Setelah kejadian itu, Rafael merasa lebih terisolasi daripada sebelumnya. Hatinya bergejolak dengan amarah yang tak bisa dibendung, namun ia tahu, balas dendam yang murni hanya bisa dilakukan dengan perencanaan matang. Pembuli-pembuli yang menyebabkan adiknya menderita—dan akhirnya merenggut nyawanya—harus merasakan konsekuensinya. Tetapi Rafael harus menunggu waktu yang tepat.
Hari-hari berlalu, dan Rafael tidak bisa berhenti memikirkan wajah adiknya. Kenangan tentang Karel yang selalu tersenyum dan merasa terlindungi oleh Rafael kini hanya tinggal bayangan. Ia ingin memperbaiki semua itu, bahkan jika itu berarti harus membayar dengan darah.
Suatu sore, Rafael berkeliling kota dengan tujuan yang jelas. Ia sudah mendengar dari teman-teman Karel—terutama Rey, teman dekat Karel yang paling tahu bagaimana penderitaan yang Karel alami setiap hari—bahwa Vince, Edo, Raka, Bima, dan Davin sering berkumpul di kafe setelah sekolah. Tempat itu bukan hanya sebagai tempat berkumpul, tetapi juga tempat mereka merencanakan apa pun yang bisa mempermalukan orang lain, termasuk Karel.
Rey, yang selalu ada untuk Karel, sering kali menjadi orang yang menguatkan adiknya. Tapi sejak Karel tiada, Rey menjadi semakin tertutup. Ia merasa kehilangan, merasa tidak bisa melindungi Karel seperti yang ia janji kepada temannya. Dan itu membuatnya marah. Rey adalah satu-satunya orang yang tahu betapa dalam luka yang disebabkan oleh pembuli-pembuli itu.
Rafael duduk di meja yang agak jauh dari mereka, matanya tidak pernah lepas dari kelompok pembuli itu. Mereka sedang tertawa, seperti tidak ada yang salah. Seolah-olah mereka telah melupakan perbuatannya. Vince terlihat paling angkuh, masih dengan sikap sombong yang tak pernah hilang, meskipun tak ada Karel lagi yang bisa mereka ganggu.
Rafael menatap mereka dengan mata penuh kebencian. "Mereka harus merasakan apa yang telah mereka lakukan pada Karel," pikirnya dalam hati.
Namun, untuk saat ini, ia hanya bisa menunggu. Rafael menyadari bahwa tidak ada yang bisa diselesaikan dengan langsung bertindak. Ia harus merencanakan langkah selanjutnya dengan hati-hati. Ia tahu betul, setiap keputusan yang ia buat harus sempurna, karena jika tidak, maka bukan hanya dendam yang akan ia tanggung, tetapi juga masa depannya yang akan hancur.
---
Pada malam itu, Rafael kembali ke rumah. Ibunya tidak pernah berbicara tentang Karel, dan itu membuat Rafael merasa kesepian. Ayahnya juga tidak pernah menunjukkan perhatian khusus, seolah-olah apa yang terjadi pada Karel bukanlah masalah besar. Semua orang yang dekat dengan Rafael kini hanya diam, seakan tidak tahu apa yang harus mereka katakan.
Namun, Rafael tidak peduli. Ia tahu tujuannya. Ia hanya butuh waktu untuk menyiapkan segalanya. Dia akan membuat mereka menyesal, satu per satu.
Di luar, hujan mulai turun dengan deras. Rafael berdiri di depan jendela, menatap hujan yang seakan-akan mencerminkan perasaannya yang kelam. Ia tahu, tidak ada jalan kembali.
---
Keesokan harinya, saat Rafael berada di sekolah, dia mendengar rumor tentang sebuah pesta yang akan diadakan oleh teman-teman Karel. Bukan pesta biasa, melainkan sebuah acara yang penuh dengan kebohongan dan sandiwara, untuk memperlihatkan bahwa hidup mereka berjalan baik-baik saja meskipun tanpa Karel. Rafael tahu, inilah saat yang tepat untuk memperingatkan mereka semua bahwa mereka tidak akan pernah melupakan siapa yang telah mereka bunuh.
Vince, Edo, Raka, Bima, dan Davin akan mendapat pelajaran keras. Tetapi Rafael tetap menjaga jarak. Ia bukan tipe orang yang terburu-buru. Dia tahu persis apa yang sedang dia lakukan. Setiap langkahnya, setiap perkataannya, harus penuh dengan perhitungan.
Namun, Rafael tak bisa melupakan Rey. Teman dekat Karel itu adalah orang yang paling terpukul dengan kematian Karel. Rey merasa seolah-olah dia gagal menjadi pelindung bagi sahabatnya. Meskipun keduanya tidak sering berinteraksi setelah Karel meninggal, Rafael tahu Rey masih memendam rasa sakit yang dalam. Terkadang, ia merasa seperti ia juga punya kewajiban untuk membantu Rey dalam menghukum para pembuli itu.
Rey sendiri, meskipun tidak mengungkapkan apapun, sering terlihat duduk sendiri di sudut kelas, memikirkan Karel. Banyak waktu yang ia habiskan hanya untuk mengenang saat-saat mereka bersama. Hatinya ingin sekali melakukan sesuatu untuk membalas apa yang telah terjadi pada sahabatnya, namun tak tahu harus mulai dari mana.
---
Malam itu, Rafael pergi ke pesta yang sudah disebutkan. Pesta yang tampak mewah, namun bagi Rafael, itu hanyalah tempat untuk menyalurkan amarah dan balas dendam. Ia masuk diam-diam, tidak ada yang menyadari kehadirannya. Namun, matanya tak pernah lepas dari para pembuli yang duduk di meja VIP, tertawa dengan keras seolah tidak ada masalah di dunia ini.
Rafael mendekat, menyelinap di antara kerumunan, namun tetap menjaga jarak agar tidak terlihat. Ia hanya menunggu momen yang tepat. Ia tahu bahwa malam ini adalah titik balik dari semuanya. Hanya waktu yang bisa menjawab, apakah ia akan berhasil membalaskan dendam atau malah terjebak dalam perbuatannya sendiri.
Kehadiran Rey di pesta itu juga tidak bisa Rafael abaikan. Rey datang dengan wajah murung, seolah ia tahu apa yang sedang Rafael rencanakan. Mereka berdua saling bertukar pandang, namun tidak ada kata yang keluar dari mulut mereka. Kedua pemuda itu tahu, semuanya telah berubah, dan tidak ada yang bisa mengembalikan Karel.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Balik Bayangan Dendam
Mystery / ThrillerKarel Pratama adalah seorang siswa SMA yang hidup di bawah bayang-bayang rasa takut dan penghinaan. Setiap hari, ia menjadi sasaran bullying dari sekelompok siswa yang tak kenal belas kasihan. Meski memiliki sahabat setia, Rey, yang selalu mendukung...