Bangau duduk di ruang pusaka dan membersihkan beberapa pusaka koleksi kerajaan. Dia mendengar suara genderang tanda prajurit perang datang dari perjalanan jauh. Dengan senang Bangau masuk ke ruangan aula kosong di gedung Artefaknya. Aula luas yang biasanya digunakan untuk menguji Artefak berbahaya.
"Kau pulang?" Tanya Bangau melihat bayangan muncul dari pintu.
Seorang pria gagah panglima perang yang perkasa masuk ke Aula itu, Panglima Murai.
Murai mendekatinya dan berlutut lalu mencium tangan Bangau. Bangau menyambut Murai dengan pelukan dan ciuman mesra.
"Aku takut kehilanganmu Murai" ucap Bangau.
"Aku pasti pulang Bangau... Pasti" ucap Murai dengan suara indahnya.
Bangau mengambil sebuah Artefak, cangkang keong laut yang dapat mengeluarkan nyanyian duyung.
Dia mencium Murai, mereka berdua berdansa di iringi lantunan lagu duyung yang indah. Musik lembut mengiringi tarian mereka. Mereka berpelukan sambil melangkah mengikuti tempo musik. Bangau mencium bahu berotot Murai, Murai mencium leher Bangau.
Ruangan itu dipenuhi cinta. Bangau dan Murai berdansa pelan. Melangkah sesuai tempo lagu duyung yang indah. Mereka berpelukan, berciuman, dan Murai membuka pakaiannya."Aku mencintaimu Bangau" ucap Murai dan menggendong Bangau lalu menghimpitnya ke dinding.
"Aku selalu mencintaimu Murai" balas Bangau dan membuka jubahnya "Selalu"
Murai mengecup dada Bangau dengan kecupan pelan "Maaf aku pernah berhenti mencintaimu"
Bangau mencium leher Murai "Kau adalah rasa sakit yang kupilih Murai, kau adalah satu-satunya rasa sakit yang kupilih"
Bangau mengeluarkan sebotol minyak Zaitun dari jubah yang sudah lepas.
Mereka melakukannya, berbaring di aula kosong itu. Bangau membuka kakinya dan membiarkan Murai mendapatkan hadiah pulang perangnya. Bangau menikmati hentakan menyakitkan itu, menikmati rasa sakit yang Murai bawa untuknya. Lahir dan batin.
Sambil menggerakkan pinggul maju-mundur keluar dan masuk, Murai membiarkan Bangau menggigit lengannya untuk menahan perih di bawah sana. Pintu sempitnya terbuka lebar, lecet dan sedikit robek karena pusaka berurat Murai yang basah dengan minyak zaitun.
"Aku keluar Bangau..." Bisik Murai sambil mendesah hebat. Keringatnya membasahi dada Murai dan dibawah sana dia siap menembakkan bibit masa depannya.
"Jangan... Aku masih ingin melakukan ini denganmu" ucap Bangau dan mencium Murai dengan penuh cinta.
"Hhh aku keluar... Aku keluar. Aku tidak bisa menahannya lagi" Desah Murai sambil berbisik.
Suara kaki terdengar.
"Bangau? Kau dimana?" Suara Semino memecahkan romantisme erotisnya dan Murai.
Suara kaki terdengar memasuki ruang Aula.
"Sembunyi" ucap Bangau.
Murai bersembunyi dan Bangau berdiri seolah tidak terjadi apa-apa. Lubangnya nyeri dan lecet tapi dia berusaha terlihat santai.
"Ada apa pangeran?" Tanya Bangau.
"Kendi Rindu, aku membutuhkannya" ucap Semino yang mengendus sekitar "Bau zaitun..."
"Aku menguncinya Kendi Rindu di ruangan artefak terlarang" jawab Bangau"Anda tidak bisa memakainya. Kendi itu dapat membunuh"
"Ini penting, ini masalah Abaria. Mana kendinya?"
"Aku tidak bisa berikan. Tugasku memastikan tidak ada korban dari Artefak dan pusaka yang ku jaga disini" ucap Bangau.
"Ini perintah pangeran Bangau" balas Semino "Lagipula kendi itu milikku"
"Hanya perintah Raja yang bisa membatalkan tugasku Pangeran. Kendi itu terlarang. Kau tidak boleh memakainya. Tidak boleh" larang Bangau.
"Aku tidak perduli" Semino masuk ke ruang artefak terlarang dan mengambil kendi itu tanpa mendengarkan Bangau.
"Maaf tapi anda melanggar ketentuan gedung Artefak pangeran...Anda tidak boleh masuk atau mengambil Artefak terlarang tanpa perintah Raja" ucap Bangau.
Semino membawa Kendi Rindu itu dan mengabaikan Bangau.
"Pangeran Semino. Kau tidak boleh semena-mena begitu!!" Tegur bangau.
"Bagaimana cara memakai nya? Jelaskan"
"Kembalikan Kendinya" ucap Bangau dan mengeluarkan gulungan Kanvas.
"Kau tidak mungkin berani menyerang ku kan?" Tanya Semino "Jentikan jariku saja bisa membuat tulangmu remuk Bangau"
"Aku memang tidak berani, tapi mereka bisa" ucap Bangau "...CITRA..."
Dia membuka gulungan Kanvas panjang penuh lukisan ular. Ular-ular keluar dari Kanvas itu dan melilit Semino...
"Aghhh aku benci ular!!!"
Puluhan Ular menggigit Semino dan Bangau mengambil kembali kendi itu.
"Sialan kau!!" maki Semino.
(Rambut bangau harusnya lebih panjang dari ilustrasi di atas)
Sayangnya tak butuh waktu lama untuk Semino lepas dari jeratan ular-ular itu. Aura perangnya membakar ular-ular yang dibuat oleh Bangau dalam sekali waktu.
"Kesini kau" Semino menggendong Bangau dan membawanya ke hadapan Raja untuk memaksanya memberitahu cara menggunakan Kendi Rindu.
"Lepaskan... Lepaskan... Murai bantu aku!!!" teriak Bangau saat dia digendong paksa Semino.
(Kejadian berikutnya terjadi di Chapter sebelumnya)
Anda akan mengenal Bangau Lebih dekat di buku spin off.
Tinta dan Darah...
Rilis tanggal 8-18 November 2024. Marathon 10 Hari setiap matahari terbenam
KAMU SEDANG MEMBACA
DANAU PELANGI
FantasyCerita BL dewasa bergenre fantasi kolosal yang akan membawamu ke dunia fantasi di masa lampau. Tentang dua orang pangeran yang terlahir di kerajaan Ananta. Putra Mahkota Ukino dan Kesatria terbaik Semino. Dua bersaudara itu menjalani kehidupan kepan...