Part 2

16.7K 1K 3
                                    

Alunan musik klasik mengalun pelan di telingaku melalu earphone. Tidak ada yang lebih menyenangkan saat ini selain, mendengarkan musik sambil menikmati semangkuk bakso dan jus alpukat di kantin. 

Sampai tiba-tiba terdengar suara ribut-ribu dari pintu masuk kantin yang merusak ketenanganku.

"Alex, tangkap bolanya!" seru seseorang. Kemudian terdengar tawa-tawa tak jelas.

Aku menatap gerombolan itu dengan kesal. Perusak ketenangan! Cowok-cowok sok keren dari angkatanku yang tidak pernah aku tahu namanya. Kecuali seseorang yang berjalan paling depan, yang rambutnya acak-acakan, dan paling tinggi diantara mereka. 

"Ya Tuhan! Itu Alex! Lihat dia! Diakereen!" kata seseorang dari sebelah meja  yang kududuki. 

Alex, itu nama cowok yang paling depan. Siapa yang tidak mengenalnya??? Tahun lalu, dinobatkan sebagai pangeran sekolah saat acara pesta kenaikan kelas angkatanku. Aku bahkan tidak sampai berpikir kenapa anak-anak bisa membuat penobatan itu. 

Jangan salah, aku tidak mengikuti pesta itu. Tapi saat hari pertama kelas 11, berita itu menyebar langsung ke mana-mana. Jadi maupun bertanya pada cleaning service yang mampir hanya setiap pulang sekolah pun akan tahu, siapa itu Alex. 

Aku berusaha mengabaikan gumaman-gumaman kekaguman di sekitar dan bercadaan mereka anak sok keren dan kembali berkonsentrasi mendengarkan musik klasik yang masih mengalun. 

 BYURR! 

Tanpa kuduga, sebuah bola basket melayang ke arahku. Jus alpukatku tumpah ke seragamku. Aku terkejut. Rasa dingin menusuk kulitku. Aku menoleh. Suasana hening. Hampir semua anak di kantin menatapku. Tidak, tidak, memang satu kantin sekarang sedang menatapku!

"Hey, Itu Kiara bukan sih? Gadis dingin dari kelas 11 IPA 2?" bisik seseorang tapi bisa kudengarkan.

"Iya! Ya tuhan! Aku tidak sabar melihat reaksinya," kata yang lainnya. Aku menoleh pada mereka dan menatap sinis ke arah mereka. Kedua perempuan yang membiacarakanku tadi pura-pura tidak melihatku.

Aku melepaskan earphoneku dan berdiri sambil memegang bola jingga. 

"Ups! Maafkan kami tidak sengaja," kata seorang lelaki dengan seragam basket. Aku menatapnya. Wajahnya menahan tertawa. Jelas sekali cowok ini tidak ikhlas berterima kasih.

"Kamu engak ikhlas berterima kasih. Siapa yang melempar bolanya?" tanyaku dingin. Lelaki itu mengangkat salah satu alisnya. Kemudian tertawa sebentar.

"Waw! Sepertinya si Pangeran Sekolah harus bertanggung jawab," kata lelaki yang tidak kukenal itu. Lelaki itu mengoleh dan mengayunkan tangannya. Seorang lelaki yang lebih tinggi darinya datang sambil tertawa-tawa. Lelaki itu berkulit putih, rambutnya coklat acak-acakan, tubuhnya tinggi dan tegap. 

Dia adalah Alex, anak kelas 11 IPA 1

Kenapa sih enggak ada cowok ganteng, keren, tapi yang baik-baik di sekolahku???

"Tidak ada perempuan yang bisa menolak dari Pangeran Alex," canda lelaki tadi. 

Jikalau Alex datang padaku sebagai pangeran penolong, aku berani mengakui kalau memang aku tidak bisa menolak pesonanya. Tapi karena dia bertemu denganku sebagai pangeran penganggu, nilainya langsung turun drastis dimataku. 

"Jadi, bisakah kuminta bola basketnya?" tanyanya dengan wajah memelas yang dibuat-buat. Temannya tertawa. Gemas sekali aku melihat mukanya. Tanganku gatal. Tanpa belas kasihan, aku melemparkan bola basket ke mukanya. Dia menjerit kesakitan sambil memegang hidungnya.

"Aku tidak bisa menolak untuk melemparkan bola ini ke arah Pangeran Alex!" seruku kesal. 

Kemudian, aku langsung meninggalkannya.

AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang