26

2.9K 342 21
                                    

Chapter - 26

"Maaf ya, ma, ngerepotin"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Maaf ya, ma, ngerepotin"

Disha berkata tidak enak hati kepada Kamala yang baru saja menyambut kedatangannya dan Arva. Sejak kemarin Disha membayangkan kue putu ayu buatan Kamala. Sepertinya Disha sudah mulai banyak mengidam. Syukurnya, apa yang diminta Disha tidak ada yang aneh-aneh. Semua bisa didapatkan dengan mudah.

"Nggak ngerepotin, kan ini keinginannya cucu mama. Udah mama buatin banyak banget"

Kamala mengelus perut putri sambungnya yang masih rata. Perempuan itu senang sekali saat Disha menelponnya dan minta dibuatkan kue putu ayu. Selama ini Kamala memang sering coba-coba resep baru bersama chef di rumah. Biasanya orang yang dijadikan Kamala juri untuk menilai hasil masakannya itu Mitha dan Disha, tapi sejak Disha memilih tinggal sendiri, perempuan itu jadi jarang mencoba hasil percobaan Kamala.

Mendengar Disha meminta sesuatu padanya adalah hal yang langka. Oleh karena itu Kamala senang bukan main saat Disha menghubunginya dan meminta dibuatkan sesuatu. Disha selalu merasa segan kepadanya jika menginginkan sesuatu, padahal Kamala tidak keberatan dengan apapun yang Disha inginkan darinya. Kamala sadar diri, bahwa ia menjadi salah satu penyebab Disha kehilangan masa kecilnya yang berharga. Kamala ingin menjadi sosok ibu sambung di mana Disha bisa bersandar kepadanya jika membutuhkan sesuatu. Selama ini, Kamala merasa cukup senang mendengar Disha bersedia memanggilnya dengan sebutan mama. Ia tahu jika ia tidak akan pernah bisa menggantikan sosok Mustika. Tapi Kamala ingin berusaha sebaik mungkin untuk menjadi sosok ibu untuk Disha.

"Kalian ke kamar aja dulu, taruh barang-barang kalian. Nanti balik lagi ke ruang tengah buat makan putu ayunya"

"Makasih, ma" ucap Arva kepada Kamala. Kemudian merangkul Disha untuk beranjak ke lantai dua tempat kamar perempuan itu berada.

***

Disha masuk ke ruang kerja papinya. Ruangan itu sunyi. Tidak ada papinya di dalam. Disha memutuskan untuk menunggu sambil duduk di sofa yang ada di dalam ruangan. Ada beberapa kardus berisi tumpukan berkas di sofa panjang yang Disha duduki. Sepertinya itu berisi berkas-berkas yang sudah tidak penting lagi. Papinya memang rutin membersihkan ruang kerjanya. Berkas-berkas yang sudah tidak dibutuhkan akan disisihkan. Biasanya dibakar atau dihancurkan dengan mesin pemotong kertas.

Alis Disha terangkat sebelah saat matanya menangkap sesuatu yang menarik dari tumpukan berkas itu. Tangannya menyentuh kertas teratas dari tumpukan berkas itu lalu mengangkatnya. Di halaman selanjutnya Disha malah menemukan foto suaminya –Arva.

"Sudah sudah nunggu lama?"

Disha menarik tangannya. Ada papinya yang berjalan ke arah meja kerjanya. Pria itu menyambar sebuah map kemudian duduk di sofa tunggal yang ada di ujung dan meletakkan map yang diambilnya tadi ke atas meja.

"Pemindahan saham sudah beres. Papi sudah atur semuanya. Kamu bisa mulai bekerja di sana kapan pun kamu siap. Nanti orang papi akan membantu kamu untuk beradaptasi dengan jabatan baru kamu"

Mengikat HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang