"Aku tidak bisa melacak tempat ini. Mereka memasang perisai yang mampu terlepas dari jangkauanku. Aku tau di mana letak semua Vampir berada."
Ruxion mengusap batu singgasana itu pelan, sedangkan aku masih dalam keraguan.
"Tidak mungkin Levi seorang Vampir. Bahkan ... jahat? Mataku pasti salah. Aku harus memastikannya sekali lagi."
"Serpihan debu emas ada di gua ini."
Ruxion menghentikan langkahku dengan ucapannya.
"Bagaimana kau tau?"
"Hmm!"
Dia menunjukkan telunjuknya yang baru saja menyentuh singgasana. Aku mendekat dan melihatnya lebih intens.
Betapa tidak masuk akalnya jari Ruxion. Itu bersinar tanpa adanya apapun.
"Ja-jarimu!" kagetku membekap mulut.
"Ini debu emas." kening Ruxion berkerut.
Menyelam sambil minum air itu memang sering terjadi. Kulihat lagi lebih jelas, itu benar-benar butiran debu yang bersinar.
"Kau percaya dengan pandai besi itu?"
Ruxion berdecih, "Dunia manusia memang rapuh, tetapi selalu memiliki cara. Jika tulang itu bisa lebih kuat sebelum gerhana bulan, maka setelah kekuatan Eve bangkit pedang itu akan menjadi tak terkalahkan."
Aku mengangguk setuju. Itulah yang aku maksud. Syukurlah Ruxion bisa mengerti. Mungkin keraguanku terhadap Levi dapat terpecahkan juga.
Kami menyusuri gua di bawah pantulan cahaya kristal-kristal alami dan sampailah pada sebuah tempat yang disebut sebagai inti gua.
"Kolam ... kecil?"
Ada kolam kecil yang sangat dingin dan dikelilingi bebatuan kristal. Namun, di tengah kolam itu memancarkan cahaya emas.
"Mungkinkah debu emas ada di dalam sana?"
Ruxion menatapku sekilas kemudian menceburkan diri ke kolam.
"Ayo kita masuk!"
"Tunggu aku!"
Kami menyelam begitu dasar. Seperti yang kuduga, semakin ke dalam suhunya semakin dingin. Namun, kami menemukan sebuah mutiara emas di pusat kolam dan Ruxion mengambilnya.
'Aku tidak percaya ini. Kami menemukannya?'
Selama ini serpihan debu emas tersembunyi di dasar kolam dingin gua berkristal yang dikuasai oleh para Vampir. Pantas saja terdengar seperti mitos.
Kami keluar gua setelah mencarinya begitu sulit.
"Mutiara emas ini ... mungkinkah berisi serpihan itu?" tanyaku sambil menyeka hidungku yang kedinginan. Tubuhku basah kuyup.
Ruxion mengangguk, "Ayo kita pulang dulu."
Dalam sekali jentikan jari, kami sudah berpindah ke istana Black Flower's.
Setelah kondisiku jauh lebih baik, dengan panik kucari ponselku hanya untuk mencari kontak nomor Levi. Mengingat kejadian tadi saja seluruh nadiku terasa gemetar.
"Aku harus memberitahunya jika serpihan itu berhasil ditemukan. Jika Vampir tadi benar-benar Levi, pasti tidak akan membalas pesanku. Kumohon temanku pasti Levi yang asli."
Pesan pun terkirim.
Wajahku memucat dan napas terengah.
"Huft, sebaiknya aku berkumpul dengan mereka saja di ruang tamu. Pasti mereka sedang mencoba menghidupkan fungsi mutiara itu pada pedang tulang."
Dengan langkah lemas, tiba-tiba ponselku berdering, sebuah panggilan telepon dari Levi. Aku tercengang, panik, gugup, dan segera mengangkatnya. Namun, sebelum aku sempat berkata...
"Halo? Alicia, aku mendapatkan serumnya. Guruku memberikannya percuma dari laboratorium, hahaha. Kau bisa senang sekarang."
Tawa Levi terdengar lepas di seberang sana. Itu suara renyah seseorang yang kukenal.
'Benar, ini Levi. Bukan Vampir itu. Ini suara Levi temanku. Aku tau mereka dua orang yang berbeda.'
Dadaku sesak hanya dengan mendengar suaranya. Aku bahkan ingin menangis. Syukurlah karena mereka berbeda. Aku merasa bodoh karena sudah ketakutan setengah mati.
"Le-Levi, kau hampir membuatku mati. Bisakah kita bertemu besok?"
"Hmm? Tapi aku ada jadwal penelitian. Memangnya kau tidak keberatan jika bertemu malam-malam?" tanya Levi ragu.
"Tidak, aku tidak keberatan. Kita bertemu di halte waktu itu, bagaimana?" kepalaku menggeleng kecil.
"Baik, kau semakin berani, Alicia. Haha, akan kubawakan serumnya padamu. Sampai jumpa besok."
Dia pun menutup teleponnya. Aku tahu aku senang, tetapi saat kupegang dadaku yang berdegup cepat.
"Perasaan apa ini?"
Ada kekacauan dan keraguan yang tak terjelaskan.
~~~
Kubuka pintu kamar, dari kejauhan sudah terlihat ketiga penghuni rumah sedang mengamati sebuah pedang tulang dan mutiara yang berkilau emas.
Kuhampiri mereka tanpa ragu bertanya.
"Apakah debu di dalamnya itu asli?"
Mereka menatapku kompak.
Rafael meneleng, "Alicia, kenapa keningmu berkerut? Tanganmu juga gelisah di dada. Apa ada yang mengganggumu?"
Tebakannya mendorong jauh ke kesadaranku. Aku menunduk sekilas sebelum memantapkan diri.
"Kalian, boleh aku meminta bantuan kalian untuk menemaniku?"
Apa ini, suaraku mengecil. Sedikit itukah keberanianku. Setelah menyerang Vampir dan memburu serpihan debu emas.
Rui menatapku tajam sambil menaikkan kacamatanya.
"Kau mau memastikan sesuatu?"
Seperti yang diharapkan dari Rui. Kepekaannya terlalu tajam.
"Umm, aku tau kalian pasti sudah mengetahuinya. Besok malam aku akan menemui Levi. Dia bilang mendapatkan sebuah serum untuk tulang itu. Aku ingin membuktikan sekali lagi jika dia bukanlah Vampir."
"Jika dia benar-benar Vampir maka temanmu itu seorang pengkhianat." Ruxion mengatakannya dengan tegas."Tapi..."
Percuma, aku tidak bisa membantah karena itu benar.
Ruxion tersenyum miring, "Kau terluka?"
"Hatimu merasa sedih," sambung Rui.
Rafael unjuk jari, "Aku tau. Rasanya seperti kekosongan dalam kehampaan. Perasaan itu menerobos terlalu dalam lebih dari jiwa. Aku tau betul bagaimana rasanya." tanpa ekspresi.
Aku mengamati mereka bergantian.
Bagaimana bisa selalu menampilkan wajah tanpa ekspresi seperti itu.
Terlebih lagi Rafael. Dia kembali berbicara soal hampa. Lalu, matanya terlihat sedih dan terluka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Flower's
VampirosTerjerat dalam cinta kegelapan dunia Vampir. Alicia Fexiber : "I told you to run! It's not a safe world anymore. Vampires will bite your life."