Paradisha dan Arvasatya. Dua manusia yang disatukan dalam ikatan pernikahan melalui sebuah perjodohan yang direncanakan oleh orang tua mereka. Perjodohan di kalangan mereka adalah hal yang biasa. Pasangan mereka ditentukan agar mereka memiliki pasan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Matahari masih malu-malu menampakkan sinarnya. Udara pun masih terasa dingin dengan beberapa kabut yang masih terasa pekat. Disha sudah berangkat ke Malang untuk menyusul sang suami pada pukul setengah 6 pagi. Jalanan masih terasa lenggang karena akhir pekan. Meskipun demikian Disha memutuskan untuk berangkat pagi-pagi karena takut macet. Di akhir pekan seperti ini pasti tol akan ramai sebab orang-orang akan berencana untuk berlibur.
Kereta besi yang dikemudikan oleh Pak Edi sudah membelah jalanan Surabaya. Sementara Disha yang ada di kursi belakang tidak lepas memandangi ponselnya. Arva belum ada kabar. Sejak ia mengatakan ingin segera berangkat tidur, pria itu tidak lagi membalas pesannya. Ketika Disha mencoba menghubungi suaminya saat bangun tadi, panggilan itu tidak terjawab. Kemudian perempuan itu mencoba menghubungi lagi saat akan berangkat, panggilannya justru dijawab oleh suara operator. Menandakan jika ponsel Arva dalam keadaan tidak aktif.
Perasaan Disha menjadi tidak tenang. Tidak biasanya Arva seperti ini. Saat dalam perjalanan dinas, laki-laki itu pasti sudah mengiriminya pesan di pagi-pagi buta. Sekarang pria itu tidak ada kabar sama sekali.
"Mbak Disha, sudah sampai"
Disha tersentak saat suara Pak Edi memecah lamunannya yang masih terfokus pada gawainya. Sopirnya itu menyebutkan jika mereka sudah sampai di tempat tujuan. Saat Disha melihat keluar jendela mobil memang benar mereka sudah sampai di depan lobby sebuah hotel.
Disha memasukkan ponselnya kemudian meraih dompetnya. Mengambil beberapa lembar uang berwarna merah muda dari sana.
"Pak Edi bisa melipir dulu. Mungkin ngopi atau apa. Saya lihat di lantai satu hotel ini ada coffee shop. Nanti kalau saya sama Arva sudah mau pergi, saya telepon bapak"
Disha mengangsurkan beberapa lembar uang yang diambilnya dari dompet kepada Pak Edi yang masih sungkan untuk menerima uang tersebut. Tapi Disha meyakinkan Pak Edi untuk menerimanya.
Disha turun dari mobil. Sesaat kemudian mobil yang tadi ditumpanginya sudah berlalu menuju tempat parkir. Disha melangkahkan kakinya memasuki lobby hotel. Perempuan itu langsung menuju lift. Ia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan suaminya. Sebelumnya Arva sudah sempat mengabarkan di lantai dan di kamar berapa pria itu menginap. Jadi Disha bisa langsung menuju kamar hotel pria itu.
Saat menunggu lift yang dinaikinya membawa Disha sampai di lantai yang dituju, ponselnya berdering singkat. Disha membuka tasnya dan mengambil ponselnya untuk melihat siapa yang mengirimkan pesan kepadanya. Perempuan yang sedang berbadan dua itu semangat sekali untuk mengecek gawainya, mengira jika yang mengirimkan pesan adalah sang suami.
Sayangnya, bukan suaminya yang mengirimkan pesan. Disha mengerutkan dahinya saat melihat nomer tidak dikenal yang mengirimkan pesan padanya.
Napas Disha tercekat saat ponselnya menampilkan pesan itu. Sebuah gambar dari potongan rekaman CCTV. Di dalam gambar itu menampilkan seorang pria yang sedang merangkul seorang perempuan di lorong hotel. Dari interior dan cat dinding hotel itu, Disha tahu jika lokasinya adalah hotel tempat dirinya saat ini berada.