15. Bulan Merah 2, Takdir Sang Pemberi Kehidupan

21 1 0
                                    

Kuperhatikan sekeliling, ternyata memang hanya kami berdua yang bergerak. Semuanya terdiam. Sepertinya setiap partikel yang ada di sekolah ini berhenti bergerak.

"Kenapa waktunya berhenti? Kau yang melakukannya?" wajahku penuh tanya.

"Tentu saja! Jika tidak identitas ku akan terbongkar."

'He-hebat! Dia masih bisa setenang ini bahkan masih sempat menggunakan kekuatannya. Jika aku tidak salah, di benaknya pasti terdapat ribuan asumsi yang tidak kumengerti.'

"Hei, Ruxion, apa setelah ini ... Yuzi masih bisa kembali?" tanyaku pelan menatap bekas pembakaran Yuzi yang menghitam menjadi debu.

"Itu ... tergantung Amari."

Jawaban yang tidak ingin kudengar lagi telah muncul. Pikiranku seketika berkabut.

"Bagaimana jika kita temui saja Amari."

"Kau!"

"Kau selesaikan urusanmu, aku akan membantumu sebisaku dan aku akan merebut jasad temanku."

Ruxion memandangku remeh.

"Huh! Orang pintar sepertimu ternyata terlalu bodoh untuk mengerti. Kau pikir kenapa kami bersikeras menjagamu, itu karena supaya kau tidak jatuh ke tangan Amari, tapi apa yang kudengar. Kau justru ingin masuk ke sarang musuh tanpa mengetahui apapun." terangnya membuatku terbelalak.

"Apa?"

Yang dikatakannya benar dan Ruxion menjatuhkan pandangannya.

"Amari ... tidak mudah ditemui."

"Memangnya di mana dia?"

"Di Bulan Merah."

Deg!

Rasanya terlalu familiar.

"Bulan Merah?"

Seketika ingatan tentang ilusi itu muncul. Lalu, terngiang perkataan Yuzi beberapa menit lalu, dan sekarang, sebenarnya apa itu Bulan Merah.

"Tahta tertinggi ... itu berada di Bulan Merah? Jauh di atas tebing, membuka langit, dan menggelapkan seluruh bumi."

Ruxion sangat terkejut mendengar perkataanku yang begitu spontan. Dia mencengkeram pundakku kasar.

"Apa yang kau katakan, hah?! Bagaimana kau bisa mengetahuinya?! Apa saja yang kau ketahui?!"

Matanya memerah penuh paksaan dan ambisi.

Benar, dia punya dendam yang belum terbalaskan. Jika tujuan kita sama, kenapa aku tidak ceritakan saja mengenai buku ini.

"Ruxion, sepertinya aku tau di mana itu."

~~~

Kami pergi ke suatu tempat. Tempat yang sangat berisik penuh dengan bulu berserakan.

'Peternakan?'

Ada banyak ayam dan angsa yang terkurung. Lalu, seseorang muncul dari balik salah satu jeruji kayu.

"Aaa?! Ruxion, kenapa kalian bergandengan tangan? Aku juga mau merasakan desiran darahnya. Lepaskan Alicia!"

Aku terhentak, ternyata sedari tadi Ruxion tidak melepaskanku.

"Bodoh! Kami ke sini karena dia bertingkah aneh."

"A-aku?"

Aku menunjuk diriku sendiri, kemudian Rafael memperhatikanku terlalu dekat.

"Hmm?"

"Dia tau keberadaan Amari," jelas Ruxion melebarkan manik kelabu Rafael.

"Tidak mungkin! Bagaimana itu bisa terjadi?"

Black Flower'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang