35. Awakening

9 0 0
                                    

Jiwa yang dilanda gelisah tersambar guntur yang menggelegar di atas kepala. Sejak itu langit gelap gulita. Hanya ada satu penerangan, yaitu jiwaku.

"Semua yang terikat di bumi adalah kehidupan. Baik manusia maupun Vampir semua dalam keadaan fana. Jika ada yang bisa membuat hidup abadi, itu hanyalah kekuatan dari Tuhan! Hiyaaaaa!"

Kutantang guntur yang kian menggila. Kunci segel kekuatan Eve pun terbuka, Sukma reinkarnasi berhasil dibebaskan dengan seluruh ingatan yang ada.

Seluruh petir itu masuk ke dalam kedua tanganku. Aku berteriak kesakitan, namun aku bisa merasakannya. Sesuatu yang dahsyat merenggut kebebasan darahku dan menyatu ke seluruh tubuhku.

Ini Darah Murni yang terus mengalir seiring napas terhela.

Tubuhku bersinar, pedang tulang dan buku astronomi pun ikut bersinar.

Kurasakan seluruh perubahan dalam diriku. Aku telah terlahir kembali.

Aku Alicia sekaligus Eve. Kami bercampur menjadi satu.

Aku bisa mengendalikan diriku lebih baik. Di tengah hujaman guntur kegelapan, hanya dengan memikirkannya pedang tukang datang sendiri di tanganku.

Lalu kubasahi ia dengan darahku sehingga darahku meresap dan pedang itu berubah menjadi pedang sungguhan yang seratus kali lebih kuat.

Bahkan tidak patah meski tersambar petir berkali-kali dan darah di luka tanganku menghilang begitu saja.

"Aku bisa menyembuhkan diriku sendiri."

Luka itu juga tidak terasa sakit. Inikah rasanya memiliki Darah Murni.

Namun, tujuanku hanya terpaku pada satu sekarang. Memecahkan pertarungan tiada akhir para bangsa Vampir.

"Ini saatnya."

Aku berdiri dan buku astronomi itu membuka lubang teleportasi dan aku menghilang di dalamnya.

Setibanya di bumi yang asli, aku sudah berada di tengah-tengah pertempuran antara Ruxion dan Levi dalam kepungan para Vampir.

Seketika mereka tersentak hingga tak bisa bernapas.

"Apa?! Alicia!" Ruxion kaget membatu.

"Alicia?!"

Rafael dan Rui berpaling dari segala hal. Seluruh pandang hanya tertuju padaku sekarang.

Tubuhku masih bersinar begitu ringan. Saat mataku bertemu dengan Levi, dia jauh lebih terkejut daripada aku.

"K-kau ... Eve?!" dia menunjukku dengan taring dan tatapan tajamnya.

Semua Vampir kebingungan. Aku melirik ke segala arah yang kurasakan hanya kekosongan dan kegelapan hati mereka yang tiada arah melalui sorot merah matanya.

Ada yang tercengang, ada yang menghirup aromaku dalam-dalam yang menyebar di euforia, ada pula yang bertanya-tanya.

Namun, Ruxion, Rui, dan Rafael masih mematung dengan dada sesak tidak bisa meledak. Mereka melihatku dengan tatapan yang tidak pernah kulihat sebelumnya.

"Eve ... Kau berhasil!" Rafael bertekuk lutut setelah berbicara.

Napas Rui turun-naik. Di saat seperti ini dia hampir kehabisan energinya.

"Aku bisa merasakannya. Seluruh energi tiada banding ini ... aura kesucian yang terus memancar ini ... juga sikap yang sangat rendah hati ... hanya Eve yang memilikinya. Eve ... telah kembali!"

Rui pun ikut bertekuk lutut dan kata-katanya membuat semua Vampir terkejut.

Ruxion terus menatapku dengan mata itu. Namun, aku bisa melihat sedikit senyum yang cantik di sana.

"Alicia ... kau berhasil!"

Lututnya seakan luruh tanpa disuruh. Apakah ini yang kudapat dari perwujudan Eve, merupakan kehendak murni.

Selain mereka bertiga, semuanya justru harus akan darah. Mereka akan memperebutkanku dan mengulang masa lalu.

"Levi!"

Dia terkejut karena aku memanggilnya.

"A-Alicia, tidak, maksudku Eve. Akhirnya kau muncul juga setelah sekian lama."

Keberanian disertai ketakutan yang teramat besar nampak jelas di matanya.

Tangan kiriku memegang buku astronomi, setiap halamannya berbalik dan berhenti di halaman paling akhir, kemudian muncul tali dari cahaya yang mengikat para anggota kerajaan tanpa terlepas, ikatan tali mereka terhubung dengan buku astronomi.

Lalu, di tangan kananku pedang tulang tidak ragu untuk menghunus tepat di depan kedua mata merah Levi.

"Lancang sekali ... wahai temanku, Levi!"

Suaraku pun berubah menjadi lebih dewasa dan berat. Bahkan mampu membuka telingaku sendiri, efeknya pasti lebih berlipat ganda di telinga mereka.

Kedua mata Levi terbuka lebih lebar.

"Eve, ingatanmu ... sepenuhnya telah kembali?"

Aku tersenyum dalam hati.

"Apa kau mengingat sesuatu yang sama denganku?"

Kulayangkan sedikit tebasan menggusarkan seluruh jiwa. Udara pun menjadi lebih pekat dari sebelumnya. Jika manusia biasa ada di sini pasti sudah mati.

"Pe-pedang tulang?" Levi tertekan.

Ruxion dan yang lainnya juga tersentak melihat perubahan pedang itu. Namun, itu masih belum cukup.

"Kau ... Eve?!"

"Itu benar-benar Darah Murni! Darah keabadian telah datang, hahaha!"

"Berikan darahmu padaku!"

"Berikan darahmu pada kami meski hanya seteguk. Berikan!"

Seluruh Vampir ini haus darah, haus akan keabadian yang mustahil diraih. Jika darahku jatuh setetes saja, itu akan menjadi sesuatu yang tidak sanggup untuk kubayar.

"Aku bisa merasakan seluruh helaan napasmu."

Suaraku membuat mereka gemetar.

"Seluruh desiran darahmu."

Kuarahkan pedangku ke mereka membuat mereka mundur.

"Dan semua denyut nadimu!"

Tidak tenang lagi, semuanya ketakutan.

"Kalian sudah terlalu banyak mengumbar kejahatan. Sejak runtuhnya kerajaan, teror di bangsa manusia semakin membesar. Kalian seperti anjing kelaparan yang hanya akan memangsa darah manusia!" bentakku menggema bahkan tidak bisa kugapai dengan kepalaku.

Semua Vampir itu seakan marah ingin menyerang walau kondisinya lebih lemah. Namun, demi setetes darah nyawa pun layak dikorbankan.

Aku melotot, "Hidup kalian ... sudah tidak bisa dimaafkan!"

Kutancapkan pedang tulang ke tanah seketika guncangan dahsyat datang. Banyak dari mereka berguguran kecuali yang memiliki status kekuatan tinggi, begitu juga keluarga bangsawan dan Levi, mereka tetap tak goyah.

Black Flower'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang