Bab 15: Keputusan yang Tak Terelakkan

1 0 0
                                    

Setelah beberapa hari berlalu sejak kematian Karel, Rafael semakin tenggelam dalam kegelapan. Setiap malam, ia terjaga dengan bayangan adiknya yang tertawa bahagia, yang kini hanya menjadi kenangan pahit yang membekas dalam hatinya. la mengingat setiap detik penderitaan yang dialami Karel, setiap ejekan, dan setiap pukulan yang diterimanya. Semua itu membuat api dendam di dalam dirinya semakin besar, menyala-nyala, tak terbendung.

Rafael menatap wajah Karel di dalam bingkai foto di samping tempat tidurnya. "Aku janji, Karel. Mereka semua akan merasakan apa yang kau rasakan," bisiknya dengan penuh kemarahan.

Rey, teman dekat Karel, datang ke rumah Rafael untuk pertama kalinya setelah pemakaman. Wajahnya terlihat pucat dan matanya sembab. la belum bisa menerima kenyataan bahwa sahabatnya kini telah tiada. Namun, saat ia bertemu dengan Rafael, ia tahu bahwa mereka berdua berada di jalan yang sama.

"Raf, aku tahu kamu marah, tapi ini bukan cara yang benar. Kita harus mencari cara yang lebih baik untuk menghukum mereka," kata Rey, mencoba menahan perasaan marahnya.

Rafael menatap Rey dengan tajam, namun tidak mengatakan apa-apa. Hatinya dipenuhi dengan kemarahan yang tak terungkapkan, dan ia tahu bahwa tidak ada cara lain selain membalas dendam. "Kita tak bisa membiarkan mereka lolos begitu saja," jawabnya dengan suara serak.

"Mereka harus membayar."

Hari-hari berlalu, dan Rafael semakin menyusun rencananya. la tahu siapa saja yang terlibat dalam perundungan terhadap Karel. Vince, Edo, Raka, Bima, dan Davin, semua nama itu terukir dalam ingatannya. Mereka adalah orang-orang yang telah membuat hidup Karel menjadi neraka. Rafael tak akan membiarkan mereka melarikan diri dari hukuman.

Rafael memulai dengan mencari informasi lebih dalam tentang para pembuli itu. la mengetahui jadwal mereka, tempat yang sering mereka kunjungi, dan kebiasaan mereka sehari-hari. Makin hari, rencananya semakin matang, semakin menakutkan. la berencana untuk membuat mereka merasakan ketakutan yang sama, bahkan lebih buruk, dari apa yang Karel rasakan.

Namun, meskipun api dendam membakar semangatnya, ada saat-saat ketika Rafael merasa ragu. la teringat akan pesan yang pernah diberikan oleh Karel, meskipun adiknya sudah tiada. Karel selalu berkata, "Jangan balas dendam, Kak. Itu hanya akan membuatmu terjebak dalam kegelapan."

Rafael menatap langit malam dan mengingat senyuman adiknya. la tahu bahwa Karel tidak ingin ia mengikuti jejaknya, tapi kali ini, Rafael tidak bisa menahan diri. Dendam itu sudah terlalu besar, sudah terlalu lama ia pendam.

Di sisi lain, Rey merasa semakin khawatir. la tahu apa yang sedang direncanakan Rafael. la tahu betul perasaan sahabatnya, tetapi ia juga tahu bahwa balas dendam hanya akan memperburuk keadaan. "Raf, ini bukan jalan yang benar. Kamu akan menyesal nanti," kata Rey, mencoba menenangkan Rafael.

Tapi Rafael sudah tak mendengarkan lagi. la melangkah semakin jauh ke dalam bayangan dendam yang menelan hatinya.

Keputusan yang harus diambil sudah jelas. Tidak ada yang bisa menghalangi niatnya sekarang.

Malam itu, Rafael menulis sebuah pesan singkat untuk para pembuli itu. Pesan yang hanya terdiri dari satu kalimat, yang membuat darah mereka membeku:

"Waktumu sudah habis."

Pesan itu dikirimkan ke nomor mereka satu per satu, dan Rafael tahu, ini baru permulaan. Tidak ada jalan kembali. Pembulian terhadap adiknya akan dibayar dengan harga yang sangat mahal.

Di Balik Bayangan DendamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang