"Lagi! Lagi! Aku ingin merasakannya lebih dan lebih dari sekadar panas yang terus bergejolak. Alicia, beri aku kenikmatan tiada batas atas kesengsaraan yang kau miliki. Nikmati kepedihan dalam hidupmu. Ingat-ingat kembali rasa sakit masa kelam yang merenggut hidupmu. Bagus! Aku bisa merasakan desiran darahmu yang bertambah lebih deras dari hujan."
Petir menyambar tepat setelah Ruxion berkata.
'Apa? Sejak kapan langit tertutup mendung?'
Aku terpejam menahan taring Ruxion yang terus menancap di pundak.
Namun, aku bisa merasakannya. Cahaya bulan sudah tak terlihat. Petir semakin bergerilya menghujam malam, dan Ruxion melepaskan gigitannya.
Mataku terbuka, napasku terengah, dia yang kulihat justru menatap awan gelap.
"Alicia..."
Mata yang serius.
Pelukannya semakin erat merengkuhku lebih dalam.
"Mulai sekarang dan di masa depan kau adalah milikku."
Jantungku berdebar.
'Bagaimana ini? Pikiranku hampir meledak. Tidak, Alicia, jangan berpikir bodoh. Aku hanya alat baginya, tidak lebih dari itu.'
Namun, kenapa hatiku terasa nyaman di dekatnya?
'Ini aneh.'
Cuaca tidak bisa ditebak. Ini salah satu takdir yang sebenarnya.
Duduk di pangkuan Ruxion menyaksikan hujan yang sama seolah menghitung setiap air berjatuhan.
Tangannya tidak melepaskanku. Aku tidak merasakan dingin sekali. Ini hangat. Jika posisi kita dilihat Rui dan Rafael, pasti akan sangat memalukan.
Petir semakin mencambuk tanpa arah, kilatannya mungkin bisa membutakan mata.
"Ruxion, boleh aku bertanya?"
"Hmm."
Dia berkedip.
"Kenapa kalian suka menatap bulan?"
"Di sana ... Kekuatan kami berlipat ganda saat terkena cahaya bulan. Bagaimanapun juga kami tetap makhluk malam yang mampu bertahan di bawah sinar matahari," jawabnya tenang.
'Begitu rupanya. Mungkin hal yang sama juga terjadi pada pedang tulang.'
"Karena itu kalian berperang saat bulan purnama? Tapi nanti akan terjadi gerhana bulan. Apa kekuatan kalian akan melemah?"
Ruxion mengangguk. Aku sedikit khawatir nantinya, tetapi dia tersenyum miring seolah memilih rencana.
"Tapi sekarang situasinya berbeda. Aku memilikimu. Karena itu cepatlah berubah menjadi Eve dan bantu aku membalaskan dendam."
Pembicaraan ini semakin berat.
"Hujannya semakin deras. Aku kedinginan."
Wajahku terasa ketat karena hawa dingin menusukku tajam.
Ruxion menunduk, "Kalau begitu biarkan aku menghangatkan mu."
"Uummhh?!"
Sesuatu yang dingin menyentuhku.
'Bohong! Ruxion menciumku!'
Dia melumat bibirku lembut selembut nyanyian hujan yang deras. Ini dingin, tetapi hangat, dan aku terhipnotis menembus alam sadar. Yang aku dengar hanyalah hujan yang terus menyala.
~~~
Sekolah tutup dan dibatasi garis polisi. Tidak ada siapapun yang boleh melintas di sana. Sepertinya kasus ini akan panjang. Bagi polisi mereka tidak akan percaya jika itu adalah ulah Vampir.
Mereka sengaja melakukan itu untuk menakutiku.
Aku sudah hampir dekat dengan Eve. Jika aku benar-benar dapat berubah menjadi Eve, aku pasti bisa melindungi semuanya.
Saat ini kurasakan seluruh dunia berada di tanganku. Jika aku tidak menggenggamnya erat, dunia pasti akan hancur.
Manusia, tidak akan selamat lagi dari kecaman Vampir.
"Hei, pergilah! Jangan datang kemari kalau tidak punya uang!"
Embun masih menetes dari dedaunan. Aroma sisa hujan semalam juga masih ada. Bagaimana mungkin aku bisa melupakan kejadian tadi malam. Aku tidak bisa menghadapi Ruxion sekarang.
'Maafkan aku, Ruxion. Aku pergi tanpa pamit. Ada yang harus kulakukan.'
Meskipun euforia dipenuhi air, aroma besi yang ditempa tercium begitu pekat. Setiap pukulannya berdengung bagai genderang perang.
Aku menghampiri pandai besi itu. Dia baru saja mengusir seseorang yang juga ingin memperbaiki sesuatu.
"Permisi, Paman. Bisakah kau memperkuat pedang ini?"
"Ah, pergilah! Kau gadis kecil mana mungkin punya uang. Tanpa uang aku tidak menerima apapun!"
Dia sangat marah.
"Aku punya uang."
Kutunjukkan dompetku yang berisi beberapa lembar uang. Seketika pandai besi itu terdiam dan terbelalak melihatnya.
'Untung Ruxion memberikan beberapa uang sekolah padaku.'
"Woah, haha, kau orang kaya rupanya. Ah, jangan sungkan-sungkan, silahkan duduk. Pedang mana yang mau kau perbaiki? Aku sangat ahli dalam menempa besi."
Orang itu tertawa ramah. Aku pun duduk mengikutinya lalu kutunjukkan pedang tulang yang kubungkus rapi dengan kain.
"Ini!"
Orang itu terkejut sesaat. Lalu menatapku dengan tatapan yang tak bisa dibaca.
"Percayalah padaku ini sebuah pedang. Apa kau punya solusi untuk memperkuatnya seperti besi? Seperti pedang pada umumnya."
Orang itu menghela napas panjang dan melanjutkan pekerjaannya.
"Nona, meskipun terlihat mirip seperti pedang, pedangmu tetaplah sebuah tulang. Dia tidak bisa dijadikan besi ataupun emas permata."
Suara pukulan palu dan besi mendengungkan telingaku.
"Kumohon lakukanlah sesuatu. Aku sangat membutuhkannya."
Pandai besi itu melirikku.
"Kau sangat terburu-buru. Kau tidak bisa merubah takdir sebatang kayu menjadi sebongkah permata, Nona."
Sindiran yang bagus, tapi aku yakin pandai besi ini bisa melakukan sesuatu.
"Kumohon, paling tidak ada hal yang membuatnya tidak serapuh tulang bukan? Jika ini kuat, itu sudah cukup."
Dia otomatis berbalik dan melihat pedang tulang lagi. Keningnya berkerut, tatapannya cukup diam dan lama.
"Dari mana kau dapatkannya?"
"I-ini dari temanku."
'Oh, mendadak aku resah. Apa aku akan dalam bahaya?'
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Flower's
VampireTerjerat dalam cinta kegelapan dunia Vampir. Alicia Fexiber : "I told you to run! It's not a safe world anymore. Vampires will bite your life."