Hujan gerimis membasahi jendela rumah Raka. Di dalam, suasana penuh ketegangan. Raka dan Bima duduk di ruang tamu dengan beberapa barang yang mereka kumpulkan sebagai senjata darurat: tongkat besi, pisau dapur, bahkan pemukul baseball.
"Kita udah tahu siapa yang ngincar kita," ujar Raka dengan nada dingin, tatapannya tajam mengarah ke pintu depan. "Rafael. Dan dia pasti bakal nyamperin kita malam ini."
Bima menelan ludah. Ia mengingat wajah Rafael yang dingin dan penuh dendam saat terakhir kali mereka berhadapan. "Lo yakin kita bisa lawan dia?"
"Kita nggak punya pilihan,” jawab Raka tegas. "Dia udah bunuh Edo dan Davin. Kalau kita diem aja, giliran kita berikutnya."
Hening sejenak. Hanya suara detak jam dinding yang terdengar, seolah menghitung waktu sampai ancaman itu tiba.
Suara di Malam Hari
Sekitar tengah malam, suara langkah kaki terdengar di luar rumah. Kedengarannya pelan, tapi cukup jelas untuk membuat Raka dan Bima semakin tegang.
"Dia datang," bisik Raka sambil menggenggam tongkat besi di tangannya.
Bima menyalakan senter di ponselnya, berusaha mengintip ke arah jendela. Tapi sebelum ia sempat melihat sesuatu, kaca jendela tiba-tiba pecah oleh lemparan batu.
"Raka! Dia udah masuk!" teriak Bima sambil mundur ke arah dapur.
Raka segera berlari ke arah pintu belakang untuk memastikan Rafael tidak menyelinap dari sana. Tapi sebelum ia sempat memeriksa, lampu di seluruh rumah tiba-tiba padam. Gelap gulita menyelimuti mereka.
"Bima! Lo di mana?" panggil Raka, suaranya menggema di tengah keheningan.
"Nggak jauh dari lo!" jawab Bima.
Namun, suara langkah kaki lain terdengar. Kali ini dari dalam rumah. Langkah itu berat, pelan, tapi jelas menghantui setiap sudut ruangan.
"Raka..." Bima berbisik, napasnya tersengal.
"Gue tahu,” jawab Raka singkat. la mengangkat tongkat besinya, bersiap menghadapi apa pun yang datang.
Rafael Menyerang
Dari kegelapan, suara Rafael terdengar: dingin dan penuh amarah.
"Kalian pikir kalian bisa lari dari ini? Edo dan Davin udah dapet apa yang pantas mereka terima. Sekarang giliran kalian."
Raka mengayunkan tongkatnya ke arah suara itu, tapi hanya mengenai udara kosong. Rafael muncul di belakangnya, mendorong Raka hingga terjatuh ke lantai.
"Lo pikir ini permainan?" Rafael menekan ujung pisau ke leher Raka.
Bima, yang berada di dekat dapur, mencoba menyerang Rafael dari belakang dengan pemukul baseball. Tapi Rafael berbalik dengan cepat, menangkap pemukul itu, dan memutar tubuh Bima hingga terjatuh.
"Lemah. Sama kayak dulu," kata Rafael sambil menendang perut Bima dengan keras.
Raka berusaha bangkit, tapi Rafael dengan cepat menusukkan pisaunya ke bahu Raka, membuatnya menjerit kesakitan. Darah mengucur deras, membasahi lantai.
"Lo semua ngerusak hidup adik gue. Sekarang gue bakal hancurin hidup lo!" teriak Rafael dengan suara penuh kebencian.
Ketegangan Memuncak
Raka dan Bima saling berpandangan, keduanya tahu bahwa ini mungkin akan menjadi akhir mereka. Tapi Raka tak menyerah begitu saja. Dengan sisa tenaganya, ia meraih tongkat besi yang tergeletak di lantai dan menghantam lutut Rafael dengan keras.
Rafael terhuyung, tapi hanya sebentar. la kembali berdiri, kali ini dengan lebih banyak amarah. la menarik pisau dari bahu Raka dan mengayunkannya ke arah Bima, tapi Bima berhasil menghindar di detik terakhir.
"Lo pikir lo bisa lawan gue?" Rafael mengejek, suaranya serak.
Raka dan Bima mencoba bertahan, tapi jelas Rafael jauh lebih kuat dan lebih siap. Mereka tahu waktunya hampir habis.
.........
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Balik Bayangan Dendam
Mystery / ThrillerKarel Pratama adalah seorang siswa SMA yang hidup di bawah bayang-bayang rasa takut dan penghinaan. Setiap hari, ia menjadi sasaran bullying dari sekelompok siswa yang tak kenal belas kasihan. Meski memiliki sahabat setia, Rey, yang selalu mendukung...