerajaan menyerang balik pasukan Amari. Hingga kisahnya berakhir sama seperti apa yang diceritakan Ruxion padaku di balkon malam itu.

Kenyataan pun terungkap.

Kutenangan jiwaku untuk menerima, lalu perlahan ingatan itu hilang bersama dengan kabut ilusi sehingga mataku bisa kembali dibuka.

Aku tenang. Tanganku terkepal.

"Levi ... kau kejam!"

Bibirku bergetar.

Black Flower'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang