Bab 37: Permainan yang Belum Usai

0 0 0
                                    


Malam menjelang ketika Davin, Bima, Raka, dan Victor berhasil melarikan diri ke dalam hutan. Napas mereka terengah-engah, langkah kaki mereka tergesa. Di belakang mereka, suara sirine polisi semakin memudar, tertelan oleh suara malam dan gemerisik dedaunan.

"Kita aman?" tanya Raka sambil menyandarkan tubuhnya pada batang pohon besar. Wajahnya basah oleh keringat dan terlihat kelelahan.

Victor mengangguk singkat. "Untuk sekarang, iya. Tapi kita nggak bisa tinggal di sini lama-lama."

Bima mengusap wajahnya, mencoba menenangkan diri. "Gimana kalau Rafael ngomong sesuatu ke polisi? Mereka bisa nyari kita."

Davin, yang sejak tadi diam, akhirnya angkat bicara. "Dia nggak bakal ngomong. Kalau dia ngomong, dia juga kena. Semua yang dia lakuin bakal terbongkar."

"Tapi gimana kalau dia bohong? Apa yang kita lakuin tadi di gudang bisa dijadiin alasan buat ngejebak kita," balas Raka, nada suaranya penuh ketakutan.

Victor mendekati mereka. "Kita nggak punya pilihan selain tetap bergerak. Gue nggak tahu gimana polisi bisa tahu kita di sana, tapi yang jelas, Rafael pasti punya rencana lain. Dia nggak akan berhenti sampai semuanya selesai menurut caranya."

Di Tempat Lain

Rafael duduk di kursi kayu yang masih menyisakan bekas tali di lengannya. la baru saja selesai memberikan keterangan kepada polisi, dengan cermat menyembunyikan keterlibatannya dalam berbagai kejahatan yang ia rancang.

"Kami datang karena dapat laporan ada aktivitas mencurigakan di sini. Bisa jelaskan apa yang sebenarnya terjadi?" tanya salah satu petugas kepadanya.

Rafael menghela napas panjang, memasang wajah penuh kepedihan. "Mereka mencoba membunuh saya. Teman-teman adik saya. Mereka pikir saya yang bertanggung jawab atas kematian Karel."

Petugas mencatat pernyataan itu. "Apa Anda kenal mereka?"

"Davin, Bima, Raka, dan Victor," jawab Rafael tanpa ragu. "Mereka teman dekat adik saya, Karel. Tapi sejak Karel meninggal, mereka berubah. Mereka mulai menyalahkan saya, mengancam saya. Saya kira, malam ini mereka benar-benar berniat menghabisi saya."

Wajah petugas berubah serius. "Kami akan mencari mereka. Tapi Anda harus tetap waspada. Jangan ragu untuk menghubungi kami jika mereka mencoba menghubungi Anda."

Rafael mengangguk pelan, matanya memancarkan kilatan penuh rencana. Polisi pergi meninggalkannya di gudang, dan Rafael hanya duduk di sana, tersenyum dingin.

"Sekarang mereka buronan,” gumamnya. "Dan itu baru permulaan."

Pencarian Dimulai

Di tengah hutan, Davin dan yang lainnya mencoba mencari tempat untuk beristirahat. Mereka tahu bahwa polisi mungkin sudah menyebarkan informasi tentang mereka.

"Kita nggak bisa balik ke rumah," kata Victor. "Mereka pasti udah pasang mata-mata di sana.”

"Tapi kita nggak bisa terus-terusan kabur kayak gini," balas Bima. "Kita harus punya rencana."

Davin memandang mereka semua dengan serius. "Satu-satunya cara buat ngeluarin kita dari masalah ini adalah buktiin kalau Rafael yang salah. Kita harus cari bukti kalau dia dalang dari semua ini."

"Tapi gimana caranya?" Raka bertanya. "Dia pasti udah ngehapus semua jejaknya."

"Kita mulai dari Karel," jawab Davin. "Kita cari tahu apa sebenarnya yang terjadi waktu itu. Kalau kita bisa buktikan Rafael ada hubungannya sama kematian Karel, polisi nggak bakal percaya omongannya lagi."

Rahasia yang Terkubur

Sementara itu, Rafael kembali ke tempat persembunyiannya. la membuka sebuah laci tua dan mengeluarkan beberapa barang yang tampak usang: sebuah buku harian dengan sampul cokelat lusuh dan beberapa foto Karel. Di salah satu foto itu, Karel terlihat sedang bersama teman-temannya, Davin, Bima, dan Raka.

"Lo semua ngerusak hidup gue," gumam Rafael sambil memandangi foto itu. "Sekarang giliran gue buat ngerusak hidup lo."

la membuka buku harian itu, membaca beberapa catatan yang ditulis Karel sebelum kematiannya. Senyumnya semakin lebar saat menemukan sesuatu yang menurutnya menarik.

"Kalau mereka tahu ini," bisiknya pelan, "mereka nggak cuma takut. Mereka bakal saling menghancurkan."

Kembali ke Kota

Malam itu, Davin dan kelompoknya berhasil kembali ke kota tanpa terdeteksi. Mereka memilih berlindung di sebuah apartemen tua milik salah satu teman Victor.

"Kita harus mulai bergerak besok pagi," kata Victor sambil memeriksa ponselnya. "Kalau kita tetap diam, Rafael yang bakal menang."

"Lo yakin kita bisa ngelawan dia?" tanya Bima, nada suaranya penuh keraguan.

"Kita nggak punya pilihan," jawab Davin dengan tegas. "Kalau kita nggak ngelakuin apa-apa, kita bakal terus jadi targetnya."

.........

Notes: dulunya sebener nya karel,Davin,bima,dan Raka itu teman baik hingga akhirnya mereka berubah semenjak kedatangan vince dan Edo

Di Balik Bayangan DendamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang