Paradisha dan Arvasatya. Dua manusia yang disatukan dalam ikatan pernikahan melalui sebuah perjodohan yang direncanakan oleh orang tua mereka. Perjodohan di kalangan mereka adalah hal yang biasa. Pasangan mereka ditentukan agar mereka memiliki pasan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mobil Arva memasuki pekarangan rumah. Disha melihat ada pos di sebelah gerbang. Ia sudah mendengar jika pria itu mempekerjakan penjaga di rumah mereka. Selain itu, ada juga Bi Uli yang ikut datang ke sini. ART dari kediaman orang tuanya itu sudah hadir lebih dulu.
"Disha, sayang. Apa kabar?"
Disha lumayan terkejut mendapati kehadiran mertuanya di sini. Ibunda Arva itu menyambutnya dengan hangat. Sebelumnya ia pernah mendengar dari adiknya, jika kedua orang tua Arva sempat menjenguknya di rumah sakit, kata Mitha, ayah mereka selalu memasang wajah masam. Mungkin karena itulah orang tua Arva tidak berkunjung lagi ke rumah sakit untuk menjenguknya yang sedang dirawat saat itu.
"Udah sehat?"
Tanya itu keluar dari mulut Amita setelah perempuan itu mengurai pelukannya pada Disha. Kedua tangan Amita masih memegangi kedua sisi bahu Disha. Tatapan perempuan itu tidak lepas dari menantunya yang baru bisa ditemuinya ini. Ia bersyukur putranya berhasil menyelesaikan segala permasalahan yang ada. Berita miring yang tersebar itu sudah dipadamkan. Amita sendiri sempat kalut. Saat dirinya dan suami mencoba menjenguk menantunya yang ternyata terlelap, mereka mendapatkan tatapan masam dari besannya. Amita dan Arsa pun memutuskan untuk menemui menantunya lagi saat keadaan sudah membaik.
"Disha sudah merasa jauh lebih baik"
Tergambar senyum syukur di wajah ibunda Arva itu. Disha menganggukkan wajah untuk menyapa ayah mertuanya yang berdiri persis di belakang tubuh Mama Amita. Selain kedua orang tua Disha, ia juga melihat kehadiran Aveline yang berdiri tidak jauh dari ayahnya. Gadis itu memberikan senyum kepada Disha. Mereka terkadang masih canggung untuk saling berinteraksi. Terutama Aveline, ia masih tidak enak hati karena kejadian yang melibatkan Binar sebelum pernikahan kakaknya. Saat di restoran sushi kala itu. Belum lagi dirinya dan adik dari kakak iparnya itu selalu berseteru, membuat adik Arva itu tidak begitu merasa bebas untuk berinteraksi dengan istri kakaknya.
"Mama turut berduka cita. Nggak perlu bersedih ya, memang belum rezekinya. Nanti kalau sudah waktunya, pasti Tuhan memberikan"
Disha kembali tersenyum tipis mendengar ucapan ibu mertuanya. Terselip nada sedih dari suara mertuanya itu. Tentu saja, mereka pasti sedih kehilangan calon cucu. Tapi mau bagaimana lagi, kecelakaan itu terjadi.
"Arva bawa istrimu ke kamar dulu. Habis ini kita makan siang bareng ya. Mama sudah masak banyak buat kalian"
"Siap, Nyonya"
Arva beralih pada istrinya. Laki-laki itu membimbing Disha untuk naik ke lantai dua tempat kamar. barang-barang mereka sebelumnya sudah di bawa oleh Bi Liyah dan juga Bi Uli. Kehadiran Bi Uli meringankan pekerjaan Bi Liyah terutama dalam hal membersihkan rumah. rumah ini memang cukup besar walaupun tidak sebesar rumah orang tua Arva sendiri apalagi rumah keluarga Disha, tapi tetap saja bisa dikatakan besar.