Eleanor Calanthe dan Leone Natheron dijodohkan oleh keluarga mereka. Bagi Eleanor pernikahan ini adalah tradisi keluarganya, Yaitu dengan menikahi seorang prajurit hebat notabene seorang pahlawan perang. Namun disisi lain dia tidak pernah bertemu de...
Hi Readers! Jangan lupa untuk vote dan komentar yah:)
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Setelah pertemuan yang memalukan di pusat kota, di mana Leone secara tiba-tiba mencium Eleanor di depan umum, mereka berdua memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mereka dengan berkuda menuju pantai. Di sepanjang perjalanan, suasana di antara mereka terasa canggung. Eleanor, yang biasanya penuh kendali, mencoba menyembunyikan kegugupannya. Angin laut yang sejuk membelai rambut pirangnya, sementara suara ombak yang bergulung-gulung memecah keheningan.
Leone dengan tatapan tenang namun penuh penyesalan, memecah kesunyian di antara mereka, Dia meminta maaf atas tindakannya yang tak terduga di pusat kota, menjelaskan bahwa itu adalah ungkapan spontan dari perasaannya yang selama ini terpendam. Eleanor hanya mengangguk pelan, mencoba mengatasi gejolak emosinya. Meski hatinya masih bergulat antara marah dan tersentuh, dia memutuskan untuk tidak membahasnya lebih lanjut.
Di tepi laut, mereka berhenti dan turun dari kuda mereka. Berdiri di atas pasir, Eleanor memandang jauh ke langit, membiarkan perasaan yang bergejolak di dalam hatinya mereda bersama desiran ombak. Leone, yang tetap berada di dekatnya, hanya diam. Sesekali dia mencuri pandang ke arah Eleanor, berharap dia bisa menebus kesalahan yang telah dia lakukan selama ini.
Saat mereka berdiri di tepi laut, Leone mengambil langkah mendekati Eleanor, berusaha memulai percakapan yang sejak tadi tertahan di antara mereka. Suara ombak yang tenang memberikan latar belakang yang lembut, dan akhirnya Leone memecah keheningan.
"Eleanor," Leone berkata dengan suara rendah namun tegas, "Aku tahu apa yang kulakukan tadi benar-benar salah. Aku tidak seharusnya bertindak seperti itu, terutama di depan orang banyak. Aku hanya— aku terlalu terbawa suasana."
Eleanor tetap memandang ke arah laut, namun bibirnya sedikit bergerak. "Apa itu yang sebenarnya kau rasakan, Leone? Atau hanya tindakan impulsif tanpa berpikir panjang? Karena jujur saja, aku tidak tahu lagi apa yang harus kupikirkan tentang kita."
Leone menunduk, merasa berat dengan pertanyaan Eleanor. "Aku tahu telah banyak kesalahan yang kulakukan di masa lalu, dan mungkin aku tidak pantas untuk dimaafkan. Tapi percayalah, Eleanor, perasaan ini… aku ingin kita bisa memperbaiki semuanya. Meskipun aku tahu itu tidak mudah."
Eleanor akhirnya menoleh, menatap langsung ke mata Leone. "Perbaikan, Leone? Apakah kau benar-benar berpikir kita bisa memperbaiki semuanya hanya dengan permintaan maaf dan tindakan spontan seperti tadi?"
"Aku ingin lebih dari itu," jawab Leone dengan sungguh-sungguh. "Aku ingin membuktikan bahwa aku masih peduli, bahwa aku masih ingin menjadi suami yang baik untukmu. Mungkin butuh waktu, tapi aku akan mencoba. Demi kita, demi semua yang telah kita lalui."
Eleanor terdiam sejenak, membiarkan kata-kata Leone meresap. "Aku menghargai niatmu, Leone. Tapi kata-kata saja tidak cukup. Ada banyak hal yang sudah terlanjur terjadi, dan luka-luka itu tidak mudah sembuh begitu saja. Jika kau benar-benar ingin memperbaiki semuanya, tunjukkan lewat tindakanmu, bukan hanya kata-kata."