Bab 7: Luka yang Tak Terlihat

2 0 0
                                    

Gudang olahraga telah menjadi tempat paling mengerikan bagi Karel. Siang itu, ketika bel istirahat berbunyi, Vince dan gengnya kembali mengincar Karel. Rey yang ingin menemani Karel ke kantin ditahan oleh salah satu anggota geng Vince.

"Jangan ikut campur, Rey," ancam Bima, anggota geng Vince yang bertubuh besar.

Sementara itu, Vince menarik Karel ke sudut yang sepi. "Lo pikir bisa kabur dari kita selamanya?" tanyanya sambil mendorong Karel hingga membentur tembok.

"Aku nggak ngapa-ngapain...," jawab Karel dengan suara kecil.

Namun, jawaban itu malah memancing amarah Vince. "Lo sok suci banget, ya? Emang lo kira pantas hidup di sini? Dasar anak nggak guna!" teriaknya.

Dengan satu gerakan cepat, Vince memukul perut Karel hingga ia terjatuh, menggeliat kesakitan di lantai. Anggota geng lainnya ikut menendang Karel, menertawakan setiap rintihannya.

"Lihat dia, lemah banget!" ejek Raka sambil meludah ke arah Karel.

Karel mencoba melindungi tubuhnya dengan kedua tangan, tetapi tendangan dari berbagai arah terus menghantamnya. "Berhenti... tolong...," ucapnya, hampir tanpa suara.

Namun, mereka tidak peduli. Vince menarik kerah seragam Karel, membuat wajah mereka sejajar. "Dengerin gue, kalau lo berani bilang sama siapa pun, gue bakal pastikan hidup lo lebih menderita dari ini. Lo paham?!"

Karel mengangguk cepat, air mata mengalir deras di pipinya. Melihat ketakutannya, Vince tersenyum puas dan melepaskannya.

"Dasar pengecut," tambah Raka sebelum mereka meninggalkannya terbaring sendirian di lantai gudang.

Di rumah, Karel mencoba menyembunyikan luka-lukanya.

Namun, Rafael mulai memperhatikan ada yang aneh. Saat makan malam, Rafael melihat cara Karel duduk yang terlihat tidak nyaman.

"Karel, lo kenapa? Kok duduknya kayak nahan sakit?" tanya Rafael curiga.

Karel buru-buru menggeleng.

"Enggak, Bang. Gue cuma kecapean aja habis olahraga."

Rafael tidak sepenuhnya percaya, tapi dia memutuskan untuk tidak memaksa. Dia tahu Karel butuh waktu untuk bicara.

Namun, malam itu, saat Karel sedang tidur, Rafael tidak sengaja masuk ke kamarnya. Dia melihat seragam Karel yang tergeletak di kursi dengan noda darah samar di bagian lengan.

"Apaan ini?" bisik Rafael, matanya membelalak.

Keesokan harinya, Rey mencoba mendekati Karel lagi. "Karel, gue serius, kita harus lapor. Lo nggak bisa gini terus."

Namun, Karel hanya menggeleng dengan lemah. "Gue nggak mau masalah ini jadi makin besar, Rey. Gue nggak kuat."

Rey merasakan dadanya sesak. Dia tahu Karel sedang berada di titik terendah, tapi dia tidak tahu harus bagaimana untuk menolongnya.

Sementara itu, Vince dan gengnya terus mengawasi dari kejauhan, memastikan Karel tetap berada di bawah kendali mereka.

Di Balik Bayangan DendamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang