Sunoo pernah merasakan manisnya cinta begitu pula rasa pahitnya. Bahkan rasa hambar yang membuatnya mempertanyakan dirinya sendiri.
Kadang ia bertanya untuk siapa jantungnya berdetak? Apakah sekadar bantuan agar ia tetap hidup?
Lalu untuk apa ia hidup?
Sunoo seringkali merasa sendirian, bahkan ketika ia berada di keramaian.
Sunoo terjatuh ketika tak sengaja di senggol secara kasar oleh segerombolan orang. Anehnya kakinya terasa berat untuk bangkit.
Perasaannya seolah kini mati.
Sunoo melihat ke arah tangannya. Sekelebat bayangan yang sudah ia lupakan muncul kembali.
Air matanya jatuh. Apa itu? Jadi pria yang ia temui dulu? Adalah Junkyu?
Sunoo kembali lagi, ia kembali menjadi seseorang yang memikirkan hal ini lagi. Kembali berpikir untuk mengakhiri hidupnya.
Ia sudah lelah.
Melihat sinar matahari yang berwarna jingga membuatnya menoleh ke arah sang mentari.
Terik matahari sore itu membuat dirinya sadar. Apapun yang terjadi, pada akhirnya yang layak untuk di salahkan adalah dirinya sendiri.
"Lu nggak papa? Bisa berdiri?"
Matahari itu tertutup, oleh seseorang yang membuat Sunoo tersenyum tanpa sadar.
"Jay, aku benar-benar merindukanmu berada di sisiku." Tepat setelah mengucapkan itu Sunoo tak sadarkan diri.
Dengan panik Jay segera menarik Sunoo ke dalam pelukannya dan menggendongnya.
Untungnya orang yang lalu lalang tampak tak peduli pada keduanya. Jay segera menggendong Sunoo pergi. Apalagi setelah tau bahwa tubuh anak yang berada di dalam rengkuhannya itu sangat dingin.
🕛🕛🕛🕛🕛🕛
Sunoo membuka matanya perlahan. Merasa bahwa ada yang menggenggam tangannya, Sunoo menoleh. Sedikit terkejut kala melihat Doyoung berada di sebelahnya.
"Akhirnya lu sadar juga!" Ucap Doyoung parau
Setelahnya Doyoung memanggil Dokter.
Setelah infus habis dan Sunoo di resepkan obat. Keduanya memilih pulang. Selama di rumah sakit dan perjalanan pulang keduanya diam.
Di depan pintu apartemen Sunoo Doyoung menahan tangan Sunoo.
"Lu udah tau semuanya?" Tanya Doyoung
Sunoo tak menjawab, ia justru menarik Doyoung ke dalam pelukannya. Dan keduanya manangis bersama. Untungnya saat itu sudah cukup malam bahkan bisa di bilang pagi. Jadi keadaan cukup sepi.
Setelah di rasa tenang. Sunoo menarik Doyoung untuk segera masuk ke dalam apartemennya.
Keduanya duduk di sofa bersebelahan. "Apa lu masih cinta sama Jeongwoo ?" Tanya Sunoo
Doyoung menunduk, tak menjawab berarti dugaan Sunoo benar. "Kenapa lu nggak cerita apa-apa ke gue? Lu tau dengan menyimpan semuanya nggak bakal ada hal baik yang terjadi."
"Noo, gue takut. Gue udah kehilangan Jeongwoo. Gue nggak mau kehilangan lu. Gue nggak mau nambah beban lu lagi. Bahkan saat tau lu pingsan lagi. Gue bener-bener takut Noo. Gue nyesel kenapa gue kabur dan akhirnya lu justru drop lagi. Gue takut. Gue takut." Racau Doyoung dengan erat menggenggam tangan Sunoo erat.
"Gue nggak papa kok." Ucap Sunoo, namun apakah Doyoung percaya? Tentu tidak, siapa yang akan mempercayainya ketika wajah Sunoo sangat pucat?
"Sekarang lu istirahat lagi ya. Kita bicarain ini lain kali. Besok biar gue izin kerja. Sekalian gue izinin lu dari cafe."