4. Jiwa Kemalangan, Mayat Hidup Rafael

49 4 0
                                    

"Apa Ruxion membawa manusia lagi?"

Deg!

'Siapa yang bersuara lembut menyerupai asap menembus kepalaku? Aku ... tidak bisa bergerak.'

"Seseorang tolong aku!" cicitku berharap Ruxion datang.

Meskipun dia juga membawaku dalam bahaya. Tapi tidak ada siapapun yang mendekat. Aku tidak bisa melihat bayangannya.

'Di mana dia?'

"Aha, ketemu!"

"Aaaa!"

Tiba-tiba laki-laki berwajah pucat dengan senyum rapat hadir di depanku. Dia mendorongku jatuh ke tepi ranjang.

"Hei, apa kau manusia yang beraroma manis itu? Kebetulan aku sedang kesepian."

Wajahnya begitu dekat hampir tinggal sejengkal dan aku tidak merasakan hembusan napasnya.

Dia Vampir.

"Gadis yang malang. Kau gemetaran. Mau bermain denganku?"

Aku baru menyadarinya. Dia memiliki bekas luka di wajahnya. Mungkin teramat dalam karena benang jahitannya masih terlihat seperti tertanam pada sebuah boneka, bukan untuk kulit manusia. Bagaimana itu bisa digunakan untuk tubuh manusia.

'Pasti menyakitkan.'

"K-kau terluka?"

"Hmm? Ah, kau peduli sekali padaku. Kau menyukaiku?"

Orang itu semakin mendekat dan aku hanya bisa mundur.

"Bu-bukan begitu. Aku hanya ... bertanya."

Mendadak orang itu termenung.
Aku bisa melihat jelas seluruh wajahnya yang pucat tergores di area mata kiri hingga rahang kanan. Namun, ekspresi itu berbeda.

'Ada apa dengan wajah sayu itu? Matanya begitu redup nan sedih.'

Tiba-tiba dia menjilat leherku.

"Hmm, kau hangat. Siapa namamu ... gadis manusia?" dia berbisik di telingaku.

"Ja-jangan lakukan itu. Kumohon!"

"Kenapa kau memandangku penuh kasihan? Aku benci dikasihani. Apa kau juga pernah merasakan rasa sakit dalam kehampaan? Jika tidak, akan kubuat kau merasakannya hingga menembus jantungmu."

"A-aarrghh!"

Dia menggigit leherku. Taringnya masuk terlalu dalam hampir membuatku kehilangan kesadaran. Sepertinya penyakit Anemia ku kambuh.

Setelah melepaskan ku, mendadak sebuah kotak kayu besar ada di samping ranjang. Aku tersentak dan meringkuk merinding.

"Peti ... mati?!"

"Hei, itu tempat tidurku. Kau mau masuk ke sana? Ini bagus, bukan. Kita bisa tidur bersama." dia dengan senang membuka penutup peti dan menjatuhkannya ke lantai.

"Tempat tidur?" Aku kebingungan.

Dia berbeda jauh dengan Ruxion. Tingkah lakunya aneh. Setiap kali mendengar suaranya, bulu kudukku tidak berhenti berdiri. Anehnya mataku tak bisa lepas darinya.

'Ekspresi tanpa adanya tanda-tanda kehidupan, detak jantung yang kosong, dan ranah jiwa yang hilang. Setiap nada yang keluar terdengar seperti melodi. Dia hanya ingin tidur di peti mati. Aku tahu, orang ini adalah simbol kehampaan.'

Benar, dia terlihat seperti mayat hidup, tidak heran jika dia tidur di dalam peti mati, tapi itu mengerikan.

"Ayo, kemarilah. Kau akan merasa tenang jika tidur di sini bahkan debu tidak akan mengganggumu. Hanya kau satu-satunya manusia yang kuizinkan masuk ke dalam kamarku karena darahmu berkualitas tinggi."

Meskipun sedang tersenyum lebar, wajahnya tetap terlihat sedih. Mengapa?

'A-aku harus bagaimana? Maksudnya apa? Membawa peti mati dan menyuruhku tidur di sana sudah mirip seperti seorang malaikat maut. Aku tidak mau, tapi jika aku tidak menurut ... entah apa yang akan dia lakukan padaku nanti.'

Tanganku terkepal kuat. Tidak ada pilihan lain, aku harus tersenyum dan menemaninya bermain.

"Kau menyukainya?" aku pun mendekat. Di luar dugaan dia begitu senang.

"Tentu saja. Ini adalah harta karunku yang paling berharga. Kau pasti juga sangat menyukainya."

"Baiklah, tapi aku ... uuhh!"

"Gadis bodoh!" tatapannya berubah tajam.

Dia menggigitku lagi di bekas lubang yang sama.

"Kenapa ... kau melakukannya lagi?" aku tertatih.

"Hentikan!"

Dobrakan suara yang terlampau kuat tiba-tiba masuk menghentikan aksi itu sehingga aku luruh bersandar peti mati.

"Rui?" orang itu menoleh kesal.

Aku terkejut dalam setiap helaan napas. Sekarang ada satu lagi sosok tampan dengan pakaian rapi, berkacamata, dan rambutnya sebiru langit malam.

Suara sepatunya menggema di segala penjuru ruang kamar.

Aku tidak menyangka dia mengulurkan tangannya padaku dan membantuku berdiri dengan lembut. Wajahku menghangat, aku merasa diperlakukan seperti seorang putri.

"Sudah kubilang jangan menghisap darah manusia. Berapa kali aku harus memperingatkan mu." namun, tatapannya lebih tajam dari sebelumnya.

"Ck!"

Manik Moonlight di balik kacamata itu mampu membuat si mayat hidup berpaling muka.

Aku pun menjauh beberapa langkah. Kekuatan tekanan ini menjadi jauh lebih besar. Aku tidak bodoh, ini adalah daya tarik dominan seseorang dengan kekuasaan tertinggi. Jiwaku bisa bergetar di sisi lain sikap pembelaannya padaku.

"Si-siapa kalian?"

"Hmm? Oh, tidak, Rui... kau membuat tamu kita terkejut. Sekarang bagaimana cara menghiburnya?"

Orang bernama Rui itu menatapku intens. Sekarang aku sadar, dia pasti dewa petir di setiap mimpi buruk manusia. Karena setiap kali mataku saling berpandangan dengannya, jiwaku seolah tersambar ribuan guntur di langit dengan mendung mencekam yang siap menelan bumi.

Black Flower'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang