Part 21

6.7K 543 3
                                    

Kiara mengobati luka Alex dengan sangat sabar dan pelan-pelan. Alex kagum pada Kiara yang tidak hanya pintar di otak tapi juga hal-hal seperti ini dia juga ahli.

"AW!" seru Alex saat Kiara sengaja menekan tangannya saat mengobati lukanya.

"Lu kenapa sih? Tiba-tiba jadi kejem gitu," tanya Alex kesal.

"Kamu yang ngapain lihatin aku?! Ngeri aku lihatnya," jawab Kiara. Alex menahan malu.

"Ciee malu. Merah tuh mukanya," goda Kiara. Kiara mendelik. Alex nyengir. Kiara mendengus kesal.

"Dasar! Kami ngerjain aku ya," kata Kiara kesal. Alex tertawa. Kiara menatap memar bekas tinjuan si preman tadi dengan perasaan bersalah.

"Maaf banget ya, Lex. Mukamu jadi kayak gini. Udah jelek jadi tambah jelek deh," kata Kiara dengan nada bersalah tapi bermaksud menggoda Alex.

"Boong itu dosa loh, Ra. Bilang aja gue makin ganteng," balas Alex. Sekarang giliran Kiara yang kesal. Alex tertawa. Kiara membereskan kotak P3K dan mengembalikan ke tempatnya. Dia berniat membuatkan teh untuk Alex. Dia melirik jam.

"Lex, udah jam 9, enggak pulang?" tanya Kiara. Alex yang dari tadi melamun memikirkan Kiara tersadar.

"Eh, lu ngusir gue?" tanya Alex balik. Kiara menyipitkan mata. Pertanyaan Alex bisa diartikan Kiara bahwa dia tidak mau pulang sekarang. Jadi Kiara ke dapur membuat dua teh hangat dan membawa ke ruang tamu. Alex terlihat senang melihat Kiara membawakan teh hangat. Kekagumannya pada Kiara semakin bertambah. Tapi setelah menaruh dua teh hangat, Kiara pergi lagi. Alex heran.

"Lu mau ke mana?" tanya Alex.

"Ambil lap sama plastik. Rumahku berantakan banget nih," jawab Kiara. Alex menghela nafas.

"Gue aja. Lu duduk aja," kata Alex. Kiara tahu maksud Alex baik. Tapi dia tidak suka kalau dimanja seperti ini.

"Aku enggak suka melihat orang lain bekerja sedangkan aku cuma duduk-duduk. Lebih baik bersihin bareng aja gimana?" tawar Kiara. Alex tersenyum. Alex membereskan pecahan-pecahan vas. Sedangkan Kiara membersihkan lantai yang kotor. Sebenarnya, Kiara agak trauma melihat darah yang bercecer di lantai dan tali panjang yang tadi mengikat tangannya. Namun dia segera menghilangkan pikiran kejadian tadi. Setelah keadaan lebih rapi, mereka menikmati teh hangat dengan cemilan ringan. Kiara tiduran di bawah beralaskan karpet sedangkan Alex duduk di sofa menatap Kiara dari tadi. Kiara sebenarnya menyadari tatapan Alex tapi dia pura-pura tidak tahu. Sampai 10 menit berlalu, Kiara jadi tidak tahan.

"Alex! Berhentilan menatapku seperti itu! Kamu benar-benar mengerikan!" seru Kiara membuat Alex kaget. Wajah serius Alex membuat Kiara semakin takut menatapnya.

"Gue baru pertama kali ketemu cewek kayak lu," kata Alex serius. Kiara hanya diam.

"Oh iya, Aldi apa kabar, ya?" tanya Kiara tiba-tiba enggak nyambung. Wajah Alex langsung muram mendengarnya.

"Jangan bahas dia!" seru Alex marah. Kiara kaget. Kekesalan Alex berbeda daripada yang biasanya. Seolah pertanyaan Kiara tadi menyinggungnya. Kiara menatap Alex yang raut mukanya murung.

"Loh, kenapa? Salah ya?" tanya Kiara lagi. Alex gemas mendengarnya.

"Abaikan! Gue nginep sini ya malam ini? Gue tidur di sofa ini aja. Lu tidur di kamar. Gue enggak mau kejadian tadi terulang lagi," mohon Alex. Kiara yang mendengarnya bengong. Kemudian dia bangun dan langsung menjitak Alex. Alex mengaduh.

"Enggak! Pokoknya malam ini kamu harus pulang! Lilia sendirian di rumah. Dia bisa aja sekarang masih nungguin kamu," balas Kiara. Alex memasang wajah melas. Namun Kiara tetap menolak. Akhinya Alex minta dikasih waktu sampai jam 10. Awalnya Kiara keberatan karena takut akan menganggu Alex dan Lilia. Tapi karena Alex sangat memaksanya, jadi Kiara mengijinkannya. Karena keasikan cerita, mereka tidak menyadari bahawa jam 10 datang dengan cepat. Mau tidak mau, Alex harus pulang.

"Besok gue jemput lu," kata Alex sambil menaiki ninjanya. Kiara mengantarkan Alex ke luar.

"Naik ini?!! Enggak usah ah. Ngerepotin," tolak Kiara. Alex menatap Kiara. Kiara meringis. Dia tahu apa yang akan dikatakan oleh Alex jika dia tidak mengubah perkataanya.

"Oke, oke! Aku tunggu kamu besok. Jangan terlambat," kata Kiara akhirnya. Alex tersenyum senang.

"Siap, Tuan Putri," kata Alex mengacak-acak rambut Kiara. Kiara menjauhkan tangan Alex dari rambutnya sambil mengomel.

"Jangan lupa kunci pagarnya. Have a nice dream, Girl," kata Alex yang tiba-tiba mengecup kepala Kiara. Kiara kaget dan menegang. Detak jantungnya jadi lebih cepat. Dia melihat Alex yang tersenyum manis. Alex langsung memakai helmnya dan pergi meninggalkan Kiara yang masih terbengong-bengong memegangi dadanya.

Apa ini? tanya Kiara dalam hati sambil memegang dadanya yang berdetak kencang.

*****

Kiara's POV

Setelah kejadian perampokan itu, aku dan Alex makin dekat. Enggak hanya dengan Alex saja, sekarang aku juga dekat dengan Alvin karena dia seringya sama Alex. Dan tentunya Vera. Kami berempat sering bersama-sama. Walaupun Alex sudah enggak dengan gerombolannya itu, Alex masih jadi cowok terpopuler nomer satu di sekolah. Banyak sih yang memandang iri aku dan enggak sedikit juga yang meneror aku dengan ancaman-ancaman enggak jelas. Aku sih mengabaikannya. Toh, juga sampai sekarang enggak ada yang terbukti. Apalagi Sinta. Dia sering memamerkan bahwa dia itu mantan pacarnya Alex padaku. Padahal aku juga enggak peduli mau dia mantannya atau siapa. Yah, walaupun sekarang sudah mulai ada perasaan aneh-aneh muncul. Hhhh...

"Eh, Sabtu nanti lanjutin BAB II nya di kafe langganan gue aja yuk. Bosen nih gue ke perpustakaan. Masa dua minggu ke perpustakaan terus," keluh Alex saat kita membahas KIR.

"Dua minggu? Perasaan kita ke sana baru dua hari. Seminggunya aja cuma sehari," balas Vera. Alex nyengir.

"Ya? Ayolah. Beneran deh sumpek gue kalau di perpustakaan terus," pinta Alex.

"Emangnya kafe favoritmu di mana?" tanyaku.

"Kafe 901. Gue traktir kalian deh," jawab Alex.

"Kafe 901? Kayak tanggal bulan lahirku aja 9 Januari. Hmm... aku terserah sih. Asalkan besok bawa buku ke kafenya," kataku.

"Kalo gue sih yang gratis selalu gue terima," tambah Alvin.

"Yaelah miskin banget sih lu," goda Alex.

"Naah, itulah gunanya temen kayak lu. Traktir gue terus ya tiap hari," balas Alvin menggoda. Alex mendelik kesal padanya. Aku dan Vera tertawa. Entahlah sejak kapan kita berempat bisa sedekat ini. Tapi bagiku itu tidak penting. Yang jelas kebersamaan inilah yang akan kukenang.

*****

Sabtunya sesuai perjanjian, aku datang ke kafe 901 bersama Vera. Kami janjian di kafe jam 9. Sebelumnya aku dan Vera pergi ke perpustakaan dulu meminjam buku yang disarankan oleh Pak Faiz. Aku baru tahu ada kafe besar dan sebagus ini di daerahku. Bangunannya terlihat elegan dan cocok bagi yang tua dan yang muda. Tapi kalau dilihat dari pengunjungnya, kebanyakan orang-orang muda. Aku mencari-cari Alex dan Alvin. Alex melambaikan tangan dari meja dekat jendela. Aku melihat seorang lelaki satu lagi yang dapat kukenali adalah Alvin. Tapi aku heran dengan seorang perempuan yang ikut duduk di sana. Siapa dia? Aku dan Vera menghampiri mereka.

"Oh iya, Ra, Ver, kenalin ini pemilik kafe ini. Gue udah kenal banget sama beliau. Makanya gue ngajak kalian ke sini. Namanya Bu Andien," kata Alex memperkenalkan. Bu Andien? Kayak pernah dengar.

Wanita yang duduk bersama Alex dan Alvin menoleh dan berdiri. Tubuhku langsung menegang melihat wajah pemilik kafe itu. Tubuhku seakan membeku. Beliau tersenyum pada kami. Namun dia langsung terperangah saat mata kami bertatapan.

"Kiara?" tanya wanita itu.

"Ibu," panggilku.

AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang