Setelah kejadian kemarin, Karel merasa dunia di sekitarnya semakin sempit. Setiap langkah yang dia ambil terasa lebih berat, seolah-olah bayang-bayang bully-an Vince dan gengnya selalu mengintai di belakangnya. Meski sudah berusaha untuk tampil kuat, hatinya hancur. Semuanya terasa seperti tidak ada yang bisa mengerti bagaimana rasanya menjadi dirinya.
Hari ini, Karel terpaksa berjalan lagi menuju sekolah dengan langkah pelan. Di sepanjang jalan, dia menatap tanah, berusaha mengabaikan dunia sekitarnya. Rey, yang biasanya menemani Karel, tidak ada. Dia hanya mengirim pesan singkat: "Gue ga bisa datang hari ini. Lo kuat, ya?"
Karel merasa kesepian. Tanpa Rey di sampingnya, dunia semakin terasa kosong.
Saat dia sampai di sekolah, Vince dan gengnya sudah menunggunya. Karel ingin berbalik dan pulang, tetapi dia tahu itu hanya akan membuat mereka lebih senang.
"Eh, si pengecut datang lagi!" teriak Raka, sambil memandang Karel dengan tatapan penuh ejekan.
Karel hanya diam. Vince, yang berdiri di depan, tersenyum licik. "Lo nggak kapok-kapok ya? Gue suka deh liat lo kayak gini, lemah banget."
Karel mencoba menahan napas, berusaha tidak terbawa perasaan. "Gue nggak mau masalah," katanya pelan.
Namun, Vince justru semakin mendekat. "Tapi masalah lo justru datang ke gue, Karel. Lo udah bikin gue kesel. Lo tahu nggak, lo tuh cuma sampah di sini!" Vince berkata dengan nada kasar, hampir menjerit.
Tanpa peringatan, Vince mendorong Karel ke dinding, membuat tubuhnya terhantam keras. Semua orang di sekitar sekolah berhenti dan menonton, namun tak ada satu pun yang berani menolong.
"Lo nggak ngerti, kan?" ujar Vince dengan nada mengejek. "Lo nggak punya teman. Lo nggak punya siapa-siapa."
Karel merasakan kepedihan itu menusuk dalam hatinya. "Tolong... hentikan," bisiknya, air mata mulai menggenang di matanya.
Rafael yang tiba-tiba datang dari belakang, melihat apa yang sedang terjadi. Amarahnya langsung memuncak begitu melihat adiknya diperlakukan seperti itu.
"Vince!" teriak Rafael dengan suara penuh kemarahan. "Lo berani banget nyentuh Karel lagi !"
Vince menatap Rafael dengan senyum sinis. "Kenapa? Lo pikir lo bisa ngapa-ngapain gue?" Dan apa gunanya juga lu lindungi dia,dia bukan siapa siapa lu kan katanya, dengan langkah perlahan mendekat.
Rafael menatap tajam. "Jangan pernah ganggu dia lagi, Vince. Kalau lo masih berani, gue nggak akan diam."
Melihat Rafael yang semakin mendekat, Vince dan gengnya mulai mundur, meskipun mereka tetap melontarkan kata-kata kasar. Karel merasa ada sedikit harapan melihat abangnya datang untuk membela dirinya, tetapi dia tahu bahwa kekerasan ini tidak akan selesai begitu saja.
Setelah kejadian itu, Rafael membawa Karel pulang. Sepanjang perjalanan, Karel hanya diam, merasa bingung dan lelah. "Kenapa mereka kayak gitu, Bang?" tanya Karel pelan.
Rafael menatap adiknya. "Lo nggak usah khawatir tentang mereka, Karel. Gue akan pastiin lo nggak pernah sendirian lagi."
Namun, di dalam hati Rafael, ada api yang menyala. Setiap kali dia melihat luka di tubuh Karel, amarahnya semakin membesar. Tidak ada yang akan menyentuh adiknya lagi. Rafael bersumpah untuk mengakhiri semuanya, bahkan jika itu berarti harus bertarung melawan dunia.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Balik Bayangan Dendam
Mystery / ThrillerKarel Pratama adalah seorang siswa SMA yang hidup di bawah bayang-bayang rasa takut dan penghinaan. Setiap hari, ia menjadi sasaran bullying dari sekelompok siswa yang tak kenal belas kasihan. Meski memiliki sahabat setia, Rey, yang selalu mendukung...