Keesokan harinya berita kematian Yuzi tersebar. Mereka bilang Yuzi meninggal karena kecelakaan.
'Tidak, ini salah!'
Aku tahu tidak mungkin bila kebenarannya terungkap.
Aku segera mencari Ruxion di kelasnya, tetapi tidak ada dan ternyata laki-laki itu sedang menghibur para gadis di Ruang Kelas Seni.
"Ruxion!"
Pekikku mengudara membuyarkan keramaian.
'Oh, tidak, mereka menatapku dengan tatapan membunuh.'
Gadis-gadis yang marah itu mengerikan dan aku berdiri kikuk di ambang pintu.
Ruxion membuka silangan kakinya dan menghampiriku.
"Oh, ya? Apa mataku sudah rabun? Siapa yang datang ini, hah?"
Pergerakannya membuat semua orang bingung.
Aku agak panik ketika dia berdiri tepat di depanku.
"Yu-Yuzi ... Yuzi dia ..." bisikku terbata-bata. Seketika Ruxion menarikku.
"Ikut aku!"
"Ahh, Ruxion mau ke mana?"
"Kita masih belum selesai bicara."
"Tunggu aku, Bunga Hitamku!"
"Ayo bermain dengan kami, Black Flower yang tampan. Pikat kami dengan keindahan dari kegelapan suaramu."
Aku terengah di tengah jalan. Kulihat ke belakang ada beberapa siswi penggemar Ruxion sedang mengejar kami. Mereka mengira kami sedang bermain.
"Ba-bahaya, Ruxion! Para fans-mu mengejarmu." pekikku, tapi Ruxion justru tersenyum smirk.
"Itu karena mereka menyayangiku."
Aku melongo.
'Jawaban macam apa itu. Dia tidak khawatir jika rahasianya terbongkar?'
Kami berhenti di halaman belakang dekat gudang sekolah dan aku tidak mendengar suara langkah kaki mereka lagi. Apa mereka sudah menyerah."Bicaralah, aku memasang dinding penghalang. Anggap saja seperti cermin yang berkamuflase menjadi udara. Mereka tidak akan melihat atau mendengarkan kita." Ruxion dengan enteng melipat tangan ke dada.
Aku sedikit gagal fokus, tetapi itu segera berlalu.
"Yuzi ... beritanya sudah tersebar. Kau mendengarnya?"
Ruxion berdecak.
"Tapi mereka memalsukan alasan kematiannya. Temanku yang menjadi korban bahkan setelahnya masih dijadikan kebohongan. Perlakuan keji ini tidak bisa ku terima. Ini tidak adil untuknya."
"Ck, begitulah kalian para manusia. Selalu bertindak bodoh tanpa memiliki hati nurani. Kau sendiri sudah menyadari betapa kejinya kalian." Ruxion mengatakannya begitu dalam.
"Setidak suka itukah kau pada manusia?" matanya mengatakan lebih dari apa yang dia katakan.
"Berisik! Lalu apa? Kau mau bilang pada dunia kalau dia mati karena digigit Vampir begitu? Kau akan dicap sebagai orang gila." Ruxion mengerutkan kening.
"Bu-bukan begitu maksudku." Aku sedikit takut.
Lalu, kepalaku luruh.
"Jasadnya belum ditemukan. Dia tidak dikebumikan dengan benar dan aku malah bergaul dengan pembunuhnya. Aku teman yang buruk sekali!" aku hampir ingin menangis.
Ruxion menatapku tajam seiring aku terus menunduk.
"Ini kebetulan sekali. Karena tubuhnya tidak ditemukan, pasti dia ada dengan orang itu."
Ucapan halusnya sontak membuatku mendongak.
"Apa maksudmu?"
Ruxion mencebikkan bibirnya lagi.
"Kau ... kurasa akan semakin dihantui oleh rasa takut sehingga tidak ada tempat untuk berlari."
Ruxion tersenyum terlepas dari serius.
"Ngomong-ngomong aku haus. Cepat berikan darahmu."
"Aahh!"
Ruxion mendorongku ke dinding gudang dan mengikat tanganku ke atas dengan tangan kirinya. Situasinya berubah begitu cepat.
"Lepaskan aku! Aku masih anemia."
Senyum Ruxion semakin antusias melihat wajahku yang ketakutan."Kau pikir aku peduli?"
Dia membuka taringnya dan menggigit leherku. Aku mengerang kesakitan dan aku merasakan dia sedang tersenyum di tengah hisapannya.
"Kau panas sekali!"
Ruxion melepaskannya beberapa detik hanya untuk mengatakan hal itu.
Mataku terpejam, darahku mengalir seiring dia bermain dan melepaskannya lagi sambil tersenyum lebih.
"Apa ini? Kau ternyata gadis yang tidak tau diri. Apa bersamaku membuatmu bersemangat? Semakin lama darahmu semakin panas bersama seluruh tubuhmu. Asalkan ada taring yang menembus kulitmu kau langsung bereaksi. Aku suka ini, tapi aku lebih suka jika kau kesakitan dan menderita."
"Aarrgghh!"
Dia turun ke bawah menggigit dada bagian atas.
Perilakunya membuktikan bahwa ucapannya benar, dia mengabulkan keinginannya sendiri untuk membuatku merasa lebih kesakitan. Taring itu menancap lebih dalam.
"Ruxion ... hentikan. Aku bisa pingsan," lirihku.
"Yang benar saja? Semakin kau sakit semakin aku menginginkan darahmu." suaranya begitu parau.
Dia berganti lagi menggigit pundakku.
"Kumohon ... aku sudah tidak kuat."Suaraku semakin menipis, tapi Ruxion masih tidak mau peduli, hingga pada akhirnya kepalaku terasa berat dan aku ambruk tak sadarkan diri di pelukannya.
"Ck, gadis yang benar-benar merepotkan. Tapi darahnya ..." Ruxion diam dalam keheningan.
~~~
Aku melenguh merasakan sakit di sekujur tubuhku.
"Di mana aku?"
"Di kamarmu, bodoh."
Aku tersentak karena Ruxion duduk di tepi ranjang sambil tersenyum.
"Ruxion?"
Aku ingat sekarang. Leher dan pundakku terasa sakit. Bahkan bekas lukanya masih ada.
"Jam berapa sekarang? Bagaimana dengan sekolah?" aku berusaha mencari Handphone dan Ruxion terlihat tidak suka.
"Sekarang prioritas mu adalah aku, bukan sekolah. Ingat duniamu sudah berubah, Kecoa Kecil. Kau hanya berhak memikirkan aku."
Dia marah lagi. Aku harus menurutinya jika ingin dia tenang.
"Oh, iya, kenapa kau di sini?"
Aku sudah waspada jika dia akan mengambil darahku lagi. Ternyata aku salah. Dia justru tersenyum.
"Ambil ini. Manusia lemah sepertimu perlu obat dan gula untuk menambah darah. Akan merepotkanku jika kau sakit. Kau tidak akan berguna lagi bagiku jika kau mati."
Dia melempar sekotak obat dan sekotak gula batu padaku.
"Te-terima kasih banyak."
Kupandangi kedua benda itu.
'Apakah dia peduli padaku?'
Sepertinya Ruxion memang lumayan memperhatikanku, meskipun ucapannya sangat kasar.
"Oh, Ruxion, aku ingin bertanya tentang taman kecil di balkon. Ah, dia sudah menghilang."
Perginya terlalu cepat. Ini pertama kalinya aku membolos di jam sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Flower's
VampireTerjerat dalam cinta kegelapan dunia Vampir. Alicia Fexiber : "I told you to run! It's not a safe world anymore. Vampires will bite your life."