"Jangan nyapa lagi ya, aku udah sejauh ini buat sembuh." ~Jenia Amaya
Laut dan langit, keduanya ditakdirkan untuk berpisah namun tetap saling melengkapi. Ethan Nathaniel ibarat langit, yang segala halnya bisa berubah sewaktu-waktu. Setiap kali langi...
Aku harusnya nggak muncul di hidup kamu. Kita ketemu itu sebuah kesalahan
•Laut Untuk Langit•
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jenia berhasil membujuk Ethan untuk pulang. Mereka masuk ke dalam apartemen dengan langkah gontai, jejak air dari baju basah mereka mengotori lantai. Jenia buru-buru mengambil handuk dan memberikannya pada Ethan.
"Jen, Mama..." Suara Ethan terputus-putus, pandangannya turun ke lantai, wajahnya mencerminkan kesedihan yang mendalam. Kenangan di rumah sakit masih menyiksa ingatannya, menyebabkan dadanya terasa sesak oleh rasa kehilangan. "Mama ninggalin gue sendiri."
Dalam suasana yang menyelimuti kehampaan dan kesedihan, Jenia mengangkat wajahnya, menatap mata Ethan yang dipenuhi oleh duka yang mendalam. "Kamu masih punya Om Juna, Ethan," ucapnya dengan suara lembut.
"Harusnya tadi gue nggak pergi, harusnya gue ada disamping Mama," ujar Ethan dengan suara yang penuh penyesalan.
Jenia dengan lembut menghapus air mata yang mengalir di pipi Ethan.
"Lo nggak bakal ninggalin gue kayak Mama, kan?" tanyanya dengan sorot penuh harap.
"Kamu kan ada Kanaya. Aku panggil Kanaya kesini ya?"
Ethan menghentikan gerakan Jenia yang hendak mengambil ponsel. Dahi Ethan bertumpu pada bahu Jenia sehingga ia bisa merasakan suhu panas tubuh Ethan.
"Gue butuhnya lo buka Kanaya, gue maunya lo bukan Kanaya, yang gue suka Jenia bukan kanaya," jelas Ethan dengan suara yang terhenti.
Jenia terkejut.
Ia tidak boleh ragu, mungkin Ethan hanya mengigau dan tidak menyadari apa yang dikatakannya, ia tidak boleh terbawa perasaan. Ethan sedang demam, ia tidak ingin memanfaatkan situasinya.
"Kamu demam, Ethan."
"Jenia, lo benci banget sama gue ya? Kenapa? Lo nggak bahagia sama gue, kenapa lo pilih Nolan?" tanya Ethan dengan perasaan campur aduk.
"Gue cemburu waktu lo deket sama Nolan, gue nggak suka liat lo ketawa karena dia," jelas Ethan.
"Apa yang buat lo suka Nolan?"
Mengapa Ethan membahas Noan, ia tidak memiliki jawaban untuk pertanyaan itu. Perasaannya terhadap Noan masih samar. Diamnya Jenia terasa berat bagi Ethan, seperti sebuah penghujung yang tak terelakkan.
"Jen, temenin gue. Jangan pergi. Tempat lo kembali cuma ke gue," pintanya dengan penuh harapan
"Gue pengin denger pengakuan lo lagi."
Ethan menatap mata Jenia sorot penuh pengharapan. "Jenia, lo mau tetep bareng gue kan?"
Jenia terdiam, merasakan sesak yang menghimpit dadanya semakin dalam. Dalam keheningan yang menyelimuti, ia menahan diri agar tidak goyah. Dengan tegas, di tengah rasa sakit yang membelenggu, Jenia menggeleng.