Akhir pekan adalah hari tenang dimana Esha menikmati harinya bersama keluarga. Dan setiap akhir pekan sepeti itu anggota keluarga Edmund tidak akan membicarakan tentang apapun yang berkaitan dengan pekerjaan.
" Esha, jadi gimana tentang aspri mu?" Darius memulai pembicaraan, mereka tengah berada di teras samping rumah yang menghadap ke kolam renang.
" Oke Dad, dia cepet tanggap dan kayaknya nggak mudah buat tergoda oleh hal apapun. Cukup menyenangkan sih," jawab Esha dengan cepat. Memang benar, selama sekitaran seminggu lebih ini, Esha puas dengan kinerja Janu.
" Baguslah kalau gitu, Abang harap dia juga cekatan kalau ada mantanmu yang mau deketin kamu lagi atau pria brengsek lainnya. Huuh, ngeselin sih mereka sumpah. Kamu juga Sha, Abang mau beresin tapi kata kamu nggak boleh."
Ekhtan, putra sulung Darius dan Cilla itu terlihat memberengut setelah mengatakan apa yang hatinya rasakan. Esha memang tidak ingin kakak lelakinya ikut campur, karena baginya ini cukup dikerjakan sendiri.
" Hahaha, Abang tenang aja. Aku nggak bakalan kepincut lagi sama muka-muka model begitu."
" Yakin Sha, awas ya kalau kejadian lagi."
" Mooom ..... "
Semua orang tertawa. Cilla yang baru keluar dari dapur sambil membawa camilan yang berupa smoothies itu langung berbicara demikian yang bermakna seolah-olah dia tidak percaya dengan putrinya. Jika diingat-ingat, sebenarnya Cilla dan Darius juga bukan tipe orang yang menilai orang lain dari wajahnya lebih dulu. Tapi entah mengapa putri bungsu mereka bisa seperti itu.
Hari itu mereka habiskan dengan saling bercerita dan bercanda. Tapi sama sekali pembahasan perihal mantan tidak pernah mencuat. Darius, Cilla dan Ekthan sudah cukup paham bagaimana sakit hatinya Esha yang selalu mendapat berkali-kali pengkhianatan. Jadi mereka tidak ingin menambah beban hati Esha dengan bertanya perihal para mantan itu. Walaupun sebenarnya mereka selalu mendapat laporan mengenai pergerakan buaya-buaya darat tersebut.
Artan yang tidak sengaja bertemu di tempat makan, Remi yang mendatangi perusahaan meskipun baru sampai di parkiran, hingga Ferdy yang mengunjungi kediaman Edmund ketika hanya ada Esha di rumah. Semua itu tentu sampai ke telinga Darius, Cilla dan Ekthan. Tapi melihat bagaimana Janu menghadapi dengan sangat baik, maka mereka pun tidak perlu mengonfirmasi kepada Esha dan khawatir yang berlebih.
Jadi sebuah kesimpulan yang mereka ambil adalah, untuk sejauh ini meletakkan Janu di sisi Esha adalah keputusan yang sangat tepat. Karena Esha terlihat nyaman dengan adanya seseorang di sisi nya.
Pagi menjadi siang dan siang berganti dengan malam. Esha tengah berada di kamarnya. Menikmati kesendiriannya kembali dan hatinya yang sepi. Ia tergugu dan juga termangu degan kejadian yang selama ini dialaminya. Ini adalah sisi yang tidak ia perlihatkan oleh Esha kepada keluarganya.
" Haaah, kenapa sih cowok yang aku temui semuanya brengsek. Nggak ada satu pun yang beneran tulus. Padahal aku udah sangat tulus buat sayang dan cinta ke mereka."
Usia 27 tahun yang dimiliki Esha rupanya tidak menjadi patokan dalam kedewasaan sebuah hati atau dalam menghadapi rasa patah hatinya. Bagaimanapun Esha hanyalah wanita biasa yang bisa merasakan sakit jika dikhianati dan saat ini dia hanya sekedar meluapkan apa yang dirasakannya.
Meskipun kadang di mulut Esha berkata bahwa semua akan baik-baik saja, tapi tentu tidak dengan hatinya. Hatinya terlampau sakit dan ingin ia keluarkan. Namun dia hanya bisa melakukannya sendiri.
Drtzzz
Ponsel Esha berbunyi, ia mengerutkan kedua alisnya ketika melihat ke layar ponsel. Rupanya itu dari salah satu mantannya yang bernama Ferdy. Esha hanya membuang nafasnya kasar tanpa menyentuh ponselnya sama sekali.
" Duda sialan!" umpatnya kasar.
Drtzzz
Kembali lagi ponselnya berbunyi, kali ini dari Artan. Tentu saja Esha tidak akan menjawab panggilan itu. Terlebih Artan kemarin dengan terang-terangan menghina Janu di depan umum. Tampak jelas bahwa pria itu tidak berubah sama sekali.
" Ini kalau habis ini ada lagi dari Remi, fix mereka beneran sampah. Bisa-bisanya ganti-gantian buah nelpon ke sini."
Dan benar saja, belum lama Esha selesai dengan ucapannya, nama Remi sudah menghiasi layar ponselnya. Esha merasa gemas, ia ingin sekali melempar ponselnya itu sekarang juga. Tapi ia cukup bisa mengatur rasa kesalnya itu dan tidak sampai melemparkannya.
" Waah dasar buaya bermulut manis tapi mengandung racun. Mereka beneran datang buat nyari mangsa. Dikiranya aku masih kayak dulu apa ya. Haah, mereka beneran nggak sadar diri. Boro-boro ya kan datang buat minta maaf. Yang ada mereka malah semakin jadi buat mepet aku. Cih, dasar bedebah brengsek. Laki nggak jelas."
Drtzzzz
Ponsel Esha berdering kembali, jika ditotal sudah empat kali hanya dengan waktu selang beberapa menit saja. Tapi kali ini Esha tersenyum dan tentu saja langung mengangkat panggilan telepon yang terakhir masuk.
" Hallo Jan, kenapa?"
Ya, panggilan itu adalah dari Janu. Pria yang ia lihat tidak suka aneh-aneh, tidak neko-neko, tidak suka tebar pesona walaupun pesonanya tersebar dengan sendirinya, dan pria yang acuh terhadap segala hal jika bukan tentang fokusnya. Esha menjadi suka dengan setiap tingkat dan sikap Janu yang seperti itu.
" Itu Nona, untuk Senin besok kita akan bertemu klien. Apa ada hal yang harus dipersiapkan lebih lanjut?"
" Ooh itu, nggak ada kok. Semuanya kan udah disiapin hari terakhir kita masuk kemarin. Jadi nggak ada masalah dan semuanya udah beres."
" Baik kalau begitu Nona, lalu apa Anda baik-baik saja?"
" Ya?"
Degh!
Esha terkejut saat Janu berkata demikian. Dadanya berdebar, padahal itu hanya pertanyaan sederhana. Tapi entah mengapa dia merasa itu menjadi hal yang luar biasa ketika Janu yang mengucapkannya.
Mungkin dia terllau berlebihan, tapi Esha sungguh merasa ada sesuatu yang hangat yang menjalar ditubuhnya. Ia lalu menggelengkan kepalanya dengan kuat dan mengusir pikiran-pikiran anehnya yang tiba-tiba muncul.
" Aku? Aku nggak apa-apa, emangnya kenapa kamu tanya gitu?"
" Maaf bukannya sok tahu. Dari kemarin secara beruntun Nona dikunjungi oleh mantan-mantan Nona. Saya rasa Anda terganggu dengan hal tersebut."
Tanpa Janu ketahui, Esha tersenyum lebar saat ini. Entah dia mau dikata bodoh atau apapun sejenisnya, tapi yang jelas saat ini Esha merasa hatinya menghangat karena ada orang lain yang memedulikannya. Saat di luar sana banyak orang yang menghujatnya karena kembali putus hubungan dengan seorang pria, tapi Janu sungguh bersimpati. Dan dari gaya bicara pria itu, Esha bisa menilai bahwa Janu tulus,
" Aku nggak apa-apa. Kamu tenang aja. Ya, mereka aku yakin akan terus seperti itu. Setidaknya sampai aku bertemu pria lain nantinya."
" Baik, jika Nona merasa terganggu, saya akan membereskan mereka saat mereka datang lagi suatu saat nanti."
" Ya?"
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Dicintai Nona Muda
Romance" Jadilah suamiku!" " Maaf Nona, saya tidak berani." Janu Mahendra, pria berusia 25 tahun yang belum lama bekerja sebagai asisten pribadi Eshania Riulla Edmund dengan tenang dan ekspresi datar menolak dengan tegas keinginan nona nya. Track record Es...