6-April-2471, 18.20
Lydia menarik napas panjang. "Aku tahu, itu bukan sesuatu yang menyenangkan untuk dilakukan." Marlina menatap Lydia yang sedari tadi berdiri di ruang haluan sambil menceritakan pengalamannya lebih dari satu setengah abad lalu.
"Apa yang terjadi dengan Theo?" Tanya Marlina.
"Dia hidup sampai tua di koloni Benteng Tembalang itu, menikah dengan Dini. Aku tahu aku bukanlah Ibu yang dirindukannya. Cerita Robert ketika dia beranjak dewasa benar-benar mengacaukan kebenaran. Tapi syukurlah dia menjadi orang baik di akhir hayatnya."
"Apa yang terjadi setelah kau membunuh Deni?" Tanya Marlina.
"Aku diberondong dengan belasan atau puluhan peluru."
"Tapi kau tidak mati."
"Tapi aku tidak mati." Jawab Lydia. "Setelah aku tersadar, kerusuhan besar terjadi. Warga marah dan melucuti semua pasukan bersenjata di situ. Beberapa warga juga tewas menjadi korban."
"Sebenarnya Deni dan Dini itu tidak bersaudara?" Tanya Marlina.
"Deni adalah anak Andre yang menjadi ketua kelompok perantara dagang saat itu, mereka menyandera ibu Dini supaya keluarga itu bisa dikendalikan," jawab Lydia. "Andre dan beberapa anggotanya, banyak yang menjadi tawanan hingga tua dan mati di dalam sel. Sejak saat itu, aku membantu koloni itu untuk membangun kembali kehidupan secara perlahan. Membangun kerjasama dengan koloni-koloni lain selayaknya sistem dagang normal. Tapi tentu saja aku di belakang layar, kau tidak ingin menjadi terkenal dan menjadi buruan orang lain. Warga koloni Tembalang itu sudah menganggapku sebagai malaikat pelindung mereka. Bahkan ada yang membuat patungku. Lalu kurubuhkan, hahaha. Kau harus melihatnya kapan-kapan. Theo, Dini, dan ayahnya cukup bagus menjadi pemimpin di situ. Jadi aku bisa meninggalkan tempat itu, dan kembali melanjutkan perjalanan pulang ke arah Bandung, setelah tiga kali percobaan tidak menemukan Robert di Jogja."
"Kau pernah mengunjungi mereka lagi?"
"Tidak, kupikir koloni itu cukup mampu untuk berjalan dengan baik selama mereka berada di tangan orang-orang baik. Dan Theo cukup bahagia tampaknya." Jawab Lydia.
Mereka berdua tenggelam dalam lamunan, sementara matahari mendahului di barat. Cahaya matahari tinggal tersisa sedikit di ujung senja yang kemerahan.
Tidak semua orang memiliki keistimewaan melihat senja hari yang indah dari ketinggian jelajah 50,000 kaki ini. Pikir Marlina."Pablo, berapa lama lagi kita akan tiba di Gaborone?" Tanya Lydia setelah matahari benar-benar hanya menyisakan warna jingga di langit, dan lautan Andaman terlihat tenang di bawah sana.
"Dua jam dan tujuh menit dari sekarang." Jawab Pablo.Di ketinggian 50.000 kaki, dunia di bawah menjadi sebuah permadani indah, masing-masing corak dengan cerita dan sejarah sendiri-sendiri. Melalui perjalanan ini, Marlina dan Lydia melihat tidak hanya benua-benua yang terpisah samudera luas, tapi pandangan dan pemahaman mereka terhadap dunia pun mengendap menjadi sebuah rasa syukur atas planet indah ini.
Hari ini terasa istimewa, karena mereka berdua mengendarai sebuah armada udara dengan teknologi tinggi. Untuk Marlina, ini adalah pengalaman pertama sejak lompatan peradaban akibat tidur panjangnya. Untuk Lydia, ini adalah kesempatan yang sudah terlalu lama ditunggu, karena selama lebih dari satu setengah abad, dia hanya bisa melihat armada-armada canggih yang lalu lalang di atas kepalanya.
Setelah matahari terbenam sepenuhnya, hamparan laut luas di bawah mereka diterangi oleh cahaya bulan yang muncul dari arah timur di belakang mereka. Satu jam kemudian, lautan yang luas berganti menjadi garis pantai Afrika Timur yang kasar. Dari haluan, mereka terkagum-kagum dengan pemandangan dramatis daerah yang dahulu adalah wilayah Afrika Selatan. Lembah yang besar dengan ngarai-ngarainya yang dalam dan dataran yang luas. Pemandangan yang tak terlupakan.
Dulu, daerah ini dipenuhi kawanan hewan rusa atau gajah liar yang bermigrasi, vegetasi yang seolah bernapas seirama dengan perubahan posisi planet terhadap matahari atau gelombang pasang yang dipengaruhi oleh gerakan bulan. Sebuah planet yang hidup permai, berevolusi perlahan dalam rentang milenium, dengan makhluk manusia yang duduk di tahta teratas piramida, yang menghias kawasan perkotaan atau permukiman dengan lampu-lampu di waktu malam. Sekarang, daerah ini terlihat gelap dan kosong.
Pengingat akan siklus kehidupan.
"Sepertinya kita memasuki wilayah Botswana," kata Lydia sambil memperhatikan peta di salah satu monitor. "Pablo, kita memutar ke arah Delta Okavango dulu sebelum ke Gaborone. Aku tidak ingin mereka tahu arah kedatangan kita dari lintasan perjalanan pesawat ini."
"Baik." Jawab Pablo. Armada udara yang dilengkapi kemampuan siluman itu bergerak ke utara dan melakukan gerakan memutar dengan radius besar.Bentang alam Botswana yang luas mulai terbentang di bawah mereka. Delta Okavango, labirin perairan yang luas, sangat kontras dengan gurun yang baru saja mereka lintasi. Di bawah sinar bulan, mereka bisa melihat sungai-sungai yang mengular. Di sana penuh dengan kehidupan; kawanan kuda nil berkubang di air, dan gajah terlihat berjalan menuju tepi sungai. Flora dan fauna di tempat ini pun sudah beradaptasi dengan lingkungan radioaktif global.
Para peneliti biologi molekuler akan sangat gembira jika saja mereka bisa ada di tempat ini, pikir Marlina.Saat mereka mulai turun ke Gaborone, Lydia merenungkan perjalanan itu. Jarak yang jauh, bentang alam yang beragam, dan beraneka ragam bentuk kehidupan di bawahnya membuatnya menyadari betapa saling terhubungnya dunia ini. Meskipun terdapat perbedaan geografi dan budaya, ada keindahan bersama yang melampaui batas-batas negara.
Gaborone, ibu kota Botswana, segera terlihat, walaupun mirip dengan kota-kota lainnya di masa sekarang, penuh puing dan ditumbuhi hutan belukar. Terletak di antara perbukitan, kota ini di abad ke-21 merupakan perpaduan antara modernitas dan tradisi suku asli Tswana. Negara ini bernama Botswana, yang berarti 'Orang-orang Tswana'.
Mereka berdua tahu ini baru permulaan. Masih banyak langit yang harus dijelajahi, masing-masing punya ceritanya sendiri, masing-masing punya pelajarannya sendiri. Dan mereka siap untuk menjalani semuanya, satu perjalanan dalam satu waktu.
"Pablo, siapkan alat komunikasi untuk kupasang di telinga." Kata Lydia, dan sebuah kompartemen di sebelah kanan mereka membuka dan dia mengambil alat seperti Handy Talky dengan sebuah piranti alat pendengar nirkabel yang dimasukkannya ke dalam lubang telinga kanannya.
"Tes! Kau dengar aku, Lin?" Tanya Lydia.
"Jelas sekali."
Lydia menggantungkan alat HT di pinggang kirinya. Mereka berdua mengenakan mantel-mantel lusuhnya dan bersiap di pintu utama.
"Pendaratan dalam lima menit."
![](https://img.wattpad.com/cover/363458933-288-k498792.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
2471
Fiksi IlmiahSeorang dokter wanita mendapati dirinya berada di dalam sebuah tabung kapsul dengan populasi dunia berkurang 99.91% dan permukaan air laut naik 100m. Sebuah kejahatan yang berumur lebih dari empat setengah abad menunggu untuk diselesaikan di tengah...