12. Action

22 2 0
                                    

"Kita mau ke mana?"

Pagi-pagi sekali Ruxion mengajakku pergi.

"Kau akan ikut denganku di konser hari ini."

"Kenapa aku harus mengikuti konsermu? Aku bukan penggemarmu."

"Ck, menyakitkan sekali mendengar itu dari orang yang memiliki darah selezat dirimu. Aku akan menjagamu di sana. Amari telah mengincarmu melalui Yuzi. Dia pasti akan menemuimu lagi."

Aku berhenti tanpa melepaskan tautan tangannya.

"Yuzi akan mendatangiku? Apa sebenarnya tujuan Amari?"

"Darahmu."

Tatapan tajam Ruxion membuatku menunduk.

"Aku tahu darahmu berbeda. Amari pasti juga merasakannya."

Langit cerah menarik semua perhatian Ruxion dengan mudah.

'Mengapa Ruxion dan Rafael suka melihat langit?' aku meneleng heran.

"Me-menakjubkan sekali. Kau benar-benar tidak terpengaruh dengan terik matahari," ucapku hati-hati berhasil mengembalikan Ruxion.

"Ck, jangan samakan aku dengan Vampir kelas rendah."

"A-apa?"

Ruxion tersenyum miring, "Rafael sudah memberitahumu, 'kan?"

"U-umm."

"Jadi aku adalah pangeran. Kau harus tunduk dan patuh padaku. Ayo!"

"Apa? Tapi bangsa kita berbeda. Ruxion, aku bisa jalan sendiri."

Makhluk satu ini benar-benar pemaksa. Bahkan menyuruhku untuk berpakaian serba hitam sesuai dengan ciri khas band miliknya.

'Konser? Aku tidak pernah tertarik dengan konser. Apa yang harus aku lakukan nanti?' pikiranku kacau.

Seperti yang ku harapan. Aku kacau balau sendirian di belakang panggung selama dua jam.

"Aaaaa, Ruxion!"

"Aaa, Black Flower, tolong pikat aku!"

"Lihat, lihat, dia menggigit bunga mawar merah!"

Sampai kapan aku harus terpaksa mendengarkan teriakan absurd mereka?!

Pukul sebelas dini hari di istana Black Flower's.

"Bagaimana konsernya?"

"Menyenangkan! Semua orang bersorak untukku. Aku adalah bintang dunia!" Ruxion merentangkan tangannya. Mata merah itu berlinang bintang.

"Aku tidak bertanya tentangmu, tetapi Amari."

"Ck, menyebalkan sekali! Dia tidak ada. Aku tidak mencium jejak aromanya yang busuk." Ruxion segera merubah ekspresinya menjadi serius.

"Kalau begitu sekarang giliranku untuk menjagamu."

"Eh?"

Rui menatapku tajam.

"Kami sudah sepakat untuk bergantian menjadi pelindungmu dari gangguan Amari. Kabari kami jika Yuzi menemuimu lagi," terang Ruxion seolah mengerti tanda tanya di dahiku.

"Tapi kenapa? Aku tidak perlu dijaga."

'Rasanya terlalu mengganjal. Siapa Amari? Seberapa kuat dan misterius dia hingga memakai Yuzi sebagai alatnya? Sebenarnya ada apa dengan darahku?'

"Karena kau spesial," kata Ruxion.

Itu tidak menjawab semua pertanyaanku.

'Aku tidak ingin mendengar jawaban yang tidak pasti lagi.'

Sayangnya aku tidak berada di pihak yang layak untuk mengutarakan pendapat.

'Bergiliran menjagaku? Sebenarnya ... kurasa mereka tidak jahat. Mereka lumayan baik, bukan?'

Wajahku memanas memikirkan kebaikan kecil yang kuterima melalui perlakuan ini.

Rui mengajakku ke ruangannya. Ternyata tidak jauh dari balkon lantai dua.

Saat kumasuki kamar Rui, mataku dibuka oleh deretan rak penuh buku bernuansa biru Moonlight. Sangat indah dan rapi mencerminkan si pemilik.

'Yang seperti ini apa pantas disebut Vampir? Bagiku Rui lebih mirip seorang presiden dari perusahaan besar daripada makhluk pemangsa darah.'

Aku berdiri melamun di bagian rak Astronomi.

"Apa ada yang mengganggu pikiranmu?"

"Eh?"

Suara dingin nan dalam Rui mengejutkanku.

"Akan ku ceritakan sepenggal kisah tentang Amari."

Kedua alisku terangkat karena dia bisa menebak apa yang kupikirkan.

"Ru-Rui?"

"Jika kau bersedia membantuku mengurus keuangan ini akan ku ceritakan semuanya."

Menunjuk sebuah buku besar di meja. Tatapannya tajam di balik kilauan kacamata yang bercahaya.

'Gi-gigi taringnya muncul. Ini pertama kali aku melihat taringnya jadi terasa mengerikan. Apa Rui akan menggigitku?'

Rasanya tidak mungkin. Sejauh ini dia yang paling menolak darahku untuk keluar.

"Ba-baiklah, akan kucoba."

Takut-takut kubuka lembaran buku besar itu dan menarik senyumku.

"Wah, rapi sekali! Apa semua ini kau yang mengerjakan?"

Tatapan Rui sedikit melonggar.

"Siapa lagi? Ruxion hanya bocah liar yang sembarangan dan Rafael selalu sibuk dengan ternak-ternaknya, jadi aku yang memimpin bisnis keluarga."

Kulirik Rui diam-diam.

'Apa ... tadi dia baru saja tersenyum?'

Meskipun tipis aku bisa merasakannya.

"Bisnis kalian bergerak di bidang apa?"

"Konstruksi."

"Luar biasa sekali, ya. Apa itu semacam tirai untuk menutupi identitas kalian?"

"Tepat sekali!"

'Menakjubkan! Semua laba yang dihasilkan sangat besar. Bahkan manusia tidak bisa bekerja lebih baik dari ini. Mereka jenius!'

"Kalian hebat sekali! Kalian bekerja lebih keras dari yang lain." senyumku tak bisa tercerai, tetapi di lubuk hatiku sedikit membiru.

'Sedangkan aku yang hanya siswa biasa yang bergantung pada beasiswa.'

"Kerjakan di bagian terakhir."

"Ba-baik!"

Suara Rui menyadarkanku. Dia terus menatapku intens.

Jika aku gagal, hukuman pasti akan menanti, dan jika aku menang Rui akan menceritakan semuanya tentang Amari. Aku harus memenangkan taruhan ini.

Setiap kali kugoreskan pena di atas kertas serasa menggores wajahku sendiri di depan intimidasi Rui. Dan pada akhirnya selesai.

"Kau gagal."

"Apa?!"

"Jumlah pendapatan yang kau hitung kurang dari nilai yang kami terima. Kau mengkorupsi satu angka." Rui melirikku.

"Apa? Tidak mungkin! Aku sudah menghitungnya berkali-kali."

Naas, Rui telah menutup bukunya.

"Saatnya hukuman!"

"Ja-jangan, Rui! Kau akan menggigitku?"

Dia terus mendekat, memojokkan ku ke rak, melepas kacamatanya dan matanya memerah. Aku terpeleset menabrak rak sampai suaraku tercekat.

Napasku memburu dan jarak kita tinggal selangkah hingga dia berlutut di depanku dan menarik kepalaku. Dahi kita saling menempel dan dia mulai bicara.

"Tahan saja."

"Argh!"

Black Flower'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang