Chapter - 14
Arva dan Disha. Hubungan pernikahan mereka masih berjalan kaku selama beberapa hari ini. Mereka masih seperti dua orang yang dipaksa untuk tidur di kamar dan ranjang yang sama. Keduanya tidur bersebelahan. Sebatas itu. Tidak ada kecupan selamat malam atau selamat pagi. Tidak ada pelukan sepanjang malam. Disha masih belum membolehkan hal-hal seperti itu terjadi. Dan Arva adalah tipe pria yang menghormati perempuan. Disha memang sudah menegaskan jika mereka hanya akan berhubungan intim saat masa subur perempuan itu saja. Arva juga bukan pria kurang ajar yang mengambil kesempatan dalam kesempitan.
Berulang kali setiap pagi, ketika morning woodnya semakin diperparah dengan kondisi bangun di sebelah perempuan dengan penampilan –yang bagi siapapun itu pasti akan membangunkan sesuatu dalam diri seorang laki-laki, Arva hanya bisa mengatasinya sendiri dalam diam. Ibunya selalu mengajarkan untuk menghormati seorang perempuan. Sayangnya kadang kali hasratnya sebagai lelaki normal memang minta dimaki-maki.
Arva sudah mulai bekerja setelah mengambil libur selama 3 hari setelah pesta pernikahan. Perusahaan Wiyasa masih butuh banyak perhatian. Oleh karena itu, Arva dan Disha memutuskan untuk menunda bulan madu yang ditawarkan oleh kedua orang tua mereka. Bulan madu disaat hubungan mereka masih berprogres begitu lambat, menurut Arva juga tidak sebaiknya dilakukan.
Disha bangun dari tidurnya dengan rasa nyeri mendera perut bagian bawahnya. Begitu sampai di kamar mandi, perempuan itu menyadari jika dirinya sedang datang bulan. Astaga, ia lupa belum menyetok pembalut di rumah ini dan menstrual cupnya tertinggal di apartemen. Dan perutnya amat sakit sekarang. Disha terduduk lemas di kloset yang tertutup.
Hanya pada saat-saat tertentu Disha mengalami kram menstruasi. Saat tubuhnya sedang tidak dalam kondisi prima, lelah atau stress, biasanya kram menstruasi itu datang. Sepertinya kali ini penyebabnya adalah tubuhnya yang tidak fit dan lelah setelah rangkaian pernikahan yang belum lama ini dijalaninya.
Disha mendesah berat. Ia harus segera beranjak dan menghubungi Geya untuk membawakannya pembalut. Ia pun keluar dari kamar mandi, memakai celana dalam baru dan mengganti baju tidurnya.
Saat kembali, Arva sudah bangun. Laki-laki itu melakukan sedikit peregangan di sebelah tempat tidur. Matanya mengikut gerakan tubuh Disha yang mendekati nakas untuk meraih ponselnya.
Disha berkali-kali meringis merasakan sakit menusuk-nusuk di perutnya. Perempuan itu juga menggigit bibir bawahnya untuk menahan rasa sakit sedangkan tangannya aktif untuk membuka aplikasi perpesan dan segera mengirimkan pesan kepada Geya.
Arva menyadari ada yang aneh dari istrinya. Ia beberapa kali mendengar ringisan dari perempuan itu. Posisi berdirinya juga aneh, sedikit membungkuk dan tangan yang meremas pinggang.
"Ada apa?"
Ia bertanya. Arva sedikit terkejut saat menemukan wajah Disha yang pucat. Jelas ada yang tidak beres. Mendadak Arva langsung diselimuti kekhawatiran. Di sisi lain, Disha menggeram saat Geya tidak bisa dihubungi, asistennya itu sedang tidak online. Pesannya belum terkirim, masih ceklis satu. Pasti Geya masih molor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengikat Hati
Ficção GeralParadisha dan Arvasatya. Dua manusia yang disatukan dalam ikatan pernikahan melalui sebuah perjodohan yang direncanakan oleh orang tua mereka. Perjodohan di kalangan mereka adalah hal yang biasa. Pasangan mereka ditentukan agar mereka memiliki pasan...