30

8.1K 579 22
                                    

Chapter - 30

Mata Disha berkaca-kaca saat mendengar detak jantung bayinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mata Disha berkaca-kaca saat mendengar detak jantung bayinya. Di sebelahnya, Arva juga melakukan hal yang sama. Laki-laki itu menatap takjub pada layar USG yang menampilkan janinnya yang sedang bertumbuh di dalam perut Disha. Keajaiban yang membuatnya jantungnya meletup-letup bahagia. Tangan Arva meremas tangan Disha yang digenggamannya, ingin membagikan rasa membuncah yang menyelimutinya kepada perempuan itu.

Hari ini mereka melakukan kontrol kehamilan. Tepat di jam makan siang, Arva menjemput istrinya itu di kantor baru Disha. Arva sudah jauh-jauh hari mengatakan pada Farhan agar jadwalnya hari ini tidak begitu padat dan mereschedule rapat jika memang ada rapat di hari ini. Arva memastikan jika dirinya bisa ikut menemani Disha ke rumah sakit. Ia ingin selalu tahu perkembangan bayinya.

"Suara jantung bayi kita" Kata Arva lirih dengan bibirnya yang melengkung manis. Jantungnya di dalam sana juga berdebar-debar merasakan sensasi baru yang begitu menggelitik. Calon ayah itu menikmati setiap rasa baru yang dirasakannya saat mendengar irama detak jantung calon anaknya.

Disha pun sama. Perempuan itu tidak bisa lagi mendeskripsikan perasaan senang dan harunya saat dokter memperdengarkan suara detak jantung bayinya. Suara itu akan menjadi salah satu bunyi favoritnya yang akan terus terkenang di kepalanya. Ia akan menyimpannya sebagai memori tak terlupakan yang Disha lewati dalam kehidupannya.

Rasanya tidak hanya detak jantung si janin yang ingin didengar, tapi detak jantung si ibu dan ayah juga berlomba-lomba untuk ikut di dengar.

Arva membantu Disha untuk bangkit dari ranjang pemeriksaan. Laki-laki itu juga membantu Disha merapikan dressnya yang terlihat kusut di beberapa bagian. Tangannya senantiasa membantu Disha di setiap pergerakan perempuan itu. Dari perempuan itu menuruni ranjang periksa sampai duduk di kursi yang ada di depan meja dokter.

"Kondisi ibu dan janinnya bagus. Nggak ada masalah. Disha udah mulai merasa mual-mual?"

Yang ditanya menggeleng. Di sebelahnya, Arva menyetujui anggukan sang istri. Sejauh ini Disha masih belum mengalami fase morning sickness.

"Syukur kalau begitu, jadi nggak perlu repot susah makan karena mual ya. Atau barang kali papanya nih yang mual-mual? Ada lho kasus yang seperti itu, papanya yang menggantikan mama melewati fase morning sickness" Ujar Dokter Gita sembari mencatat di atas lembar rekam medis Disha. Arva pernah membaca itu di sebuah blog. Tentang kehamilan simpatik yang dirasakan oleh suami. Kalau pun hal itu memang terjadi rasanya Arva tidak akan keberatan, ia tidak masalah jika harus mengalami morning sickness. Rasanya itu masih belum sepadan dengan perjuangan istrinya nanti saat melahirkan anak mereka.

"Nafsu makan saya makin tinggi, dok"

Disha meringis. Ia mengingat porsi makannya yang memang bertambah. Disha sudah merasa jika berat badannya bertambah. Sementara itu, ia hanya bisa melakukan olahraga ringan seperti yoga.

Mengikat HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang