Janu kembali ke ruangannya lalu menutup pintunya dengan rapat. Ia bersandar di pintu sambil memegang dadanya yang berdegup kencang. Ya, meskipun tadi dia berkata dengan begitu tenang tapi tidak dipungkiri juga dia terkejut dengan pernyataan Esha yang tiba-tiba itu.
" Haaah, dasar Nona Muda. Sesukanya sendiri kalau ngomong. Untung aku kuat bathin."
Sambil menggelengkan kepalanya mengusir ucapan-ucapan Esha tadi, Janu menuju ke mejanya dan kembali bekerja. Menyelesaikan semua pekerjaan yang sudah jadi tugasnya adalah hal yang utama saat ini ketimbang memikirkan apa yang tadi diucapkan oleh sang nona.
Ada rasa aneh dalam diri Janu, yang kemudian membuatnya berkesimpulan. Melihat wajah Esha begitu tenang, tidak tegang, atupun gugup dalam memintanya menjadi suami, mau tidak mau pria itu berspekulasi bahwa mungkin ini lah karakter Esha ketika menghadapi pria. Akan tetapi Janu mengibaskan tangannya di kepala, lagi-lagi untuk menghapus prasangka yang ia miliki tersebut.
" Siapa aku berani-beraninya menilai Nona Muda hanya dengan melihat sepintas saja. Aku belum mengenalnya lama juga kan? Lalu apa bedanya aku sama netizen di luar sana yang nge-judge Nona Muda. Astaghfirullah, nyebut Jan nyebut. Apa yang Nona Muda tampakkan di luar itu kan nggak sama dengan apa yang dirasakan hatinya. Dan kamu udah lihat itu meskipun masih sedikit."
Janu mengusap wajahnya kasar. Selintas tadi, dia memang beranggapan bahwa Esha adalah play girl yang begitu tenang berganti pasangan. Padahal Janu pernah melihat juga bagaimana ekspresi Esha ketika bertemu atau setelah bertemu dengan para mantannya.
Ada sekelumit rasa bersalah yang hinggap di hatinya. Janu berpikir, bagiamana bisa dia memiliki pikiran yang picik semacam itu hanya karena Esha berkata demikian? Sejenak pria itu malah menjadi semakin ingin tahu tentang apa yang sebenarnya isi hati si nona. Tapi tentu ia tidak akan frontal dalam mencari tahu, melainkan perlahan-lahan.
Sebuah pesan yang begitu Janu ingat dari nyonya nya yakni ibu dari Esha bahwa Esha adalah wanita yang tegas di luar namun lembut di dalam. Dimana semua itu memang sengaja dilakukan Esha sebagian bentuk pertahanan diri.
" Haaah, kudu minta maaf karena udah berpikir kayak gitu. Jan Janu, kok ya otakmu itu bisanya jadi konslet sih."
Janu merutuki dirinya sendiri. Baru kali ini dia merasa resah dalam melayani seseorang. Padahal awalnya di bekerja dibawah Silvya pun tidak pernah merasa sedemikian. Janu merasa bahwa ini adalah pertama kalinya ia melakukan pekerjaan yang melibatkan hati di dalamnya.
Meskipun demikian, tentu saja Janu tidak boleh larut. Ia harus profesional dalam bekerja dan tentunya sambil mengawal Esha agar tidak lagi di dekati para mantannya serta agar Esha tidak lagi bertemu dengan pria sejenis dengan mereka bertiga.
Akan tetapi niat kuat Janu itu mulai terombang-ambing saat beberapa hari ini Esha terus 'melamarnya'. Ya, wanita itu terus meminta Janu untuk menikah dengannya. Sungguh itu hal yang memusingkan, baik untuk otak maupun hatinya.
" Nona apakah Anda bisa berhenti bersikap demikian?"
" Ooh tentu tidak. Aku akan terus begini."
Pluk!
Janu menepuk keningnya sendiri dengan kuat sehingga kulitnya memerah. Sedangkan Esha hanya terkekeh geli. Entahlah wanita itu apakah serius dengan ucapannya atau hanya sekedar mengerjai sang asisten pribadi.
Baru kali ini Janu kesulitan membaca ekspresi orang lain. Dia juga tidak tahu apakah apa yang Esha katakan itu serius ataukah bukan.
" Haaah, terserah Anda lah Nona. Baik sekarang Anda haru bergegas karena akan menjadi pembicara di salah satu sekolah."
" Aah iya, ayook."
Hari ini adalah jadwal Esha mengunjungi sebuah sekolahan. Sekolah swasta yang bernama Dewantara Internasional School atau DIS. Sekolah itu tengah mengadakan semacam festival. Dan salah satu kegiatannya adalah talk show yang menghadirkan orang yang bekerja dalam berbagai bidang.
Tentu saja bukan hanya dirinya nanti, ada juga sang sepupu yakni putra dari pamannya, dan juga beberapa orang lagi yang masih ia kenal karena se-circle pertemanan keluarga.
Dengan langkah yang antusias, Esha berjalan berdampingan bersama Janu. Meskipun acara akan dimulai 2 jam lagi, tapi Esha memilih pergi lebih awal. Jalanan kota Jakarta tidak bisa diprediksi, dan dia juga tidak suka telat karena akan membuat orang lain menunggu.
Namun, ekspektasi tidak seindah realita. Ada seseorang yang tengah menunggu Esha di tempat parkir. Entahlah, sudah sejak kapan pria itu menunggu tapi melihat dari wajahnya tentu sudah lama.
Peraturan tidak tertulis di MoonDrink yakni nama Artan, Remi, dan Ferdy tidak diizinkan masuk ke dalam gedung. Bahkan di lobi pun tidak, ini semacam blacklist yang diberikan oleh Darius. Tentu saja Esha mendukung, dan dia sangat senang atas keputusan sang Daddy tersebut.
" Esha, tunggu!"
" Haah, Fer. Mau apa lagi sih? Aku buru-buru, ada ker-ja-an."
Esha menekankan kata kerjaan dengan sangat dalam. Sebenarnya saat ini ia tengah menyinggung Ferdy yang tampaknya begitu santai seperti orang yang tidak memiliki apa yang ia kerjakan sama sekali. Ya, Esha mengatakan hal tersebut karena sangat paham siapa Ferdy.
Ferdy bergerak dalam bidang kontraktor, dan lagi-lagi dulu dia bisa ke-up kerena menjadi kekasih Esha. Tidak jauh beda dengan dua mantannya yang lain, Ferdy juga menggunakan nama Esha untuk memperlancar usahanya. Anehnya, ketika sudah berada di atas, dia mencari wanita lain dengan dalih dijodohkan. Setelah menikah, apa yang dikerjakan Ferdy tidak selancar sebelumnya. Dan entah apa yang terjadi, pernikahan mereka pun kandas.
Setahu Esha, Ferdy sekarang masih kesulitan membangun lagi usahanya. Berkali-kali menwarkan jasanya ke perusahaan tapi ia selalu ditolak. Tentu saja itu bukan urusan Esha. Namun, memang dia pernah mengatakan bahwa apa yang dilakukan Ferdy sama sekali tidak pernah ada campur tangan Esha maupun MoonDrink dan William Diamond.
Siapa sangka hal itu menjadi sesuatu yang lumayan membuat Ferdy kesusahan. Sebenarnya bukan tanpa alasan Ferdy ditinggalkan dan tidak dipilih, meskipun tidak secara jelas tapi dia banyak melakukan kecurangan. Mulai dari pengajuan harga, hingga waktu yang ditetapkan.
" Esha, aku cuma mau ngobrol sama kamu."
" Heleeh, ngobrol apaan? Maaf ya, aku terlalu SIBUK buat ngobrol yang nggak berfaedah. Lagian, kamu juga ngapain tiba-tiba muncul begini. Aneh bener deh. Udah jangan menghalangi kerjaan ku."
Esha berbicara dengan nada judes dan acuh tak acuh. Hal tersebut membuat Ferdy tercengang, pasalnya ini sisi Esha yang belum pernah ia tahu sebelumnya.
" Sudah Nona?"
" Udah iih, ini semua gara-gara kamu tahu Jan?"
Janu hanya mengerutkan kedua alisnya ketika Esha berbicara kesal seperti itu. Dan entah bagaimana bisa semua gara-gara dia yang tidak tahu menahu apa-apa.
" Kan, kamu nggak peka. Semua ini gara-gara kamu. Gara-gara kamu nggak mau jadi suamiku."
" Haah, terserah Anda lah Nona."
Setelah berkali-kali dia mendengar Esha bicara demikian, kini Janu sudah kebal. Tentunya dia tidak lagi memasukkan omongan Esha itu ke telinga. Sehingga tidak lagi melewati celah dalam kepala.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Dicintai Nona Muda
Romance" Jadilah suamiku!" " Maaf Nona, saya tidak berani." Janu Mahendra, pria berusia 25 tahun yang belum lama bekerja sebagai asisten pribadi Eshania Riulla Edmund dengan tenang dan ekspresi datar menolak dengan tegas keinginan nona nya. Track record Es...