CHAPTER 45

481 61 3
                                    

Eleanor membuka matanya, dan yang pertama kali terasa adalah kegelapan yang pekat di sekelilingnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Eleanor membuka matanya, dan yang pertama kali terasa adalah kegelapan yang pekat di sekelilingnya. Dia mengerutkan kening, berusaha menyesuaikan pandangannya dengan suasana yang begitu asing. Udara di sekitar terasa dingin dan lembab, seolah-olah dia berada di tempat yang terisolasi, jauh dari keramaian istana dan kehidupan yang biasa dia kenal. Dinding di sekitarnya tampak kasar dan tak terawat, dengan kelembapan yang menetes di beberapa bagian. Suara-suara samar terdengar dari kejauhan, tetapi semuanya teredam, menciptakan kesan kesunyian yang menekan. Keadaan ini sangat berbeda dengan kenyamanan yang biasa dia nikmati di dalam istana atau kediaman suaminya, meninggalkan perasaan cemas yang tak bisa disembunyikan.

Tiba-tiba, dari dalam kegelapan yang tebal, muncul sosok seorang pria. Wajahnya terlihat samar, namun cukup jelas bagi Eleanor untuk melihat bahwa itu adalah wajah yang sangat asing. Sosok itu berdiri tegak di hadapannya, dengan mata yang tampak memandang dalam, seakan-akan menilai setiap gerakannya.

Meskipun bingung dan cemas, Eleanor menatap pria itu dengan tatapan tajam. Suasana yang penuh ketidakpastian membuatnya menguatkan keberanian dalam suaranya. "Siapa kau?" tanyanya, suaranya tegas namun mengandung rasa curiga. "Kenapa kau membawaku ke sini? Apa yang kau inginkan?"

Pria itu diam sejenak, hanya tersenyum tipis, seolah tahu bahwa pertanyaan itu akan datang. Keheningan di sekitarnya semakin menambah ketegangan.

Pria itu akhirnya membuka mulut, suaranya berat namun tenang. "Aku melihatmu masuk ke dalam Kartazen sebagai biarawati," katanya, matanya tetap terkunci pada Eleanor.

Mendengar kata-kata itu, tiba-tiba semua kepingan teka-teki yang membingungkan Eleanor mulai tersusun. Wajah pria di hadapannya kini semakin jelas, meski tampaknya lebih keras dan penuh wibawa dari yang dia bayangkan. Tanpa bisa menahan perasaan terkejut, Eleanor langsung mengenali sosok itu-Orion Glideroy, pemimpin Kartazen yang selama ini menjadi rival dalam perang.

Sosoknya yang tegap, dengan aura penuh kekuasaan dan kecerdikan, kini berdiri di depan Eleanor, dan jelas menunjukkan bahwa ia tahu lebih banyak dari yang seharusnya. Sebuah senyuman tipis terukir di wajahnya, menandakan bahwa dia merasa kemenangan sudah di ujung tangan.

Orion terkekeh pelan, suaranya penuh dengan olokan."Leone Natheron memiliki wanita yang sangat cantik." Matanya menelusuri wajah Eleanor dengan ekspresi yang campur aduk-mengagumi sekaligus meremehkan.

Eleanor merasakan panas di wajahnya, namun dia tetap menjaga ekspresinya tetap tenang, meskipun dalam hati, kata-kata Orion membuatnya kesal. "Apakah kecantikan adalah satu-satunya hal yang menarik perhatianmu, Orion?" jawabnya, suaranya tetap tegas dan penuh kewaspadaan. "Ataukah kau hanya berusaha mencari kelemahan dari mereka yang kau anggap lawan?"

Orion tersenyum lebih lebar, seolah menikmati perlawanan Eleanor. "Mungkin," katanya, "tapi aku tidak pernah bisa menahan diri untuk tidak memuji yang layak dipuji." Dia melangkah sedikit lebih dekat, matanya tetap memandangi Eleanor dengan intens.

Eleanor Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang