LUL | 30

218 35 10
                                    

Kehilangan?
Kan semuanya hanya titipan

•Laut Untuk Langit•

•Laut Untuk Langit•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Ketika Noan berdiri di depan pintu rumah yang dulu ia tinggalkan, seluruh dunia di sekitarnya seolah berputar lebih lambat. Jenia di sampingnya diam, menggenggam tangannya, berusaha memberi dukungan yang tak pernah ia ucapkan dengan kata-kata. Rumah itu terasa asing, namun juga mengundang, dengan segala kenangan yang berselimut debu waktu.

"Jenia, temenin gue ya," bisik Noan, suaranya nyaris hilang di antara helaan napasnya yang berat. "Gue mau ketemu orang tua angkat gue, setelah lima tahun." Ada nada pilu di akhir kalimatnya, dan kata ‘orang tua’ terasa asing di bibirnya, seperti memaksa keluar.

Jenia mengangguk, matanya menatap Noan dengan pandangan yang penuh pengertian. "Aku di sini, Noan. Apa pun yang terjadi," jawabnya dengan nada lembut, namun matanya tak mampu menyembunyikan rasa sedih yang turut ia rasakan.

Pintu berderit, terbuka perlahan, dan Winona berdiri di sana, tatapannya penuh kerinduan dan kelelahan. Saat matanya bertemu dengan Noan, waktu seolah berhenti. Winona berjalan perlahan, tiap langkahnya terlihat berat, seperti sedang membawa beban yang selama ini tersembunyi di balik kerinduan yang tak terucapkan. Tubuhnya gemetar saat mendekap Noan, seolah takut bahwa sosok yang ia peluk hanya bayangan yang akan hilang kapan saja.

"Noan... Ya ampun, Noan...,” lirihnya dengan suara parau. "Kemana saja kamu, Nak? Bunda selalu menunggu kamu di sini." Winona tak kuasa menahan air mata yang sudah tak terbendung lagi. Pelukan itu erat, nyaris memohon pada waktu agar tak menghilangkan momen ini.

Noan memejamkan mata, tangannya terangkat, bergetar ketika mencoba menyeka air mata di pipi Winona. "Bunda... maaf... Aku..." Suaranya terputus, tak ada kata yang cukup untuk menjelaskan perpisahan selama lima tahun yang begitu penuh luka dan penyesalan. Di balik senyum lembutnya, ia tahu bahwa rasa kehilangan yang ia tinggalkan pada Winona tak akan pernah bisa tergantikan.

Saat pelukan itu terlepas, Noan melangkah masuk ke dalam rumah kecil itu. Di sudut ruangan, ia melihat tatapan lain yang tak kalah penuh kerinduan. Seorang pria dengan rambut yang mulai memutih berdiri di sana, wajahnya memancarkan keletihan dan kehangatan sekaligus. Pria itu adalah ayah angkatnya, yang dulu selalu menjadi tempat Noan berlindung. Raditya, begitu Noan memanggilnya dulu. Kini, pria itu menatap Noan dengan emosi yang begitu dalam, tersembunyi di balik dinding waktu yang telah memisahkan mereka selama lima tahun.

Raditya mendekati Noan, langkahnya mantap, meski Noan bisa merasakan kegelisahan di balik tatapan tegas ayah angkatnya. "Noan..." ucap Raditya, suaranya serak dan nyaris pecah, menyiratkan kerinduan yang tak terukur oleh waktu.

LAUT UNTUK LANGITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang