Acuh

96 3 0
                                    

" Sejak kapan Nona tahu?"

" Sejak pertama kali kamu datang, aku sudah tahu kok. Daddy yang tiba-tiba memberiku asisten pribadi tentu bukan hal yang aneh sebenarnya. Dulu aku sempat mau dikasih juga, tapi aku menolak. Namun kali ini aku diam aja. Semua itu karena Daddy khawatir padaku, makanya dia menempatkan mu di sisiku. Selain untuk membantuku, kamu jelas ditempatkan untuk mengawasi ku. Dan jangan khawatir, aku nggak masalah akan hal itu. Emang aku yang kelewat bodoh aja karena ketipu sampai tiga kali."

Sesuatu hal yang sama sekali tidak Janu duga bahwa selama ini Esha tahu kalau keberadaannya juga untuk mengawasi. Ia pikir Esha hanyalah sekarang anak perempuan manja yang disayangi oleh semua keluarganya. Tapi ternyata Janu baru tahu kalau Esha merupakan wanita yang cerdas.

Satu hal lagi yang baru Janu ketahui tentang Esha. Penilaian pria itu kembali Berbah terhadap nona yang ia layani.

" Maaf Nona."

" Nggak perlu minta maaf, itu kan memang bagian dari tugas mu. Jadi santai aja, hanya saja aku minta tidak semua harus kamu laporkan kepada Daddy atau Bang Nat."

Janu mengangguk patuh. Ia paham apa maksud Esha. Ia harus memilah mana yang harus dilaporkan mana yang tidak. Atau sebelum melaporkannya ia harus bertanya terlebih dulu kepada Esha agar ada sebuah pertimbangan.

Sebenarnya Janu mengerti mengapa Esha bersikap demikian. Wanita itu pasti tidak ingin keluarganya khawatir. Setelah mengamati beberapa hari tentang Esha, ia paham betul bahwa wanita itu selalu menunjukkan bahwa dirinya baik-baik saja. Tapi disaat bersamaan Janu merasa bahwa Esha juga merasa tersakiti atas semua pengkhianatan yang diterimanya.

Perjalan menuju pabrik berakhir dengan sunyi. Tidak ada pembicaraan apapun antara Esha dan Janu. Esha memilih memejamkan matanya, padahal dia jelas sama sekali tidak mengantuk. Hal itu rupanya dilakukan agar Janu tidak mengajaknya bicara. Esha merasa jika Janu bicara, mungkin saja ia akan mengungkapan semua yang dirasakan.

Entahlah, ini sedikit aneh memang. Keberadaan Janu yang baru sekitar seminggu lebih itu seperti membuatnya nyaman. Apalagi wajah pria itu memang tampan, sehingga sedikit membuat hatinya kembali tergerak.

" Nggak, nggak boleh. Ayo ucapin mantranya ' Daddy dan Abang Nat juga ganteng. Daddy dan Abang Nat lebih ganteng dari pria manapun,' ya harus begitu. Tapi kok Janu bisa buat aku tenang ya. Aah nggak tahu lah, ayo terus merem aja."

Esha bermonolog dalam hati, rupanya dia benar-benar menghindari untuk bicara banyak dengan Janu. Rasanya berdua di dalam mobil begini membuat Esha bisa kelepasan bicara memuji ketampanan Janu yang paripurna. Maka dari itu dia terus berusaha untuk memejamkan matanya. Jangan sampai mulutnya benar-benar lepas kendali.

Ckiiit

Mobil berhenti tepat di depan pabrik. Atas perintah Esha, Janu diminta langsung ikut masuk bersamanya. Ia memerintahkan salah satu security untuk memarkirkan mobil.

Keduanya berjalan masuk. Karena ini adalah inspeksi dadakan, maka tidak ada satu orang pun yang menyambut Esha. Dan saat Esha mulai masuk ke line, beberapa pengawas langung datang mendekat dan lalu menyapa sambil memberi hormat.

Pandangan mereka mengarah kepada Janu. Tatapan penuh tanya tentang siapa pria tampan yang saat ini berdiri di samping Esha itu mencuat. Meskipun mulut mereka terkatup rapat tapi mata mereka jelas berbicara dan penasaran.

" Janu Mahendra, dia adalah asisten pribadiku sekaligus tangan kanan ku. Jadi kalian juga harus menghormatinya."

" Baik Nona Muda."

Para karyawan terlihat menyapa ramah setiap Esha berjalan melewati mereka. Satu hal yang pasti, pendengaran Esha menjadi sangat tajam ketika para pekerja pabrik yang sekitar 60% wanita memuji Janu.

Tampan, ganteng, dan sejenisnya itu menunjukkan bahwa Janu memanglah pria yang mampu membuat jantung wanita berdegup. " Mau gimanapun ini orang emang ganteng, jadi ya nggak salah kalau dia dipuji setiap lewat," gumam Esha lirih.

Namun satu hal yang membuat Esha penasaran adalah, sedari tadi Janu hanya diam dan menampilkan wajah datar tanpa ekspresi. Ia sama sekali tidak senyum. Biasanya orang akan menyapa dengan senyuman, apalagi saat mendapat banyak pujian. Mustahil Janu tidak mendengar dirinya dipuji, akan tetapi pria itu hanya bergeming dan malah terkesan dingin.

" Apa kamu nggak bisa senyum? Itu lho banyak yang menyapa."

" Bukan tugas saya untuk membalas senyum dari mereka. Tugas saya adalah mendampingi Nona Muda. Jadi tidak ada kewajiban bagi saya membalas sapaan mereka."

" Ya?"

Esha sungguh terkejut mendengar jawaban tegas nan lugas dari Janu. Sungguh dia sama sekali tidak menyangka bahwa Janu akan menjawab seperti itu. Bagaimana bisa dia memberikan jawaban yang memiliki makna bahwa semua orang disitu tidak penting dan hanya nona yang penting.

Ini adalah hal baru yang Esha temui. Pernah berhubungan dengan 3 orang pria, ia melihat Janu sangat berbeda dengan mereka itu. Remi, Artan dan Ferdy, mereka begitu sengaja ketika ada yang menyapa dan memuji. Mereka akan tersenyum ramah kepada setiap orang baik itu pria dan wanita yang menghampirinya. Maka dari itu ketiga pria itu terkenal dengan keramahannya. Bahkan saat mereka mendapatkan kasus dan putus dari Esha, tetap saja masih aja yang membela DNA memuji.

Bahkan tidak jarang malah Esha yang dianggap bersalah. Sungguh aneh bukan, mungkin itulah yang dinamakan the power of good looking. Tapi Janu amat sangat berbeda. Pria itu acuh dan terkesan tidak peduli ketika ada orang yang memujinya. Tidak ada senyum, tidak ada sapaan balik dan tidak ada keramahan dalam wajahnya.

Sosoknya malah menjadi tegas dan sepeti tidak tersentuh oleh orang lain. Sebenarnya sikap yang seperti inilah yang pas untuk menjadi pasangan. Dia tidak akan melihat ke arah lain dan hanya akan melihat ke arah pasangannya. Dia tidak akan tergoda oleh iming-iming apapun, entah itu wanita, harta atau kekuasaan karena semua itu bukanlah prioritasnya.

Sejenak Esha merasa amat sangat terpukau, kali ini bukan karena wajah Janu melainkan dari sikapnya. Ya meskipun wajah Janu tetap nomor satu, hanya saja sikap Janu mendapat penilaian lebih dari pada wajahnya.

Tentu saja peristiwa ini menjadi hal langka dalam hati dan kepala Esha. Bagaiman bisa seorang pria bersikap dingin dan acuh padahal jelas sekali bahwa ia banyak dikagumi.

" Apa kamu nggak tertarik sama sekali buat nyapa balik mereka."

" Tidak Nona, itu tidak penting."

" Hahaha baiklah, aku suka gaya mu Janu."

TBC

Dicintai Nona Muda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang