Dia tidak bergerak. Sampai aku melambaikan tangan di depan wajahnya juga masih tidak bergerak. Hingga Ruxion sendiri yang berkedip sambil menurunkan tanganku.
"Kau ... Mulai saat ini harus terus berada di dekatku."
Aku tersentak, "Kenapa begitu?"
"Ck, berisik! Turuti saja perintahku. Jangan melawan atau membantah." Ruxion mengetatkan giginya.
'Jangan bilang dia ingin memonopoli waktuku juga. Keterlaluannya sudah di luar batas.'
Ekspresinya berubah cepat, dia menyeringai menyeret lengan kananku yang terekspos sempurna.
"Hei, sebagai bayaran dari memakai dapurku, biarkan aku menghisap darahmu."
Ruxion membuka mulutnya.
"T-tunggu, Ruxion! Tunggu ... argh!"
Taringnya sudah menancap di bawah telapak tanganku. Dia menghisapnya pelan, tetapi sangat rakus. Aku meringis kesakitan, tapi suaranya lumayan mampu menenangkan kegelisahan yang ada.
Ruxion tersenyum dan melepaskan gigitannya.
"Apa? Jangan pandang aku dengan mata yang menginginkannya lebih begitu. Aku semakin ingin menguras darahmu. Aaaa..." Ruxion kembali menggigit lenganku di bagian lain.
"Aawww, sakit ...," rintihku tak berdaya.
Jika aku mendorongnya paksa, itu akan jauh lebih sakit lagi dan lenganku bisa-bisa terkoyak.
Kala Ruxion berhenti dengan wajah puas, darah segar keluar dari sudut bibirnya dan dia mengusap bekas gigitan itu. Mataku melebar karena aksinya
"Kau manis."
Dia menjilat darah di bibirnya hingga habis. Dadaku langsung gemetar mencoba menghindar. Sayangnya tenaga Ruxion jauh lebih besar.
"Ru-Ruxion." panggilku lirih.
"Hmm?" dia masih tersenyum.
"Aku lapar."
Dia terbelalak dan tertawa ringan.
Beberapa menit kemudian dia sudah duduk bermain kursi di meja makan menungguku untuk memasak daging asap lebih banyak.
"Siapa yang membutuhkan uang busukmu, dasar tidak tau diri. Aku vokalis dari band terkenal tau. Telingaku sakit mendengar penghinaan dari manusia sepertimu."
Ocehannya membuatku memutar bola mata jengah."Benar juga. Kau, 'kan, kaya raya. Maaf aku tidak menyadarinya." tanganku terus bergerak di atas kompor.
"Sudah matang!"
Dia seperti anak kecil saat kusajikan sepiring penuh daging asap lagi di depannya.
"Wah, sepertinya enak." matanya berbinar.
"Hati-hati masih panas."
Percuma, aku tidak bisa mencegahnya. Dia sudah memakan gulungan daging itu dengan tangan kosong.
'Eee, begitu rupanya kalau sedang makan. Pipinya menggembung seperti ikan buntal. Dia masih Ruxion bukan?'
"Huft ... huft ... hmm, ini enak. Aku tidak tau tanganmu punya bumbu ajaib. Kenapa tidak bekerja di restoran saja?"
Mataku terbuka lebar.
"Me-menurutmu begitu?"
Ruxion mengangguk cepat dan melahap sebanyak yang dia mau. Aku pun menunduk tersenyum.
"Aku tidak punya waktu untuk bekerja. Belajar sudah menjadi makananku. Jika tidak bisa mempertahankan beasiswa, aku akan dikeluarkan dari sekolah."
Ruxion menangkap ekspresiku yang redup.
"Ck, aku benci orang penurut. Terlalu patuh itu bodoh sekali. Pantas saja kau lemah dan pengecut."
Aku berdecak, rasanya sudah terbiasa dengan hinaannya.
"Lihat dirimu sendiri!"
Dia tidak peduli.
Dalam hati aku semakin kesal dan memilih duduk untuk mengambil beberapa. Jika tidak akan habis dilahap dia semuanya.
'Mau berapa banyak dia makan? Memangnya darah tadi masih kurang? Vampir yang satu ini rakus sekali!'
Baru beberapa suapan, aku teringat lagi akan kejadian di sekolah. Kulihat Ruxion yang terus mengunyah, senyumku pun terbit. Ini pertama kali aku merasa dihargai olehnya.
"Ruxion...," panggilku pelan.Dia hanya menjawab dengan isyarat mata.
"Terima kasih sudah menolongku di sekolah."
Seketika kunyahan Ruxion melambat dan menelannya langsung. Dia memukul meja membuatku sedikit terjingkat.
"Ck, jangan terlalu percaya diri. Aku hanya tidak ingin Yuzi mengganggu di sekolah. Siapa yang mau menyelamatkanmu."
Ruxion kembali makan.
Aku tahu, dia hanya beralasan, tidak mau mengakuinya, dan itu membuatku semakin tersenyum senang.
"Ruxion," panggilku lagi dan dia terlihat kesal.
"Siapa Amari?"
Deg!
Kali ini kunyahannya benar-benar berhenti.
~~~
Pukul tujuh malam, aku berjalan di taman mawar di halaman belakang rumah. Aku ingin menaruh beberapa tangkai mawar untuk dijadikan hiasan di atas meja tamu.
Angin sangat kencang, tetapi langit cerah berbintang. Tidak sama seperti malam sebelumnya yang gelap gulita.
Aku memetik salah satu mawar itu dan menaruhnya di keranjang.
"Ini berduri."
Aku memikirkan jawaban Ruxion saat aku bertanya tentang Amari.
Ruxion terdiam, aku tahu dia tidak memiliki detak jantung, tapi diamnya tadi sungguh seolah jantungnya berhenti. Lalu, dia pergi tidak ingin makan lagi.
Sejak itu aku pikir apa aku salah bicara. Namun, kurasa tidak demikian. Ruxion hanya tidak ingin membicarakannya.
"Apa aku tanya pada Rui atau Rafael saja?" gumamku pada deretan mawar tanpa celah.
Aku sangat penasaran. Tentu saja karena ekspresi mereka bertiga sangat aneh ketika menyebutkan nama itu dan nama itu muncul saat mereka membahas kemunculan Yuzi.
Kupetik lagi satu tangkai mawar dan menghirup aromanya.
"Ini aroma Ruxion."
'Apakah orang bernama Amari itu ada hubungannya dengan Yuzi?'
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Flower's
VampirosTerjerat dalam cinta kegelapan dunia Vampir. Alicia Fexiber : "I told you to run! It's not a safe world anymore. Vampires will bite your life."