32. Penyelamatan

12 0 0
                                    

Dia bicara omong kosong hanya untuk menjelaskan bahwa jalanku menjadi Eve telah berkembang lagi.

"Kau marah?"

Dia tidak menjawab.

"Ra-Rafael bilang kau kesal soal kemarin di rumah Levi. Tapi berkat itu pedang ini semakin kuat. Seharusnya kau berterima kasih," celetukku.

Matanya langsung melebar.

"Dasar Kecoa Kecil! Cepat atau lambat kau akan tau laki-laki itu baik atau buruk. Baunya terkunci sangat rapi. Sial!"

Aku menunduk, "Kuharap dugaanmu salah. Dia ... manusia."

Ruxion mencengkeram lenganku hingga aku mendesis.

"Aw, sakit! Apa yang kau lakukan?"

"Kita ketahuan. Lari!"

Matanya memerah dan taringnya terlihat. Perubahannya mampu mendesirkan darahku, dengan secepat kilat aku dibawa berlari menerobos peternakan Rafael. Perlahan-lahan mulai kurasakan hawa mencekam mengikuti kami hingga kami sembunyi di kandang angsa.

"Hah?! Ada apa? Kenapa ..."

Aku celingukan panik.

"Ssstttt! Puluhan Vampir datang mencium aromamu." Ruxion menekan kepalaku agar sembunyi lebih dalam.

"Tapi ini di kandang angsa."

Suara mereka juga sangat berisik. Bau kotoran dan bulu-bulu mereka membuatku ingin batuk.

"Ck, cerewet! Bau ini supaya mengalihkan aromamu, bodoh!"

Ruxion menatapku tajam.

Aku tersentak karena taringnya muncul begitu tajam. Tiba-tiba jantungku kembali memompa lebih keras.

"Kenapa? Kau ingin gigiku menancap di lehermu? Itu yang sedang kau pikirkan saat ini." Ruxion menyeringai.

Mataku melebar kaget.

'Bagaimana dia tau?!'

"Si-siapa yang berpikiran begitu."

Aku malu mengakuinya.

Ruxion menyuruhku diam lagi. Telunjuknya mengarah ke segala arah. Aku tahu, mereka semakin dekat. Sepertinya kebingungan karena indera penciumannya terganggu dengan kotoran hewan.

"Ayo kita cari Rui dan Rafael." cicitku.

"Mereka juga sedang dikepung," bisik Ruxion dalam.

"Apa?!"

"Rumahku dibobol oleh mereka. Sial! Jika Black Flower's sampai runtuh tidak akan kubiarkan dunia ini tersisa."

Tangannya terkepal kuat.

Mataku meredup, "Semua ini karena aku. Mereka datang mencariku. Pasti Rui dan Rafarl kualahan. Kau bukannya membantu saudaramu, justru datang untuk melindungiku. Maafkan aku."

Ruxion membuka mulutnya lebar hampir menggigit leherku.

Aku mundur, "Apa yang kau lakukan?"

"Biarkan aku merasakan darahmu."

"Aargh!"

'Yang benar saja. Di saat seperti ini?'

Situasinya membingungkan. Ruxion menggigitku tepat di jalur nadiku. Ini sama persis seperti pertama kali dia menggigitku.

Namun, hanya sesaat. Dia langsung melepaskannya dan darah pun mengalir dari lubang di leherku juga sudut bibirnya.

"Ah, haha, nikmat sekali! Lihat, kau tetap tidak mati." Ruxion menyeka darah itu dan memakannya lagi.

Senyumannya membuatku ingin memukulnya sekuat tenaga.

"Kau berniat membunuhku untuk kedua kalinya?"

Pergerakan Vampir bahkan sudah merajalela, mereka memporak-porandakan peternakan tanpa ampun. Pikiranku kacau, bagaimana kalau ketahuan.

"Hanya untuk memastikan bahwa kau bukan lagi Alicia, sekarang kau adalah Alicia dan juga Eve. Separuh jiwamu sekarang adalah Eve."

Tatapannya kembali serius.

"Apa?"

"Kau bawa buku astronomi itu?"

"I-iya, aku membawanya."

Kuserahkan buku itu yang kukantongi.

"Buka dan bawa kami ke suatu tempat, dunia kecil seperti sebelumnya."

Aku tahu dia sedang memikirkan cara untuk melarikan diri.

"Tapi bagaimana dengan Rui dan Rafael?"

"Nanti akan ku panggil mereka."

"Bagaimana caranya?"

"Sudah lakukan saja!"

Seolah membuka pintu teleportasi ke dunia lain itu mudah, jika bukan karena panggilan Eve waktu itu aku juga tidak bisa melakukannya.

Tapi aku harus mencoba, Ruxion bilang separuh jiwaku sudah menjadi Eve. Aku pasti bisa. Aku harus menyelamatkan mereka bertiga.

'Kumohon, Eve, bantu kami.'

Kubuka buku itu dan kesabarannya tiba-tiba terbuka dengan sendirinya hingga masuk ke halaman tengah.

Sebuah cahaya hitam pun muncul berpusat di halaman itu lalu aku dan Ruxion tersedot masuk ke dalamnya.

Kami jatuh tiba di sebuah tempat yang sangat curam, dikelilingi tembok tanah yang menggunung dan aliran sungai kecil yang sangat kotor.

Buku itu masih di tanganku dan juga pedang tulang. Tangan Ruxion juga tak lepas dariku. Para Vampir yang mengejar sudah tak terlihat lagi.

"Hei, tempat apa ini?" Ruxion celingukan.

"Aku juga tidak tau. Ini pertama kali aku mendatanginya."

Benar, kenapa cahaya lubang portal itu hitam. Apa mungkin karena aku bersama Ruxion. Karena dia dari bangsa Vampir, sehingga tidak memiliki Darah Murni sepertiku.

"Ini di dasar jurang."

"Hah?! Jurang?"

Saat kulihat langit, di atas sana ada tebing yang sangat tinggi dan sangat mustahil untuk digapai. Seolah-olah hampir menembus langit.

Aku luruh hingga pedang tulang dan buku itu terjatuh.

"Itu jurang yang sama dengan yang kulihat. Namun, sepertinya ini bukan perlintasan waktu. Kita hanya pergi melintasi ruang dunia fana. Apa mungkin ... begini nampak jurang itu saat ini? Dan di atas sana ada jantung Amari."

Ruxion terperangah, "Kau yakin?!"

Aku mengangguk lemah, "Juga bulan merah sangat terang dan dekat seperti hujan darah."

"Kurang ajar, kalau begitu akan kuhancurkan jantungnya sekarang."

Kutarik tangan dingin Ruxion yang hampir pergi.

"Jangan, sekarang tidak akan bisa menemukannya. Lebih baik kau bawa saudaramu kemari. Selamatkan mereka."

Ruxion mengangguk dan segera membuka portal di udara tanpa melepaskanku. Aku terperangah bisa melihat formasi itu lagi. Kemudian buku astronomi menyala sama halnya dengan formasi Ruxion lalu memanggil Rui dan Rafael. Mereka datang sama seperti aku dan Ruxion datang.

"Rui! Rafael!" panggilku senang.

'Tapi kenapa dadaku semakin sesak? Apa karena aku di alam ini bersama mereka para Vampir? Artinya di sini hanya boleh dipakai olehku saja? Eve, tolong jawab aku.'

Black Flower'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang