Pandai besi itu ayah dari teman lamaku, Eligar Levi. Kami bertetangga waktu kecil, kemudian hubungan kami terputus saat Levi memutuskan untuk pindah ke pinggiran kota.
Sekarang aku menemuinya.
"A-aku temannya Levi, tetangga kalian Alicia Fexiber. Paman masih mengingatku?"
"Tetangga? Alicia? Ohh, bocah pintar yang pendiam itu? Ahaha, kau sudah besar rupanya. Ini sudah cukup lama, beruntung kau masih mengingat kami."
Lega sekali kerutan di wajah paman hilang. Jika tidak curiganya akan makin bertambah. Pedang yang aneh.
"Bagaimana kabar kalian? Aku tidak melihat Levi.""Kami baik-baik saja, tinggal di pinggir kota jauh lebih baik daripada yang dulu. Udara di sini tenang dan aku bisa menempa besi lebih leluasa. Kau jangan tanyakan anak itu, dia pasti sudah gila dengan penelitiannya. Kemarin bilang mau membuat mutan. Otaknya sudah tidak waras."
Jujur dalam hati aku terkejut.
'Mutan? Itu mustahil!'
Tapi yang mustahil justru menjadi tidak mustahil di dunia ini.
"Sepertinya dia sangat menekuni bidang kimia." senyumku ramah.
Paman itu tertawa dan kembali melihat pedang.
"Haihh, sebenarnya ada hal yang bisa memperkuat tulang, tapi kau harus mencarinya. Ini tidak mudah." ayahnya Levi menggeleng.
Aku sedikit memiliki harapan.
"Apa itu?"
"Serpihan debu emas."
Terdengar sangat aneh.
"Cara kerjanya seperti formalin yang mengawetkan mayat, pemutih yang memutihkan pakaian, juga resin yang membungkus kayu rapuh."
"Apa itu serpihan debu emas?" Aku mendekat tidak sabar.
"Alicia, besi memiliki senyawanya sendiri. Tulang pun sama. Entah kau percaya atau tidak, serpihan debu emas bukanlah sesuatu yang wajar di dunia. Bagimu ini mungkin di luar nalar. Karena benda itu adalah benda ajaib yang terkena dampak meteor ratuhan tahun lalu. Ia menyimpan banyak kekuatan misteri. Jika kau mendapatkannya, bukan hanya kuat, tetapi tidak akan terkalahkan."
Seluruh aliran darahku bergetar.
"Melihat pedang tulang ini aku langsung tau kalau ini bukan pedang biasa. Siapa temanmu? Siapa yang membuatnya? Kenapa kau ingin merubahnya sekuat besi?"
Serangan tiba-tiba, aku mundur beberapa langkah dan hampir terserempet kakiku sendiri.
"Ahaha, a-aku..."
'Gawat! Aku tidak bisa menjawabnya.'
Paman mendengkus dan berbalik melanjutkan pekerjaannya."Tidak apa-apa kalau kau tidak mau bicara. Selama kau mendapatkan serpihan debu emas, pedangmu bisa diperkuat."
Suara pukulan besi panas dengan palu terdengar lagi. Sepertinya hanya itu yang kudapat. Aku tidak boleh tinggal lebih lama di sini.
Pukul dua belas siang, bagai pengelana yang kebingungan, aku tidak tahu harus mencari benda itu di mana.
Aku duduk melamun di halte bus menunggu angkutan umum untuk pulang. Namun, suara seseorang yang kukenal mengejutkanku dari belakang.
"Alicia?"
"Eligar ... Levi?"
Tidak kusangka akhirnya wajah itu kembali terlihat.
Wajah yang manis dengan tahi lalat di sudut mata kiri, juga rambut cokelat sehalus biji kopi, senada dengan matanya. Laki-laki itu masih sama seperti dulu. Selalu memiliki senyum yang menawan.
"Kau benar-benar Alicia? Kau berubah menjadi gadis cantik! Aku tidak percaya ini!"
'Astaga, aku merindukan ini! Aku merindukan berbicara dengan manusia. Aku hampir lupa rasanya. Aku sangat senang, hatiku serasa hampir mau pecah.'
"Kau Levi?! Levi yang selalu menggangguku waktu kecil?" aku berdiri terlalu semangat.
"Haha, kau benar-benar si sok pintar Alicia!"
Levi memelukku membuatku terpaku.
'O-oh, bagaimana ini?'
Hanya sesaat, kemudian dia melepaskanku dan duduk di sampingku.
"Aku tidak percaya melihatmu di sini. Bagaimana kabarmu? Apa yang kau lakukan di sini? Ha-halte? Bukankah seharusnya kau jadi murid jenius di SMA?"
Aku terkekeh pelan, "Kau mengejekku. Aku baik, baru saja ke rumahmu bertemu ayahmu."
'Sebenarnya semua sedang tidak baik-baik saja.'
"Apa?! Kau dari sana? Kenapa tidak bilang? Jangan langsung pulang, ayo kembali bersamaku."
Laki-laki itu benar-benar sama seperti dulu, selalu bersemangat dan ramah. Rasanya aku ingin menangis melihatnya seperti sekarang. Dia tumbuh semakin dewasa.
"Aku tidak bisa, aku harus pulang."
Senyum Levi menipis, "Kenapa buru-buru? Setelah beberapa tahun?"
"Lain kali kita bisa bertemu lagi." senyumku tidak ingin dia sedih.
"Lalu apa yang kau mau dari ayahku?"
Kutunjukkan pedang itu padanya.
"Aku ingin memperkuat benda ini supaya tidak rapuh, kalau memungkinkan bisa berguna untuk senjata."
Levi mendelik kaget, "Kau mau apa dengan benda aneh itu?! Kau tidak punya pikiran yang gila, 'kan?"
"Bukannya kau yang gila? Ayahmu bilang kau mau membuat mutan."
"Ha? Ahaha, hanya bercanda."
Levi menggaruk kepala belakangnya dan mengeluarkan sesuatu dari ransel. Itu satu set sampel darah.
"Sebenarnya aku dipromosikan untuk ikut penelitian serum kesehatan hewan mewakili sekolah yang diadakan pemerintah. Darah-darah ini adalah milik beberapa hewan yang mau dijadikan uji coba. Sayangnya semuanya gagal. Aku harus mencari cara lain agar serumnya berhasil."
"Wah, kau hebat sekali!"
Senyum Levi sangat cemerlang. Seolah dia memegang masa depan yang cerah di tangannya. Sedangkan aku harus bertarung dengan dua dunia.
'Aku iri sekali.'
"Kau sendiri? Kenapa bisa punya pedang dari tulang? Di zaman ini siapa yang mau bermain pedang?"
"Ya, kedengarannya memang aneh, tapi aku membutuhkannya."Levi membereskan Sample-nya kembali.
"Ayahku bersedia membantumu?"
"Hmm, hanya jika aku berhasil menemukan serpihan debu emas." aku menunduk.
"Apa? Itu mustahil!"
Dari reaksinya sepertinya Levi mengetahui hal itu.
"Seharusnya tidak ada, kisahnya terdengar seperti dongeng fantasi, tetapi ayahku selalu mempercayainya. Juga mencarinya selama ini. Tidak kusangka dia menjeratmu supaya terhasut." Levi menggeleng lelah.
"Kau ... tidak percaya serpihan itu ada?"
Levi menatapku dalam.
"Kau percaya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Flower's
VampireTerjerat dalam cinta kegelapan dunia Vampir. Alicia Fexiber : "I told you to run! It's not a safe world anymore. Vampires will bite your life."