3. Istana Kediaman Vampir

103 8 0
                                    

"A-apa yang kau katakan?" pekikku sedikit menajam.

"Kau sungguh tinggal di ..."

Sebelah alisnya terangkat sambil menunjuk rumahku yang sudah usang.

Aku segera berlari ke depan pintu untuk melindungi rumahku.

"Ja-jangan mendekat!"

Ruxion terkejut karena aku membentaknya.

"Kumohon pergilah," dan suaraku kembali lirih.

'Sepertinya aku tidak punya keberanian untuk menghadapi orang ini.'

"Hei, kau anak berprestasi yang selalu menyandang gelar ranking A, 'kan, Alicia Fexiber? Para fans ku sering membicarakanmu. Kenapa tinggal di rongsokan seperti ini?" nadanya meremehkan.

"Ro-rongsokan? Rumahku bukan rongsokan. Tolong jauhi aku!"

Aku mencoba memutar engsel pintu, tetapi Ruxion menarik ku ke dekapannya.

"Ikutlah ke rumahku. Kau akan nyaman di sana."

Aku tersentak dan segera melepaskan diri.

"Kau pembunuh! Lebih baik aku menderita seumur hidup daripada harus tinggal bersama Vampir sepertimu."

'Apa yang dia bicarakan?'

Aku syok Ruxion berniat mengundangku. Namun, mata merah itu terlihat begitu serius.

"Ck, dasar keras kepala. Kau akan lebih baik di sana." Ruxion berdecak.

"Pergilah, Ruxion, atau aku akan menangis."

Tidak kuduga air mata akan benar-benar keluar dari pelupuk mataku hingga isak tangis pun terdengar pilu. 

"Ck, aku benci air mata."

Meskipun itu yang dia katakan, raut wajahnya seolah berkata sebaliknya.

"Huft, apa boleh buat."

Ruxion menjentikkan jari dan seketika rumahku terbakar api.

"Tidaaakkk! Rumahku!"

Aku panik mencari air, tetapi tidak ada sumber air. Kobaran api semakin meluas dan melahap segalanya hingga hancur tepat di depan mataku.

"Kau jahat! Kenapa membakar rumahku?!"

"Rongsokan itu mengganggu. Sekarang sudah beres." Ruxion tersenyum lebar.

Seluruh tubuhku bergerak mundur.

'Aku tidak menyangka ada orang seperti dia. Kekuatannya digunakan untuk menindas yang lemah?!'

"Sekarang ikutlah denganku!" Ruxion menarik tanganku lagi secara paksa.

Kobaran api itu masih begitu jelas di mataku bahkan ketika aku pergi.

Kini bagaimana aku harus menghadapi jalan ini. Ruxion tersenyum bahagia tanpa menyembunyikan taringnya.

"Semua sudah kusingkirkan jadi tidak ada alasan lagi untuk menolak, dasar Kecoa Kecil!"

"Berhenti memanggilku Kecoa Kecil. Aku punya nama." aku berpaling dari wajahnya.

"Kecoa Kecil lebih baik daripada Alicia Fexiber. Kau mirip dengannya. Kecil, pengecut, dan jelek. Jangan mencoba mengaturku, Kecoa Kecil." Ruxion menatapku aneh.

'Apa?!'

Keningku berkedut kencang. Sikapnya begitu arogan.

Langit semakin menghitam dan angin kian membekukan udara.

Namun, kurasakan tangan Ruxion jauh lebih dingin dan pucat seputih salju.

'Dia memiliki kekuatan supranatural, bahkan mampu hidup di bawah sinar matahari. Tidak sama seperti Vampir dalam bayanganku ataupun imajinasi dari buku. Ruxion ... dia dingin sekali.'

Pikiranku melayang.

~~~

"Eh? Di mana aku?"

Tiba-tiba kami sudah berpindah tempat.

Kupandangi sekeliling, rupanya aku berdiri di tengah-tengah ruangan raksasa nan megah.

Aroma mawar menyeruak ke segala penjuru. Ini harum yang sama seperti Ruxion.

Dinding-dinding itu berornamen emas juga karpet semerah darah. Namun, mengapa begitu gelap, padahal ada banyak lampu menyerupai lilin yang menyala di setiap sisi.

'Istana?'

"Selamat datang di rumahku, Kecoa Kecil. Kau terkejut?" Ruxion tersenyum akan kekagumanku.

Aku terbelalak, "Ini ... rumahmu?"

"Aku penyanyi terkenal jika kau lupa." dengan bangga mengangkat kepalanya.

'Ru-Ruxion mudah sekali besar kepala,' batinku.

"Kau tinggal sendirian di rumah sebesar ini?"

Ruxion mengangguk.

"Lalu, orang tuamu?"

Dia berdecak.

"Berisik! Itu kamarmu. Aku pergi dulu."

Dia berbalik hendak keluar setelah menunjuk salah satu ruangan dari sekian banyaknya pintu.

"Tunggu, Ruxion!" entah mengapa aku merasa takut.

Ruxion menghentikan langkahnya.

"Aku akan kembali nanti malam. Jangan merusak apapun di rumahku. Mengerti?"

"O-oh!"

Kemudian dia pergi tanpa menoleh dan pintu pun tertutup dengan sendirinya.

Mataku terpaku memandangi pintu itu.

"Rasanya seperti ... aku penghuni baru di sini."

Apa begitu caranya mengucapkan selamat datang.

Semakin dilihat rumah ini semakin mengerikan. Aku bisa merasakan hawa kehadiran Ruxion mendominasi begitu kuat.

'Istana ini ... dingin dan panas. Aku tidak bisa menggambarkannya. Layaknya pisau es yang dibakar di atas bara api.'

Lalu, entah mengapa hatiku tergerak menuju kamar yang diberikan Ruxion, padahal seharusnya ini kesempatan emas untuk melarikan diri.

Di luar dugaan, semua barang-barangku tergeletak di atas ranjang.

"Astaga! Bagaimana bisa?!"

Sekarang aku tidak bisa mengetahui maksud Ruxion yang sebenarnya. Dia ingin membunuhku atau menipuku supaya tinggal bersamanya.

'Apa Ruxion memakai trik kecilnya lagi untuk memindahkan semua ini sebelum membakar rumahku?' dan dia berhasil membuatku sedikit gelisah.

"Ponselku!"

Dari sekian banyaknya benda hanya ponsel yang kuraih. Tidak ada jalan lain, mungkin aku bisa meminta bantuan dari sana.

"Halo? Halo, kantor polisi? Tolong aku! Aku butuh ban..."

"Hmm, siapa yang beraroma manis dan kuat ini? Aromanya sangat menyengat sampai tenggorokanku kering."

Prakk!

Ponselku terjatuh.

Aku mendengar seseorang dengan suara lambat, tak bertenaga, dan sangat mendayu.

'Siapa? Siapa di sana?'

Black Flower'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang