LUL | 05

2.8K 391 92
                                        

Tanpa cinta, dunia terasa hampa.
Tanpa logika dunia adalah luka.

•Laut Untuk Langit•

"Pegangan, kalo nggak mau jatuh," kata Ethan tegas, membuat Jenia tersentak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pegangan, kalo nggak mau jatuh," kata Ethan tegas, membuat Jenia tersentak.

Jenia belum sempat mencerna perintah itu, tapi Ethan segera menancap gas motornya dengan cepat. Jenia merespons secara refleks dengan memegang erat jaket Ethan agar tidak jatuh dari motor.

Motor yang mereka tumpangi membelah jalanan ibu kota yang berkilauan oleh cahaya lampu. Meskipun malam telah turun, masih banyak kendaraan yang melintas, menciptakan keramaian yang tak kenal lelah. Di tengah bisingnya suara lalu lintas, Jenia tak bisa menahan diri saat Ethan tiba-tiba meningkatkan kecepatan dan dengan gesit menyalip mobil dengan gerakan yang lincah. Jenia merapatkan pelukannya pada pinggang Ethan, tangannya gemetar karena takut terjatuh dari motor yang melaju dengan sangat cepat.

"Ethan, pelan-pelan!" serunya, tetapi suaranya hampir tenggelam oleh deru mesin motor

Jenia berteriak lagi, "Ethan! Please jangan—," ketika sebuah motor lainnya tiba-tiba memotong jalur mereka. "Awas!"

Dengan keahliannya yang tidak perlu diragukan, Ethan dengan mudah menghindari kecelakaan, membunyikan klakson keras sebagai peringatan. Ethan melirik kaca spion sebentar, mencoba melihat ekspresi Jenia dari balik helmnya, meskipun tidak terlalu jelas karena kacanya yang gelap. Pandangan Ethan turun ke perutnya, di mana tangan Jenia yang rapuh memeluknya erat. Tangan itu gemetar hebat, mengungkapkan betapa ketakutannya Jenia selama perjalanan yang penuh dengan kecepatan dan ketegangan.

Keduanya akhirnya tiba di rumah orang tua Ethan, di mana Ethan memarkirkan motornya di garasi. Dia membuka helm full face-nya dan mengacak rambutnya yang berantakan

"Nanti, aku pulangnya bareng pak Dadang. Aku nggak mau lagi bonceng kamu," ucap Jenia dengan suara pelan sembari menunduk.

Ethan tidak menjawab, tetapi juga tidak menolak permintaan itu. Mereka berdua berjalan menuju rumah dengan suasana hati yang hening.

"Ya ampun Jenia! Sini masuk, gimana kabar kamu?" sambut Tiffany dengan tulus, mendekati Jenia untuk memberinya pelukan hangat. Pandangan Jenia kemudian berpindah ke Ethan, yang memandangnya dengan penuh peringatan, seolah-olah satu langkah salah dari Jenia akan membuatnya menghilang dari situasi ini.

Jenia tersenyum dan merespons dengan hangat.

"Kalian sudah datang? Mari, Jenia duduk," ucap Ardjuna, menyingkirkan beberapa berkas yang menumpuk di meja ruang tamu. Semua orang nampak antusias dengan kedatangan Jenia, dan senyuman terpancar di wajah mereka, kecuali Ethan.

LAUT UNTUK LANGITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang