Malam yang tenang berubah menjadi mencekam saat Davin membuka pintu rumahnya. Rafael berdiri di ambang pintu, mengenakan jaket hitam yang basah oleh hujan. Tatapan matanya dingin, menyimpan ribuan rasa dendam yang siap meledak kapan saja."Rafael?" Davin terkejut, tapi ada nada ketakutan dalam suaranya.
"Bisa kita bicara?" Rafael bertanya, suaranya tenang tapi penuh tekanan.
Davin menelan ludah, ragu-ragu untuk membiarkan Rafael masuk. Namun, dia tak punya alasan untuk menolak. "Iya, masuk aja."
Rafael melangkah masuk, mengambil tempat di sofa ruang tamu. Matanya menyapu sekeliling, memperhatikan setiap sudut rumah Davin. Di atas meja, ada secangkir kopi setengah penuh dan ponsel yang terus menyala.
"Ada apa?" Davin akhirnya bertanya, berusaha menutupi kegugupannya.
Rafael menyandarkan punggungnya, mengamati Davin seolah sedang menilai apakah dia layak hidup. "Gue cuma mau ngobrol. Tentang Karel."
Wajah Davin langsung berubah. Nama itu membawa kenangan yang ingin dia lupakan. "Karel? Kenapa lo bahas dia?"
"Karena gue tahu apa yang lo lakuin," jawab Rafael dengan senyuman kecil, tapi senyuman itu lebih menyerupai ancaman daripada keramahan.
Davin mulai merasa panas meski suhu ruangan dingin. "Gue nggak ngerti apa yang lo maksud.”
Rafael mencondongkan tubuh ke depan, memandang Davin tepat di matanya. "Lo ngerti. Lo dan teman-teman lo pikir bisa kabur dari apa yang kalian lakuin ke Karel? Gue di sini buat ngingetin kalian bahwa gue nggak akan diem aja."
Davin berdiri, mencoba mempertahankan dominasinya. "Dengar, itu semua udah lama, Raf. Gue bahkan nggak inget apa-apa lagi soal itu.”
"Bagus kalau lo lupa," Rafael bangkit dari sofa. Tubuhnya lebih tinggi, membuat Davin tampak kecil. "Tapi gue di sini untuk bikin lo inget."
Tanpa peringatan, Rafael mendorong Davin ke dinding. Davin mencoba melawan, tapi Rafael jauh lebih kuat. Dia mencengkeram leher Davin, membuatnya sulit bernapas.
"Aku bakal ngasih lo kesempatan buat minta maaf," Rafael berbisik di telinga Davin. "Tapi nggak akan ada kata maaf yang cukup buat gantiin apa yang udah lo ambil dari gue."
Davin menggeliat, matanya melebar karena panik. "Raf... tolong... gue..."
Rafael melepaskannya dengan kasar, membuat Davin terjatuh ke lantai. Dia melihat Davin terengah-engah seperti ikan yang kehabisan air.
"Ini baru permulaan," Rafael berkata dingin. Dia berbalik, berjalan keluar dari rumah, meninggalkan Davin dengan ketakutan yang menusuk hingga ke tulang.
Di Luar Rumah Davin
Rafael memasukkan tangannya ke saku jaket, merasakan ujung pisau kecil yang selalu ia bawa. Senyum tipis muncul di bibirnya. "Satu per satu, mereka akan tahu apa arti kehilangan."
Hujan yang turun seolah menjadi saksi bisu dari rencananya yang semakin matang. Rafael berjalan menjauh, meninggalkan jejak langkah yang penuh dendam.
........
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Balik Bayangan Dendam
Mystery / ThrillerKarel Pratama adalah seorang siswa SMA yang hidup di bawah bayang-bayang rasa takut dan penghinaan. Setiap hari, ia menjadi sasaran bullying dari sekelompok siswa yang tak kenal belas kasihan. Meski memiliki sahabat setia, Rey, yang selalu mendukung...