39. The End

20 0 0
                                    

Pedang tulang pergi ke pohon dan bersemayam di dalamnya. Tidak lama lagi gerhana akan lewat. Bulan akan kembali ke wujud semula. Lalu, pohon itu terbelah menjadi dua dan menampakkan seseorang sedang tidur di sana.

"Ayah!"

"Paman!"

Ruxion segera berlari menyangga sosok itu agar tidak jatuh ke tanah. Rui dan Rafael segera menyusulnya bahkan Rafael meninggalkan peti matinya.

Diriku sebagai Alicia tersentak.

'Jadi dia lah sang raja.'

Aku ingat betul bagaimana kondisi pemimpin para Vampir di bawah kaki Levi. Kuhampiri mereka tanpa menampakkan kakiku.

Peti mati Rafael terbuka. Paman pandai besi itu terdiam kaku di dalam dengan mata terbuka. Sepertinya dia melihat segalanya dan tidak bisa mengatakan apa-apa.

Wajah sendu Ruxion dan tangan dingin itu membelai wajah yang telah tidak bernyawa selama ratusan tahun. Dia menangis. Aku tidak bisa menutupi hal itu.

Ini perpisahan yang terlalu lama dan juga reuni yang menyakitkan. Bagaimana aku harus bersikap. Bagaimana aku harus menenangkan mereka.

Pertama kalinya kulihat raut Ruxion melemah. Dia tidak terlihat seperti Vampir ataupun idol terkenal, dia hanya manusia biasa, laki-laki yang rapuh atas kepergian seseorang yang dia cintai.

Ratusan tahun itu bukan waktu yang lama dan Amari menyembunyikan jasad ayah Ruxion di dalam pohon bersama jantungnya yang hanya bisa muncul kala bulan menjadi merah.

"Mengapa Amari berbohong bahwa raja masih hidup?" aku menunduk turut berduka cita.

"Karena dia tau sukma raja tidak berada pada paman. Jadi dia membunuhnya," kata Rafael dengan air mata yang terus mengalir tanpa suara.

"Kebohongannya hanya untuk memancing amarah Ruxion," lanjut Rui mengusap sedikit air di balik kacamatanya.

"Artinya Sukma itu benar-benar ada padamu?"

Ruxion meletakkan ayahnya perlahan sambil mengangguk.

"Pinjamkan peti matimu." titahnya pada Rafael.

Dalam sekejap sebuah peti mati yang baru muncul dan Ruxion meletakkan tubuh ayahnya di sana.

"Dendam ini ... sudah terbalas."

Ruxion menatap bulan. Sinar merah penuh kegelapan itu seketika menghilang pelan-pelan dan gerhana bulan merah telah pergi, sinar bulan purnama kembali menyinari bumi dengan cahaya malam yang menghipnotis setiap mata.

Gigi taring dan mata merah mereka ditenangkan seiring gerhana lenyap. Pohon aneh tersebut juga lenyap. Lalu, peti mati Yuzi muncul kembali.

Aku pun menangkan diriku lebih dari siapapun dan merubah wujudku menjadi Alicia, diriku yang sebenarnya.

"Yuzi!"

Kuhampiri jasad temanku, tapi aku tidak bisa menangis lagi. Aku tersenyum tubuhnya masih utuh. Dia tetap cantik dalam seragam sekolah.

"Kau aman sekarang."

Tidak akan ada lagi siapapun yang menggunakanmu. Kututup peti tersebut dengan wajah sedih.

Aku tahu, sesuatu yang besar hanya bisa didapatkan dengan pengorbanan. Baik itu untuk para Vampir ataupun manusia. Dan satu-satunya manusia selain aku yang menyaksikan semua ini adalah paman pandai besi. Dia saksi mata yang hidup.

Mereka bertiga mendekatiku dan terduduk luruh menundukkan kepala.

"Alicia, kami berhutang budi padamu."

Kata mereka serentak.

"A-apa?"

"Kau berhasil membawa kembali cahaya bangsa Vampir," kata Rui sebagai pemimpin keluarga mereka.

Aku menghela napas berat.

"Kumohon angkat kepala kalian. Ini sudah menjadi takdir yang seharusnya."

Mereka pun berdiri memandangku penuh arti.

'Tentu saja, setelah semua kelelahan ini. Aku memahami semua perasaannya.'

Kulirik peti tempat beristirahat sang raja.

"Sekarang bagaimana?"

Mereka terdiam.

"Bangsa Vampir harus memiliki pemimpin yang baru. Kerajaan kalian perlu dipulihkan kembali."

"Tentu saja Ruxion akan mengambil alih tugas itu. Dia juga yang memegang sukma raja terdahulu," jawab Rui.

Ruxion memalingkan wajahnya.

"Tapi tidak ada lagi Vampir yang tersisa. Hanya kami bertiga."

Nadanya serendah pandangannya.

"Tidak semuanya."

Namun, paman pandai besi menarik perhatian kami.

Perlahan dia keluar dari peti dengan langkah gemetar. Walau matanya mengatakan rasa takut yang teramat dalam dia tetap berani bicara.

"Aku tau di mana keberadaan mereka."

Ruxion dan kami bertiga saling pandang. Ini adalah era baru.

Untuk terakhir kalinya kami seolah tak ingin meninggalkan bulan purnama terbesar dan indah ini dari jurang tak berdasar.

~~~

Perang pun berakhir. Yuzi dimakamkan dengan baik. Teror yang menyebar akibat ulah Vampir sudah terkikis hilang seiring berjalannya waktu. Lalu, ayahnya Ruxion berada di tempat yang seharusnya bersama makam para pemimpin Vampir.

Pandai besi itu menunjukkan kami tempat di mana para Vampir yang melindungi diri dari kecaman Amari. Dia mengetahuinya dari Levi. Ternyata mereka berpencar di berbagai daerah sehingga Ruxion mengumpulkan mereka menjadi satu di istana Black Flower's.

Rumah Ruxion ramai penuh Vampir sekarang. Mereka semua menolak otoritas Amari. Mereka juga tidak mengonsumsi darah manusia dan mendukung kejayaan kerajaan Vampir kembali.

Mereka mengejariku karena aku sebagai Eve. Ada kalanya aku harus berubah menjadi Eve dan menyapa mereka semua. Sekarang aku tahu bagaimana rasanya menjadi terkenal.

"Di mana Ruxion?"

Seharusnya sekarang acara penobatannya sebagai pemimpin yang baru. Namun, dia menghilang.

Rui tersenyum sembari membenarkan sarung tangannya.

"Kau penasaran?"

"Tentu saja."

"Dia sedang mengambil sukma."

"Apa?" Aku melotot.

Rafael tiba-tiba memegang tanganku.

"Mau ikut?"

Dahiku berkerut bingung.

'Memangnya di mana sukma itu?'

Mereka menuntunku ke kamar Ruxion.

"Tentu saja ada di dalam Black Flower."

Lalu, mendorongku masuk dan kemudian mengunci pintu dari luar.

"Hei, hei, keluarkan aku! Kenapa kalian mengunci pintunya?!"

Kupukul-pukul pintu itu tapi tidak ada sahutan. Lantas aku berbalik dan Ruxion sedang duduk tersenyum di tepi ranjangnya.

Kutelan ludahku susah payah dan mataku bergerak-gerak ke segala arah walau terikat pada satu hal.

'Atmosfer apa ini?'

Black Flower'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang