Hanya sepuluh tangkai yang kupetik. Kurasa itu cukup untuk vas kosong setinggi sepuluh senti. Namun, rasanya aku masih enggan kembali.
Aku mendongak, ribuan bintang di sana seperti lentera di atas hamparan mawar.
Aku juga mulai menyukai aroma ini. Aroma dominan mawar yang begitu kuat mengelilingi tubuhku, seolah juga ingin mengikat jiwaku.
"Seharusnya tidak akan hujan malam ini, bukan? Langit sangat cerah meskipun tanpa bulan."
"Apa yang sedang kau pikirkan, Alicia?"
Lamunanku buyar mendengar suara halus menyerupai bisikan mendayu di belakangku. Aku menoleh cepat.
"Rafael?!"
Mata kelabu itu pun tersenyum. Sangat khas seperti dirinya.
"Bulan tidak akan muncul hari ini tau ... karena sekarang masuk bulan baru," ucapnya.
Aku tertegun mendengar itu.
"O-oh, terima kasih sudah memberitahuku."
"Tidak masalah. Selain suka bermain dengan hewan ternak aku juga suka melihat langit. Mereka misterius bukan ... sama seperti kami yang hidup bersama kalian para bangsa manusia."
Aku tidak bisa menjawab. Aku tidak tahu harus menanggapinya seperti apa. Karakter Rafael sangat sulit dijelaskan dan didekati. Dia selalu terlihat seperti berada pada dunianya sendiri.
"He-hebat sekali, Rafael. Kau bisa menernak hewan sendiri. Luar biasa!"
Lebih baik aku tersenyum saja.
"Benar, 'kan? Aku selalu mengutamakan sumber makanan. Jika tidak ada darah hewan, Rui pasti akan menceramahiku sepanjang malam. Aku tidak suka mendengar suaranya."
Sekejap senang dan sekejap berubah malas.
"Eh? Kenapa?"
"Karena dia pemimpin keluarga kami," jawab Rafael malas.
'Ternyata di kehidupan Vampir juga sama. Dia yang memegang kekuasaan paling tinggi lah yang ditakuti.'
Rafael melirik keranjang mawarku. Entah mengapa aku merasa harus menyembunyikannya karena lirikan itu berbeda.
"Hei, Alicia, apa kau terluka terkena duri mereka?" menunjuk keranjang mawar lemas.
"Ti-tidak, aku tidak terkena durinya sama sekali."
"Benarkah? Biar kuperiksa."
Rafael memaksa mendekat dan aku menjauh.
"Tidak apa-apa, aku tidak terluka. Aku sangat hati-hati dan memetiknya dengan baik." senyumku menjadi kikuk.
"Apa kau masih membenciku? Padahal aku mencoba dekat denganmu. Apa kau tidak mau berteman dan mengenalku lebih dekat, Alicia? Aku sangat senang kau ada di sini. Kita bisa bermain sepanjang hari jika kau mau. Kemarilah, aku hanya ingin melihat kondisimu."
Kata-katanya semakin merujuk pada darah. Dia ingin menghisap darahku. Aku harus lari.
"Tidak!"
Aku pergi ke pintu belakang. Sebelum aku berlari kulihat Rafael tersenyum dengan tatapan mengerikan. Kemudian, dia tertawa pelan.
"Kenapa kau lari, Alicia? Kau ingin bermain kejar dan tangkap? Haha, baiklah kalau begitu aku akan menangkap mu. Bersiap-siaplah, Alicia."
Rafael gila, dia tertawa seiring mengejarku.
"Tidak, jangan kejar aku. Bukan itu maksudku."
Aku berlari ke ruang tengah dan meletakkan keranjang itu begitu saja, lalu kembali berlari sampai aku jatuh ke pelukan seseorang.
"Hah?! Rui?!"
Kacamatanya bersinar. Dia menatapku tajam dan melepaskan ku dari tubuhnya.
"Alicia, kau di mana? Aku bisa mencium aroma darahmu yang begitu lezat, ahahaha. Ayo melihat langit tanpa bulan lagi bersama-sama."
Tawanya lenyap ketika Rafael mendapatkan ku bersama Rui di ruang tengah.
"Ah? Rui? Kenapa kau di sini?" tanyanya malas tidak suka.
Rui menatapku sebelum menatap Rafael lebih tajam.
"Sudah kubilang berapa kali jangan coba-coba menghisap darah Alicia lagi. Sepertinya kau ingin melanggarnya, Rafael."
Nada tegasnya mampu memompa tekanan darahku. Dia memang sangat mendominasi. Inikah kekuatan tirani seorang Vampir di tingkat tertinggi.
Rafael berdecak, "Apa? Aku hanya bermain dengan Alicia. Melihat langit, bintang, dan mawar di halaman belakang. Benar, 'kan, Alicia." lalu, tersenyum padaku.
"A-ah? Umm!" Aku tersenyum manis membalasnya.
'Tenang, Alicia, tenangkan dirimu.'
Kulirik Rui yang mendesah pasrah akan Rafael.
'Dia sosok yang luar biasa.'
"Tapi aku menyerah. Alicia, kita bermain lagi besok malam. Sampai jumpa."
"Sa-sampai jumpa. Eh, di mana Rafael?"
Baru saja aku hampir membalas lambaian tangannya, Rafael sudah menghilang padahal tepat di depan mataku.
"Apa itu tipu sihir?"
Aku berkedip bingung menatap sekeliling mencari Rafael.
"Kau ... apa yang sedang kau lakukan?"
Tubuhku refleks mengejang kembali saat mendengar suara Rui.
"Eee, maaf, aku sedang memetik mawar untuk ruang tamu."
Kutunjuk keranjang mawar yang kuletakkan dan Rui mengambilnya.
"Mawar begitu halus dan lembut seperti langit malam. Mereka tidak pantas untuk ruang tamu."
"Apa?"
"Ikut denganku."
Terpaksa aku harus mengikutinya.
Ternyata dia membawaku ke sebuah balkon di lantai dua dan aku terkejut setengah mati. Tempat itu adalah surga. Ada banyak tanaman hias dan bunga yang bergelantungan dan merambat di sana.
"Tempat apa ini, Rui? Aku tidak percaya ada tempat sebagus ini di rumah Ruxion. Wah, indah sekali!"
Rui masih saja berekspresi datar.
"Letakkan bungamu di sana." dia menunjuk sebuah vas kosong.
"Apa kau yang menanam semua ini?" tanyaku sambil memasukkan setiap tangkai mawar ke dalam vas.
"Tidak, Ruxion yang melakukannya."
Aku terkejut lagi.
"Apa?! Ruxion?"
"Ya, secara ini adalah rumahnya."
'Be-benar juga. Tapi tetap saja aku tidak bisa membayangkan itu terjadi. Bagaimana mungkin orang bertemperamen buruk seperti dia bisa merawat bunga seperti ini.'
Rui memandangku terus membuatku salah tingkah.
"Jika masih ada pertanyaan tanyakan saja pada Ruxion. Aku sibuk. Permisi!"
"Terima kasih banyak, eh?"
Saat aku berbalik Rui sudah tidak ada. Kuhela napasku berat.
"Dia menghilang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Flower's
VampireTerjerat dalam cinta kegelapan dunia Vampir. Alicia Fexiber : "I told you to run! It's not a safe world anymore. Vampires will bite your life."