CHAPTER 31

196 24 7
                                    

  Baili Dongjun berjalan pergi sambil membawa sebuah keranjang berisi mantou yang baru di kukus. Dia masih mengenakan baju putih berkabung sebagai tanda duka atas meninggalnya Xiao Ruofeng.

"Furen, kau mau kemana?" Tanya Sikong Changfeng

Baili Dongjun mengangkat keranjang di tangannya "Ini. Aku mau memberikan ini kepada orang-orang miskin di jalan"

Setelah kematian Xiao Ruofeng, Baili Dongjun rutin setiap hari membagikan Mantou gratis pada orang-orang di jalanan, dan meminta doa untuk Xiao Ruofeng kepada mereka.

Sikong Changfeng membelai wajah Baili Dongjun "Mau ku temani tidak?" Tanyanya

Baili Dongjun tersenyum, dia lalu menggeleng "Tidak usah" Jawabnya sambil mencium buku-buku jari Sikong Changfeng.

"Nanti siang aku mau ke kuil, kita bertemu di sana bagaimana?"

Baili Dongjun mengangguk "Iya" Jawabnya "Kalau begitu aku pergi dulu ya"

Ketika Baili Dongjun ingin berjalan pergi, Sikong Changfeng menahan tangannya "Eh cium dulu aku kalau mau pergi" Ucapnya, sembari menunjuk pipi nya

Baili Dongjun tertawa kecil "Dasar!" Dia mencium singkat pipi Sikong Changfeng

"Ehem...." Tiba-tiba dari belakang Baili Luo Chen berdehem

"J-jenderal besar"

"Yeye?"

"Dongjun, Yeye mu tidak kau cium?" Baili Luo Chen berkata

Baili Dongjun tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, dia lalu juga menempatkan ciuman singkat di wajah Baili Luo Chen.

"Sudah! Sudah. Jangan-jangan kalian semua satu rumah minta bagian ciuman dariku. Aku pergi dulu. Kasihan pasti banyak yang kelaparan di sana" dia berjalan sambil melambai-lambaikan tangannya pada Sikong Changfeng dan Baili Luo Chen.

Baili Luo Chen menghembuskan nafas berat "Anak itu selalu ceria. Aku benci melihatnya sedih seperti ini. Wajahnya tersenyum tapi mata nya tidak bisa berbohong dariku"

  Baili Dongjun berjalan seorang diri sambil sesekali melihat-lihat barang-barang yang di jajahkan di pasar.

Ketika dia melewati sebuah gang, ada suara berbisik.

"Tuan Muda berbaju putih... Bolehkah aku meminta Mantou yang kau bawa?"

Tanya seorang pria berjubah hitam yang tengah duduk di tanah.

Baili Dongjun menghentikan langkahnya "Tentu, ini" dia merogoh ke dalam keranjang yang Ia bawa untuk mengambil satu "Ini baru di kukus pagi ini, jadi masih hangat. Akan ku berikan dua potong bagaimana?"

Tiba-tiba pria berjubah hitam itu mencengkram kuat tangan Baili Dongjun hingga Baili Dongjun kaget.

"Aku mengurungkan niat ku, tiba-tiba aku ingin yang membawa Mantou. Bukan Mantou nya" dia membuka jubah hitam yang menutupi kepalanya.

Seketika Baili Dongjun membelalak kaget "Y-Yun-ge!" Pekiknya

Ye Dingzhi tersenyum "Dongjun, lama tidak bertemu. Kau semakin cantik saja"

Tidak lama terdengar suara kereta kuda memasuki gang. Kereta kuda itu adalah milik Tianwaitian. Dari dalam kereta itu, Zi Yu Ji berjalan keluar.

"Tuan, kita sudah siap"

Ye Dingzhi mengangguk. Dia melemparkan keranjang yang ada di tangan Baili Dongjun dan menarik paksa dirinya.

"Yun-ge lepaskan tanganku, aku tidak mau ikut denganmu" Baili Dongjun mencoba melawan, dia mencoba mengeluarkan kekuatan nya untuk menyerang Ye Dingzhi, tapi tiba-tiba Ye Dingzhi menotok syaraf di dekat dadanya dan menyegel tenaga dalam Baili Dongjun.

"Kau sekarang tidak bisa melawanku lagi"

Baili Dongjun tidak kehabisan akal, dia menggigit tangan Ye Dingzhi dengan kuat. Namun Ye Dingzhi sama sekali tidak bergeming.

Dia malah memukul leher belakang Baili Dongjun hingga dia pingsan.

"Kau yang membuat ku kasar padamu, Dongjun"

Ye Dingzhi menggendong Baili Dongjun dan membawanya masuk kedalam kereta.
.
.
.
.

   Sikong Changfeng pergi ke kuil untuk berdoa atas nama Xiao Ruofeng dan menemui Baili Dongjun. Namun setelah berputar-putar selama beberapa saat, dia tidak menemukan Baili Dongjun.

Dia mendatangi seorang biksu yang sedang lewat.

"Amitabha. Ada yang bisa saya bantu, Tuan Muda Sikong?"

"Maaf biksu, apakah Baili Dongjun disini?"

"Tuan Muda Baili? Dia tidak ada datang sama sekali"

"Hah?! Bagaimana bisa!"

Tiba-tiba perasaan Sikong Changfeng menjadi tidak enak. Dia langsung berlari dan mulai mencari-cari Baili Dongjun.

Setelah berkeliling selama beberapa saat, Sikong Changfeng melintasi gang yang di lewato Baili Dongjun. Dia menyadari keranjang milik Baili Dongjun yang tergeletak di tanah.

Dia langsung berlari ke arah keranjang itu untuk memastikan apakah benar itu milik Baili Dongjun. Dan betapa takutnya dia ketika dia tau itu memang milik sang istri.

Dia juga menyadari ada jejak kereta kuda yang lewat.

"Dongjun kau dimana!?"

Dia berlari dengan tergesa-gesa kembali ke rumah untuk melaporkan semuanya kepada Baili Chengfeng.




   Kesadaran Baili Dongjun mulai kembali, perlahan dia membuka matanya dan menyadari dirinya berada di dalam sebuah kereta kuda dan Ye Dingzhi tengah duduk di depannya.

Seketika Baili Dongjun langsung bangkit dan mendorong Ye Dingzhi dengan kuat.

"Dongjun!" Pekik Ye Dingzhi kaget

Baili Dongjun ingin melompat dari kereta yang melaju kencang, tapi bajunya di tarik oleh Ye Dingzhi.

"Dongjun tenang!" Ye Dingzhi mencoba memegangi kedua tangannya

Baili Dongjun masih tetap melawan, dia mencakar wajah Ye Dingzhi.

Karena kesal, Ye Dingzhi balik menampar Baili Dongjun hingga tersungkur dan membuat bibirnya berdarah.

"Astaga, Dongjun maafkan aku!" Ye Dingzhi berusaha menyeka darah di bibir Baili Dongjun

Baili Dongjun menghempaskan tangan Ye Dingzhi dengan kasar.

"Jangan sentuh aku! Aku mau pulang!" Baili Dongjun membentak

"Iya kau akan pulang. Pulang ke rumah kita"

"TIDAK ADA RUMAH KITA YUN-GE! TIDAK PERNAH ADA DAN TIDAK AKAN PERNAH ADA!" Baili Dongjun membentak "Aku memiliki seorang suami dan anak dirumah, aku harus pulang kepada mereka"

Bak kerasukan setan, Ye Dingzi mencengkram kuat leher Baili Dongjun hingga dia kesusahan untuk bernafas.

"Tidak ada anak, tidak ada suami. Sekarang suami mu adalah aku, dan anakmu adalah anak kita kelak"

"Aku tidak mau!" Ucap Baili Dongjun dengan susah payah

Ye Dingzhi kembali menghempaskan Baili Dongjun ke tanah, dia menarik pita rambut Baili Dongjun dan menjadikan pita itu sebagai tali untuk mengikat tangan Baili Dongjun ke punggungnya.

Dia merogoh saku miliknya dan mengambil sebuah sapu tangan dan memasukkan dengan paksa sapu tangan itu ke dalam mulut Baili Dongjun.

"Aku tidak akan melakukan ini kalau kau tidak memaksaku,  Dongjun"

Baili Dongjun tergeletak tidak berdaya di lantai kereta. Dia mulai menangis, tangisan penuh amarah dan teriakan yang tertahan oleh sapu tangan di mulutnya.

Teriakannya begitu kencang hingga membuat urat-urat pada lehernya terbentuk.

HIS SHATTERED HEARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang