"Jangan nyapa lagi ya, aku udah sejauh ini buat sembuh." ~Jenia Amaya
Laut dan langit, keduanya ditakdirkan untuk berpisah namun tetap saling melengkapi. Ethan Nathaniel ibarat langit, yang segala halnya bisa berubah sewaktu-waktu. Setiap kali langi...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tatapan Ethan terpaku pada sosok wanita yang tubuhnya kini mulai kurus, bayangan senyumnya yang dulu begitu ceria kini pudar ditelan kesakitan. Sudah lebih dari satu minggu, tapi setiap hari kondisinya terus merosot. Ethan meraih tangan lembut itu, mencoba mencari kehangatan yang semakin tipis.
"Pasti sakit ya, Mah?" bisiknya dengan suara lirih, sedih melihat ibunya yang terbaring lemah.
Tiffany tersenyum, tetapi matanya tak bisa menyembunyikan rasa sakit yang dalam. Dia mengalihkan perhatiannya pada putranya yang tercinta, mencoba menenangkan hatinya yang hancur.
"Kamu itu obat buat Mama, Ethan. Asal lihat kamu bahagia, Mama juga ikut bahagia."
"Janji Mama harus sembuh, ya," pintanya dengan penuh harapan, tapi juga ketakutan yang mendalam.
Tiffany menggenggam tangan Ethan erat, mencoba memberinya kekuatan dalam kelemahan yang ia rasakan sendiri. "Kamu janji dulu sama Mama, apapun yang terjadi, kamu harus ikhlas menerima apapun hasilnya."
Ethan terdiam, tak sanggup berkata-kata karena perasaannya yang terlalu terluka.
"Katanya kamu mau nunjukkin sesuatu ke Mama, mana? Mama pengin lihat sayang," pinta Tiffany mencoba mencairkan suasana.
Teringat sesuatu, Ethan pergi untuk mengambil barang yang tertinggal di mobil.
"Bentar Ma, Ethan ambil dulu," ucapnya pelan sambil berusaha tersenyum, meski sebenarnya hatinya hancur berkeping-keping.
Pria itu keluar dari ruangan, langkahnya terasa berat menuju lift yang membawanya ke basement tempat mobilnya terparkir.
Senyumnya terlihat getir saat melihat barang yang sudah disiapkannya sejak lama, barang itu diletakkan di dalam paper bag. Ia segera kembali menuju kamar tempat Tiffany dirawat.
Perawat dan dokter berseliweran mengatasi pasien kritis, di rumah sakit apapun bisa terjadi secara tiba-tiba. Ethan sudah dekat dengan ruangan. Tapi pemandangan di depannya membekukan langkahnya, hadiah ditangannya terjatuh ke lantai bebas, jantungnya serasa dipompa kencang. Para dokter berseragam medis melingkar di sekitar Tiffany yang hanya terdiam.
Tangannya mengepal erat.
"Ini bohong, kan?" bisiknya hancur, berharap akan mendengar suara lembut Tiffany mengingkarinya.
Dunianya serasa runtuh, ia berulang kali mencoba menerobos masuk ke dalam ruangan, tapi orang di sekitarnya menghentikannya. Dengan perasaan hancur, Ethan hanya bisa memandang wajah Tiffany yang berangsur tenang. Dokter di sekelilingnya berusaha melakukan apapun, banyak peralatan medis terpasang di tubuh itu, hingga akhirnya para dokter itu hanya bisa menggelengkan pasrah.