LUL | 29

1.5K 98 4
                                        

Jadi sekarang aku harus tetep
nunggu atau nyerah?

Laut Untuk Langit•

•Laut Untuk Langit•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Hujan yang baru saja reda meninggalkan jejak rintik di jendela kaca, sementara aroma kopi hitam menguar dari cangkir-cangkir di atas meja. Di sudut ruangan, tiga lelaki duduk bersama, tenggelam dalam obrolan yang sesekali diiringi tawa pelan—tawa yang terasa lebih sebagai pelarian daripada kebahagiaan.

Abraham, dengan postur tubuhnya yang tegap, menyesap kopinya perlahan, tatapannya sesekali melirik ke arah Ethan yang duduk di seberangnya. Ethan terlihat murung, menatap kosong ke dalam cangkir di tangannya, seolah ada sesuatu yang menggelayuti pikirannya. Di sisi lain, Yohan, yang sejak tadi diam, kini mulai membuka suara, suaranya rendah namun ada nada menguji di balik kata-katanya.

"Jadi… gimana kabar lo sama Jenia?" Yohan mulai, melirik Ethan dari balik pinggiran cangkirnya.

Ethan menunduk sedikit, tidak langsung merespons, mencoba menahan segala gejolak perasaan yang ada di dalam dirinya. "Udah selesai," jawabnya akhirnya, suaranya hampir tidak terdengar. "Semua udah selesai."

Abraham mengangkat sebelah alisnya, lalu meletakkan cangkirnya di atas meja dengan bunyi lembut. "Selesai, ya?" katanya, nadanya setengah skeptis. "Gue nggak nyangka lo bakal bilang begitu, Than. Lo selalu yang paling keras kepala kalau udah nyangkut soal dia."

Yohan tersenyum tipis, nyaris seperti ejekan, namun ada simpati terselip di baliknya. "Keras kepala... atau lebih tepatnya, lo terlalu berharap. Dari awal, hubungan lo sama Jenia emang udah kayak jalan di atas kaca yang retak."

Ethan menghela napas panjang, jemarinya bermain di pinggir cangkir. "Gue tahu," ucapnya pelan, suaranya terdengar seperti seseorang yang akhirnya menyerah pada kenyataan. "Gue tahu dari awal kalau semuanya nggak akan gampang. Tapi, gue tetap coba, gue coba buat bertahan..."

"Masalahnya," Abraham menyela, kali ini suaranya lebih tegas, "lo bertahan untuk sesuatu yang dari awal udah patah, Than. Lo nggak lihat apa yang ada di depan mata lo sendiri?"

Ethan terdiam. Dalam kepalanya, berbagai kenangan tentang Jenia berkelebat, mulai dari senyum pertama yang membuatnya jatuh cinta hingga momen-momen pahit di mana mereka saling melukai tanpa henti. Ia tahu apa yang dimaksud Abraham, namun menerima kebenaran itu selalu jauh lebih sulit.

Yohan, yang sejak tadi menatap Ethan dengan pandangan penuh pengertian, menggeleng pelan. "Kadang, lo nggak bisa maksa sesuatu yang udah nggak bisa diperbaiki, Than. Bukan berarti lo nggak cukup berusaha, tapi mungkin memang kalian nggak ditakdirkan buat saling menyembuhkan."

LAUT UNTUK LANGITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang