Esha terlihat sangat puas melihat wajah Artan, Ferdy dan Remi yang seketika pucat pasi. Ia meninggalkan depan gedung MoonDrink bersama dengan Janu. Tanpa ada penjelasan apapun Esha kembali ke ruangannya untuk melanjutkan pekerjaan. Dia juga menyuruh Janu untuk kembali ke tempatnya.
Sedangkan Janu, ia mengusap wajahnya kasar. Ia memilki sebuah firasat bahwa ucapan Esha tadi akan jadi bumerang untuk dirinya.
Baru saja dia berpikir demikian, sebuah panggilan telepon langung mendarat di ponselnya. Nama yang tertera di sana jelas tidak bisa dia abaikan.
" Haah, baru aja dipikirin," keluh Janu. Ia segera mengangkat panggilan telepon tersebut, mendengarkan secara seksama lalu beranjak dari tempatnya untuk memenuhi perintah.
Sebenarnya ia tidak perlu khawatir karena pasti hanya akan dimintain keterangan terkait apa yang terjadi. Tapi tetap saja Janu merasa bahwa ia akan menghadapai sebuah masalah gara-gara keributan tadi.
Memang dia lah yang diminta Ekhtan untuk menjaga Esha dari ketiga pris brengsek itu. Akan tetapi pasti perkataan Esha tadi bukanlah ha yang akan disukai baik Ekhtan maupun Darius. Saat ini Darius sedang tidak ada di perusahaan, maka dari itu Janu hanya akan berhadapan dengan Ekhtan.
" Saya menghadap Tuan Muda Ekhtan."
" Duduk Janu, coba jelaskan apa yang terjadi tadi?"
Secara runtut Janu menjelaskan kejadian tadi. Janu merasa bahwa ia harus menceritakan semuanya tanpa ada yang terlewat, maka dari itu ia pun menceritakan secara detail bahkan sampai Esha yang mengatakan bahwa dirinya adalah kekasih baru Esha.
" Seperti itu Tuan Muda."
" Oke, kembalilah bekerja."
Janu bangkit dari duduknya, memberi salam lalu melenggang pergi. Sesampainya ia di luar ruangan Ekhtan, janu menghembuskan nafasnya penuh dengan kelegaan. Ia yakin apa yang dilakukannya tadi adalah sesuatu yang benar. Karena Janu merasa bahwa Ekhtan sebenarnya sudah tahu apa yang terjadi tadi, dan dia hanya sekedar melakukan konfirmasi sekaligus tes terhadapnya tentang kejujurannya.
" Huuh Nona, apa yang sebenarnya Anda lakukan terhadap saya."
Janu mengaca rambutnya dengan kasar. Ia hanya ingin tenang bekerja, tapi agaknya ketenangan itu sebentar lagi akan musnah. Dengan penuh keyakinan, Janu memprediksi bahwa ketiga pria itu yang berstatus sebagai mantan kekasih Esha pasti akan mengusiknya.
" Janu!"
" Astagfirullah, Anda mengagetkan saya Nona."
Esha mengerutkan alisnya, ia sedikit heran Janu bisa bereaksi demikian. Padahal yang ia tahu Janu adalah orang yang sangat waspada. Namun ketika melihat wajah asisten pribadinya itu, Esha merasa sedikit iba karena Janu tampak pucat. Secara spontan Esha menempelkan telapak tangannya pada kening Janu, dimana hal tersebut membuat Janu terkesiap. Perbedaan tinggi badan mereka pun membuat Esha sedikit berjinjit ketika melakukan itu.
"A-apa yang Nona lakukan?"
" Ngecek, ternyata kamu ngga demam. Tapi kok wajahmu pucet gitu ya, apa kamu kecapekan. Ya udah istirahat aja, lagian aku juga nggak ada agenda kemana-mana kan. Gih sana ke ruangan mu buat istirahat. Apa kamu mau pulang aja?"
" Tidak Nona, saya sungguh baik-baik saja. Saya tidak sakit juga tidak capek. Saat ini saya berada dalam kondisi tubuh yang sehat, sangaaat sehat."
Esha hanya mengangguk sambil melenggang pergi. Tapi wanita itu menghentikan langkahnya seraya membalikkan badan, " istirahat Janu, itu perintah!" ucapnya.
Sungguh Janu hanya bisa menghela nafasnya. Ia tidak bisa lagi berkata-kata di depan Esha. Apa yang dilakukan wanita itu entah mengapa tidak bisa ia tebak sama sekali. Bahkan tidak hanya sekali Janu merasa kebingungan dengan ulah Esha. Tapi mau dikata apapun itu Janu hanya bisa menurut. Apalagi kata 'perintah' adalah kata yang tidak bisa ia lawan.
" Haaah, terserahlah Nona. Istirahat ya tinggal istirahat aja. Gitu kok repot to Jan Janu."
Dengan langkah lunglai, Janu masuk ke dalam ruangannya. Ia menghempaskan tubuhnya di sofa panjang yang ada di sana. Ia benar-benar mengikuti perintah Esha, dan entah sejak kapan pria itu terpejam. Ya, Janu tertidur dimana hal tersebut belum pernah ia lakukan selama bekerja.
Mungkin bukan fisiknya yang capek tapi pikirannya, menghadapi Esha benar-benar membutuhkan tenaga dan pikiran yang ektra.
Cekleek
Tap tap tap
" Hmmm dia tidur, katanya tadi nggak capek. Dasar, lain di mulut lain pula tubuhnya. Buseet deh, kalau lagi anteng diem tidur gini, ni anak gantengnya nambah berkali-kali lipat. Warna kulitnya nggak putih, tapi malah jadi kelihatan manley banget. Lihat tuh alisnya, item plus tebel. Dan aku nggak nyangka nih bulu mata panjang. Sempurna dengan hidungnya yang mancung kek perosotan."
Entahlah Esha mendapat istilah dari mana tapi yang pasti saat ini dia sedang mengagumi ketampanan wajah dari sang asisten pribadi.
Bukan hanya wajah, Esha juga tengah memerhatikan tubuh Janu. Panjang tubuh Janu harus berkelahi dengan sofa yang pendek. Terlihat kaki pria itu menggantung banyak, dan Esha yakin kalau bangun nanti Janu akan merasa pegal-pegal.
Masih betah duduk mengangumi Janu, Esha mengacuhkan semua notifikasi di ponselnya. Lagi-lagi dia berpikir bahwa menjadikan Janu sebagai suami mungkin adalah hal yang bagus. Meskipun belum lama mengenal Janu, tapi Esha memilki keyakinan bahwasannya Janu sangat berbeda dengan ketiga mantan kekasihnya.
Sorot mata Janu yang tidak tertarik dengan apapun selain pekerjaan. Ketidakpeduliannya terhadap tatapan kagum dari para wanita. Acuhnya dia terhadap kata-kata pujian yang terbit dari gadis-gadis, membuat Esha memilki penilaian khusus terhadap pria itu. Dan yang utama adalah Janu selalu memprioritaskan apa yang dikerjakan.
" Ini bocah kalau udah cinta ma orang maka dia akan jadi pria yang setia. Apa kita coba aja kali ya, cobain jadiin suami sekalian. Selama ini kan selalu dengan pria yang lebih tua, gimana kalau mencoba dengan pria yang lebih muda. Buseet deh Sha Esha, apa yang ada di otak Lo sih. Haah, cabut cabut. Kelamaan di sini ngelihatin nih cowok, otak gue bisa-bisa traveling kemana-mana."
Sraaak
Tap tap tap
Cekleek klaak
" Huuh, untung nggak ketahuan. Ya ampun Nona Muda, apa yang Anda pikirkan saat ini tentang saya."
Rupanya Janu sudah terbangun beberapa saat yang lalu, dan dia mendengarkan ucapan Esha. Rasanya sungguh malu diperhatikan seperti tadi. Terlebih pujian-pujian dari Esha terhadap dirinya. Meskipun matanya masih terpejam, tapi Janu jelas bisa merasakan tatapan mata Esha.
Bukannya mau menguping ucapan Esha atau mendengarkan secara diam-diam, namun Janu terlanjur malu untuk membuka mata. Jadi ia lebih baik untuk tetap pura-pura tidur sampai Esha keluar. Tapi sesuatu yang jelas terjadi tadi yakni Janu tidak menyangka bahwa ucapan Esha tentang memintanya sebagai suami bukan hanya candaan semata. Ia bisa merasakan ketika Esha tadi bicara kembali tentang hal itu.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Dicintai Nona Muda
Romance" Jadilah suamiku!" " Maaf Nona, saya tidak berani." Janu Mahendra, pria berusia 25 tahun yang belum lama bekerja sebagai asisten pribadi Eshania Riulla Edmund dengan tenang dan ekspresi datar menolak dengan tegas keinginan nona nya. Track record Es...