CHAPTER 37

1.2K 92 5
                                    

Hi Readers
Jangan lupa untuk vote dan komentar><

Dalam perjalanan kembali ke Narenth Manor, Eleanor menoleh ke arah Leone dan dengan lembut meminta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dalam perjalanan kembali ke Narenth Manor, Eleanor menoleh ke arah Leone dan dengan lembut meminta.

"Leone, bisakah kita berhenti sebentar di gereja?"

Leone menatapnya dengan penuh perhatian, lalu menganggukkan kepala dengan setuju.

"Tentu, Eleanor,"jawabnya sambil menarik kendali kudanya, menghentikan langkah mereka di depan gereja yang terletak di tepi jalan.

Eleanor turun dari kuda dengan bantuan Leone, kemudian mereka berdua berjalan menuju gereja yang sunyi dan tenang. Suasana hening menyelimuti mereka, membawa perasaan damai saat mereka melangkah masuk.

Ketika berada di dalam gereja, Eleanor mengeluarkan mantilla putih yang selalu ia bawa kemanapun ia pergi. Leone menatapnya dengan sedikit terkejut, tidak menyangka bahwa Eleanor selalu membawa mantilla itu.

Eleanor mengenakan mantilla dengan anggun, kain halus itu membingkai wajahnya dengan lembut. Leone, yang duduk di sampingnya, tak bisa mengalihkan pandangannya. Eleanor tampak sangat cantik, dengan kesederhanaan dan keanggunan yang terpancar dari wajahnya yang kini tertutupi sebagian oleh mantilla putih.

Keduanya duduk dalam keheningan, merasakan ketenangan yang diberikan oleh gereja. Leone merasa kagum pada Eleanor-tidak hanya karena kecantikannya, tetapi juga karena kedalaman spiritual dan keteguhan hatinya.

Eleanor menyatukan kedua tangannya dengan lembut, memejamkan mata, dan terlihat begitu tenang serta damai. Di bawah cahaya redup gereja, kehadirannya tampak penuh ketulusan dan kedalaman. Leone, yang duduk di sampingnya, tergerak oleh ketenangan yang terpancar dari Eleanor. Tanpa ragu, Leone mengikuti jejak Eleanor, menutup mata, dan membiarkan dirinya hanyut dalam doa-doa, merasakan ketenangan yang jarang ia temukan.

Leone selesai lebih dulu dalam doanya, namun saat membuka matanya, pandangannya langsung tertuju pada Eleanor yang masih tenggelam dalam doanya, wajahnya memancarkan ketenangan dan kedamaian yang mendalam. Leone memandangnya dengan intens, terpaku oleh keindahan yang terpancar dari ketenangan wanita di sampingnya. Eleanor tampak begitu damai, seolah segala masalah di dunia tak mampu menyentuhnya.

Leone hampir terkesan bahwa Eleanor adalah sosok yang tak pernah menunjukkan ekspresi emosional yang jelas. Dalam kesehariannya, Eleanor selalu tampak tenang, nyaris datar, seolah tidak pernah ada rasa marah, kecewa, atau kesedihan yang menghampirinya. Wajahnya selalu memancarkan ketenangan yang sama, membuat Leone bertanya-tanya bagaimana wanita itu mampu menyimpan semuanya begitu rapat.

Namun, Leone tahu lebih dari itu. Meskipun Eleanor jarang bicara tentang perasaannya sendiri, Leone selalu bisa membaca hatinya melalui mata biru yang menawan itu. Mata Eleanor jauh lebih terbuka daripada bibirnya, yang sering kali menutupi kebenaran. Matanya berbicara lebih jujur-mereka memancarkan kerinduan, luka, dan kesedihan yang tersembunyi jauh di dalam. Leone sadar bahwa meskipun Eleanor terlihat tenang di luar, hatinya menyimpan perasaan yang dalam dan rumit, dan mata birunya selalu memberikan petunjuk tentang apa yang benar-benar dia rasakan.

Eleanor Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang