"Ruxion? Ruxion, kau di mana?"
Sudah tiga kali kukelilingi rumah tidak menemukan dirinya.
'Ke mana dia? Astaga, aku lupa. Apa mungkin dia sedang merilis lagu baru bersama anggota band dan para penggemarnya.'
Aku menjadi lesu.
Rui pasti pergi ke kantor.
"Aku tidak boleh sendirian. Semenjak pedang tulang diperbarui bahaya bisa mengintaiku kapan saja. Lebih baik aku ke peternakan Rafael."
Ku putuskan untuk pergi ke peternakan. Namun, Rafael tidak ada di sana.
"Di mana mereka?"
Dalam sekejap euforia berubah menyerupai cat yang berlarian membendung langit dan bumi dan mengurung oksigen.
Seluruh bangunan hilang, semua cat-cat itu membawanya bagai melayang bebas di udara.
"Ilusi lagi?"
Bukankah terasa aneh sejak awal. Mungkinkah sihirnya berlaku sejak keluar dari rumah.
Kutarik pedang tulang dari balik pakaianku.
"Keluarlah! Aku tau kalian ingin menghasutku. Sama seperti sebelumnya, aku tidak akan berpihak pada Amari! Diskusi sudah tidak berlaku lagi!"
Teriakku menggema dengan kuda-kuda yang lemah.
Sebuah tawa wanita pun menggelegar di seluruh arah. Aku tidak bisa melihat sosoknya.
"Kau terjebak, Alicia."
Jantungku seolah menolak untuk mati.
"Amari!" desisku tajam.
Aku ingat betul itu adalah suaranya.
"Di lautan ilusi ini kau tidak bisa lari. Serahkan dirimu baik-baik, kau akan bahagia bersamaku, hahahaha!"
Gigiku menggertak hampir berdarah.
"Jangan harap! Aku memegang kuncinya. Kau akan binasa di ujung mata pedang tulang. Kalau berani datang dan rebut aku dengan tanganmu!"
"Wah, wah, ke mana Alicia yang pengecut dan lemah. Sepertinya kutukan Eve memudar lebih cepat. Pedang tulang itu tidak akan bisa membunuhku. Tapi jika kah menantangku, kemarilah dan hadapi aku!"
"Aaaaaa!"
Tiba-tiba sebuah portal teleportasi ada di balik punggungku dan menarikku masuk ke dalamnya. Aku terbawa arus lautan waktu hingga aku kembali ke masa lalu.
Lahan peperangan yang tandus penuh darah.
"Masa lalu ... lagi?"
Kulihat sekeliling waspada. Kali ini Amari langsung yang menarikku.
'Bagus! Kau mengundang kematianmu, Alicia. Tidak, ini hanya ilusi Amari. Aku tidak akan kalah. Kuatkan dirimu, Alicia!'
Tawa Amari kembali membahana. Dalam pergerakan halus nan singkat, mendadak Yuzi berjalan menghampiriku dengan wajah tersenyum.
Pedang tulang langsung hampir jatuh dari tanganku.
"Yu-Yuzi?!"
Suaraku berubah.
Aku berdecak menguatkan peganganku pada pedang tulang kembali.
"Penipu! Kenapa kau tidak muncul langsung dihadapanku? Lepaskan tubuh temanku!"
Amari tertawa lagi, tapi melalui Yuzi seolah aku sedang berbicara padanya sekarang.
"Kau terlalu lemah untuk bisa melihat wujudku. Hadapi saja temanmu jika kau memang pantas disebut reinkarnasi Eve. Ayo, lawan aku!"
Semakin Yuzi mendekat semakin aku mundur.
"Tidak, jangan Yuzi."
"Oh, hoh, di mana keberanianmu yang menantangku tadi? Kalau begitu aku yang akan membawamu paksa! Hiyaaaaa!"
Tiba-tiba Yuzi berlari dengan cakar tajam ingin menembus wajahku. Aku menghindar dan terus menghindar karena Yuzi mengejarku bagai kerasukan.
Jejak kakiku bahkan merubah jejak darah di tanah. Aku tidak bisa menyerangnya. Dia temanku.
'Aku harus mencari cara. Jika ini ilusi, pasti ada tempat untuk memecahkannya. Di mana itu?'
Kucari celah yang mungkin bisa kupecahkan tanpa berhenti menghindar dari ancaman Yuzi dan di atas terasa aneh. Awan-awan itu tidak bergerak. Di sini juga tidak ada alur angin. Mungkinkah mereka bisa retak dengan mudah.
Aku mengayunkan pedangku ke segala arah kemudian menusuk langit-langit. Ujung pedang itu serasa menabrak sesuatu dan benar langit-langit ilusi ini mulai retak dan kemudian pecah berkeping-keping menjadi serpihan kaca.
"Apa?! Mustahil! Tidak mungkin kau bisa memecahkan ilusiku!"
Suara Amari dalam tubuh Yuzi semakin memburuk. Dia marah ingin menangkapku dan aku segera keluar dari jeratan palsu ini.
Napasku hampir terlepas dari tenggorokan. Aku akhirnya kembali berpijak pada peternakan Rafael dan saat itu juga kuusap cincin Ruxion, dalam satu kedipan mata Ruxion sudah ada di depanku.
"Awas!"
"Argh!"
Ruxion menarikku dan melindungi kepalaku dari pecahan-pecahan yang berjatuhan.
"Aaaarrrggggg, kutunggu kau di bulan merah, Eve! Kau tidak akan bisa lari dariku! Aku adalah imortal!"
Suara Amari menggema meneror udara.
Aku mendongak, wajah tegas Ruxion bisa kulihat juga. Aku benar-benar merindukannya.
"Ruxion!"
'Bodoh, jangan menitikkan air mata hanya karena menyebut namanya.'
Ruxion menatapku cukup jelas sebelum kembali meneliti sekitar.
"Pantas saja kau tidak ada di mana-mana, ternyata terjebak dalam perangkapnya."
Aku tersentak, "Kau mencariku? Aku juga mencarimu seharian."
Tanganku terkepal walau memegang pedang.
'Sial, aku masih takut. Ketakutan jika aku tidak bisa kembali dengan selamat. Aku masih lemah.'
Ruxion melepaskanku dan membawaku masuk ke dalam peternakan. Dia mencium aromaku dari rambut hingga ke leher.
"Kau ... merepotkan."
Aku benar-benar tidak ingin mendengar kata-kata itu.
"A-apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Flower's
VampireTerjerat dalam cinta kegelapan dunia Vampir. Alicia Fexiber : "I told you to run! It's not a safe world anymore. Vampires will bite your life."